Struktur Ekonomi RI Akan Diperbaiki lewat RUU Cipta Kerja
Persoalan dalam bidang ekonomi dan bisnis di Indonesia akan dituntaskan melalui RUU Cipta Kerja. RUU ini akan meningkatkan dan meratakan pertumbuhan ekonomi.
Oleh
AGE/LAS/DEA/BOW/IDR
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Perubahan struktur ekonomi melalui Rancangan Undang-undang Cipta Kerja dapat menggerakkan sektor perekonomian. Dorongan ini akan menumbuhkan perekonomian Indonesia sebesar 5,7-6 persen.
Keberadaan RUU ini secara bertahap akan menciptakan lapangan kerja baru 2,6-3 juta orang per tahun dan meningkatkan pendapatan per kapita menjadi 5.860-6.000 dollar AS pada 2024.
Jika kondisi itu tercapai, konsumsi rumah tangga akan meningkat. Peningkatan konsumsi rumah tangga ini akan menumbuhkan permintaan barang dan jasa, yang diiringi peningkatan investasi.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2019 sebesar 5,02 persen. Pada 2019, konsumsi rumah tangga–yang menopang 56,62 persen produk domestik bruto (PDB)–tumbuh 5,04 persen.
Adapun investasi–yang berperan 32,33 persen terhadap PDB–tumbuh 4,45 persen.
Meski demikian, pertumbuhan ekonomi RI sejak 2016 tidak beranjak dari kisaran 5 persen. Selain itu, Jawa nyaris selalu menjadi kontributor produk domestik regional bruto (PDRB), yang pada 2019 menyumbang 59 persen.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam pertemuan terbatas dengan wartawan di Jakarta, Senin (17/2/2020) malam, mengakui, jika RUU Cipta Kerja tidak disusun, penduduk yang tidak bekerja akan semakin banyak.
”Indonesia juga akan terjebak dalam jebakan negara berpendapatan menengah,” katanya.
Data BPS menunjukkan, pendapatan per kapita penduduk Indonesia pada 2019 sebesar Rp 59,1 juta atau 4.174 dollar AS. Pada Agustus 2019, sebanyak 126,51 juta penduduk Indonesia bekerja dan 7,05 juta orang menganggur.
Airlangga menyebutkan, pembahasan RUU melalui mekanisme omnibus law ini akan jadi warisan Presiden Joko Widodo dalam mengubah struktur ekonomi Indonesia. Perubahan struktur semacam ini pernah dilakukan pada masa Presiden Soekarno serta pada masa Presiden Soeharto melalui peran Dana Moneter Internasional (IMF).
”Kali ini, kita melakukan transformasi sendiri, tanpa peran IMF atau siapa pun,” ujar Airlangga.
Secara terpisah, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Mohammad Faisal saat dihubungi di Jakarta, Selasa (18/2/2020), menyampaikan, dua rancangan legislasi berkonsep sapu jagat, yakni RUU Cipta Kerja dan RUU Perpajakan, akan menambah jumlah investasi. Namun, dalam konteks reformasi struktural, kuantitas investasi saja tidak cukup.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia, kata Faisal, masih lemah karena daya dorong ekspor masih rendah. Selain itu, ekspor didominasi komoditas, bukan manufaktur. Oleh karena itu, persoalan ini seharusnya dijawab dengan membuka peluang investasi lebih banyak pada industri manufaktur.
Mengacu pada data BPS, industri pengolahan yang berperan 19,7 persen pada PDB hanya tumbuh 3,8 persen pada 2019. Padahal, pada 2018, industri pengolahan tumbuh 4,27 persen dengan sumbangan pada PDB sebesar 19,86 persen.
Data Badan Koordinasi Penanaman Modal, realisasi investasi di Indonesia pada 2019 sebesar Rp 809,6 triliun atau meningkat dibandingkan 2018 yang sebesar Rp 721,3 triliun.
Membahas ulang
Tim Koordinasi Pembahasan dan Konsultasi Publik Substansi Ketenagakerjaan RUU Cipta Kerja yang dibentuk pemerintah memulai rapat maraton untuk mengupas pasal demi pasal, Selasa. Tim kecil yang terdiri dari unsur pemerintah, kelompok buruh, dan asosiasi pengusaha akan bekerja hingga empat pekan mendatang untuk membahas ulang substansi draf RUU Cipta Kerja yang ditolak buruh.
Ketua Bidang Politik Serikat Pekerja Nasional Puji Santoso mengatakan, pandangan asosiasi buruh dan pengusaha saling bertentangan.
Sementara itu, Kementerian Dalam Negeri mengagendakan pertemuan dengan asosiasi-asosiasi pemerintah daerah untuk membahas materi RUU Cipta Kerja, khususnya terkait pemda. Pertemuan akan digelar di Bali, Rabu (19/2/2020).
Direktur Jenderal Bina Pembangunan Daerah Kemendagri Muhammad Hudori mengatakan, aspirasi dan masukan daerah akan diserap. Bahkan, tidak menutup kemungkinan, pasal-pasal terkait pemda akan dikaji ulang.
Ketua Umum Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (Apkasi) Abdullah Azwar Anas menyampaikan, hingga kini belum ada penjelasan detail dari pemerintah pusat terkait RUU Cipta Kerja. Penjelasan soal penarikan sejumlah kewenangan pemda oleh pemerintah pusat juga belum ada.