Efek Penanganan Kasus Jiwasraya Merembet ke Industri
Pemerintah seharusnya mengambil langkah yang tepat untuk mendorong tumbuhnya industri asuransi jiwa, bukan sekadar menyelesaikan masalah saat ini.
Oleh
Dimas waraditya nugraha
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Likuiditas sejumlah perusahaan asuransi jiwa terdampak penanganan kasus hukum PT Asuransi Jiwasraya (Persero) oleh Kejaksaan Agung. Berbagai upaya perbaikan perlu dilakukan untuk mencegah kondisi industri asuransi Tanah Air semakin memburuk.
Pekan lalu, Kejaksaan Agung memutuskan memblokir 800 rekening efek terkait dengan Jiwasraya. Keputusan ini ditengarai merupakan langkah dalam mengurai kasus yang menimpa perusahaan asuransi berpelat merah tersebut.
Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia Togar Pasaribu belum mengetahui secara rinci penyebab pemblokiran. Hal ini membuat asosiasi belum dapat memberikan masukan terkait kondisi tersebut.
Hal yang pasti, pemblokiran ratusan rekening efek tersebut menyebabkan sejumlah perusahaan asuransi tidak dapat mencairkan klaim. Pasalnya, di antara rekening efek yang diblokir terdapat rekening efek yang digunakan perusahaan asuransi.
”Saya belum mendapat kabar ada berapa (perusahaan asuransi jiwa) yang terdampak. Yang jelas, likuiditas bisa terganggu karena tidak bisa mencairkan klaim dari nasabahnya,” ujarnya saat dihubungi, Selasa (18/2/2020).
Saya belum mendapat kabar ada berapa (perusahaan asuransi jiwa) yang terdampak. Yang jelas, likuiditas bisa terganggu karena tidak bisa mencairkan klaim dari nasabahnya.
Sebelumnya, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Hari Setiyono menegaskan, perusahaan asuransi jiwa dan aset menajemen dapat mengajukan pembukaan pemblokiran rekening efek apabila merasa tidak berkaitan dengan penanganan perkara Jiwasraya.
”Jika memang ada pemblokiran dan jika tidak terkait dengan penanganan perkara, bisa melapor dan melakukan proses verifikasi untuk pembukaan blokir rekening,” ujarnya.
Awal pekan lalu beredar surat pemberitahuan manajemen PT Asuransi Jiwa Adisarana Wanaartha yang ditujukan kepada para pemegang polis mereka.
Dalam surat bernomor 019/BOD/WAL/II/2020 itu, Presiden Wanaartha Yanes Y Matulatuwa mengonfirmasi, rekening efek perusahaannya dikenai perintah pemblokiran terkait penanganan suatu kasus hukum oleh Kejaksaan Agung.
Namun, dalam surat tersebut manajemen Asuransi Jiwa Wanaartha menjamin seluruh manfaat polis yang merupakan hak pemegang polis dalam keadaan aman. Perusahaan juga telah melakukan proses agar pemblokiran rekening efek segera diakhiri.
”Kami mohon maaf karena belum dapat melaksanakan dan memenuhi hak-hak para pemegang polis sebab terjadi kondisi tak terduga dan di luar kendali manajemen perusahaan,” tulis Yanes dalam surat tersebut.
Dia juga memastikan pembayaran atas hak-hak pemegang polis dilakukan secara bertahap, dimulai 14 hari kerja setelah pemblokiran rekening efek milik perusahaan diakhiri oleh pihak yang berwenang.
Sayang, Yanes belum dapat memberikan info lebih rinci terkait pemblokiran efek perusahaannya saat Kompas coba menghubungi secara langsung.
Ganggu citra
Berbagai permasalahan asuransi jiwa yang terjadi beberapa waktu terakhir, dinilai Togar, dapat membuat citra industri menurun. Tereksposnya seluruh permasalahan yang ada berdampak tidak stabilnya situasi industri asuransi jiwa.
Pemerintah seharusnya mengambil langkah yang tepat untuk mendorong tumbuhnya industri asuransi jiwa, bukan sekadar menyelesaikan masalah saat ini.
Togar mendorong pemangku kebijakan untuk segera mendirikan Lembaga Penjamin Polis, yang berfungsi seperti Lembaga Penjamin Simpanan bagi industri perbankan. Selain itu, untuk meningkatkan pangsa pasar, pemerintah dapat memberi insentif pajak bagi masyarakat pembeli produk asuransi.
”Pemerintah seharusnya mengambil langkah yang tepat untuk mendorong tumbuhnya industri asuransi jiwa, bukan sekadar menyelesaikan masalah saat ini,” ujarnya.
Berbagai upaya tersebut krusial untuk dilakukan karena penetrasi asuransi tak mencatatkan pertumbuhan berarti sejauh ini. Kondisi saat ini, menurut Togar, tidak baik untuk dibiarkan, terlebih dengan adanya wacana Otoritas Jasa Keuangan untuk mereformasi industri keuangan nonbank.