Pabrik pakan baru sedang dibangun di Indonesia. Nantinya, jika beroperasi, pabrik itu akan menekan impor bahan pakan perikanan budidaya.
Oleh
BM Lukita Grahadyarini
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kenaikan impor bahan baku dan pakan dari China berlangsung seiring peningkatan produksi perikanan budidaya. Mulai tahun ini, ketergantungan impor akan ditekan.
Direktur Jenderal Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan Slamet Soebjakto mengakui, komponen yang masih diimpor antara lain pakan ikan, seperti pelet ikan dan udang, serta pakan benih ikan dan udang. Selain itu, bahan pembuat pakan, seperti tepung ikan, tepung kedelai, tepung jagung, dan premix juga diimpor.
Impor untuk kebutuhan produksi perikanan budidaya tersebut antara lain berasal dari China, Amerika, Jepang, India, dan Chile. ”(Kenaikan impor) itu sebetulnya menunjukkan ada kenaikan produksi perikanan budidaya,” kata Slamet.
Sebelumnya, Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) merilis, muncul tren impor komoditas perikanan dari China meningkat sesudah wabah virus korona tipe baru merebak. Komoditas yang diimpor dari China mencakup jenis pakan, bahan pembuat pakan, serta ikan segar dan beku.
Volume impor komoditas perikanan dari China, Taiwan, dan Hong Kong pada Januari 2020 tercatat 1.968.086,73 kg atau meningkat 15,24 persen dibandingkan dengan Desember 2019 yang sebanyak 1.707.774 kg. Impor yang meningkat pada Januari 2020 adalah impor bahan pembuat pakan dan pakan ikan buatan.
Menurut Slamet, impor pakan meningkat karena ada beberapa investor luar negeri yang mengimpor produk pakan untuk sementara, sambil membangun pabrik pakan ikan dan udang di Indonesia. Tahun ini, pabrik-pabrik pakan yang dibangun investor asing itu siap beroperasi.
”Dengan bertambahnya pabrik pakan di dalam negeri, ketergantungan impor pakan bisa ditekan,” katanya.
Di sisi lain, pemerintah berencana menekan impor pakan hidup, artemia, dengan membuat percontohan produksi tahun ini. Percontohan produksi artemia, yakni di lahan KKP di Rote, Nusa Tenggara Timur, dengan alokasi anggaran Rp 5 miliar untuk kapasitas produksi 1 ton kering.
Kebutuhan tepung ikan untuk keperluan pabrik pakan saat ini sekitar 200.000 ton untuk target produksi 2.000.000 ton pakan ikan dan udang. Impor pakan tahun 2018 sebesar 112.400 ton. Produksi tepung ikan nasional sekitar 62.000 ton per tahun atau 44,4 persen dari kapasitas pabrik.
”Ke depan, akan diarahkan pakan tidak tergantung dari tepung ikan, lalu menggantikannya dengan protein nabati,” kata Slamet.
Secara terpisah, Sekretaris Jenderal Masyarakat Akuakultur Indonesia Denny Indradjaja mengemukakan, setidaknya ada empat pabrik pakan milik investor asing asing yang akan beroperasi tahun ini. Dari empat pabrik itu, tiga pabrik di antaranya berasal dari China dan satu pabrik dari Belanda.
”Pabrik pakan luar negeri melihat peluang perkembangan perikanan budidaya di Indonesia. Mereka sudah bikin pabrik duluan,” katanya.
Ia menambahkan, pakan buatan luar negeri memiliki kualitas yang bagus. Namun, pabrik pakan dalam negeri dinilai tidak perlu kehilangan daya saing sepanjang efisien dan memiliki kontinuitas mutu yang baik.
Sebelumnya, Ketua Harian Asosiasi Pengalengan Ikan Indonesia Ady Surya menyebutkan, industri pengalengan ikan juga membutuhkan impor ikan asal China untuk memenuhi 20 persen bahan baku sarden pada musim paceklik.