Kondisi perekonomian memengaruhi kinerja sektor properti. Perlu dorongan berupa kebijakan riil untuk menyiapkan sektor properti kian melaju pada tahun depan.
Oleh
BM Lukita Grahadyarini
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS--Kinerja pasar properti pada tahun ini diprediksi masih stagnan. Pengembang berharap ada kebijakan riil untuk mendorong geliat pasar.
Konsultan properti Colliers International Indonesia memprediksi, pasar properti masih akan menghadapi tantangan berat tahun ini. Kondisi pasar tersebut antara lain dipengaruhi kondisi perekonomian dan faktor eksternal berupa ketidakpastian ekonomi dan geopolitik.
Senior Associate Director Colliers International Indonesia Ferry Salanto mengemukakan, sektor properti sangat bergantung pada kondisi perekonomian. Proyeksi pertumbuhan ekonomi nasional yang diprediksi di bawah 5 persen menjadi tantangan bagi sektor properti. Sementara, ketidakpastian ekonomi global dan geopolitik diproyeksikan terus berlanjut, yang di antaranya dipicu perang dagang Amerika Serikat-China dan konflik AS-Iran yang memicu kenaikan harga minyak.
“Pada tahun 2020 pasar properti masih akan menantang. Jangan berharap banyak. Akan tetapi, tahun ini adalah momentum untuk menggarap properti karena tahun depan kondisi properti diperkirakan mulai melaju,” katanya di Jakarta, akhir pekan lalu.
Kendati kondisi perekonomian diperkirakan masih lesu, namun potensi pasar properti dalam negeri masih besar. Hal ini sejalan dengan kebutuhan rumah tinggal yang bertambah. Untuk mendorong pasar dalam negeri, diperlukan solusi kebijakan properti yang menyentuh sasaran dan kebutuhan riil.
Pada tahun 2020 pasar properti masih akan menantang
Ferry menambahkan, pemerintah melonggarkan rasio pinjaman terhadap aset (loan to value/LTV) dan relaksasi pajak properti hunian mewah pada 2019.
Kebijakan itu menjadi sentimen positif bagi pasar, namun dampaknya tidak optimal bagi pasar hunian mewah karena ceruk pasar yang dangkal.
Di sisi lain, aset properti yang dimiliki investor dinilai belum menghasilkan marjin yang diinginkan. Akibatnya, investor properti cenderung menahan ekspansi karena keuntungannya belum menarik.
“Progres kenaikan harga apartemen rata-rata 3 persen per tahun, tidak sebanding dengan kenaikan inflasi. Dibutuhkan kebijakan properti yang lebih menyasar konsumen end user, yakni orang yang membutuhkan rumah tinggal,” ujarnya.
Kebijakan riil
Ferry menambahkan, pasar properti menunggu kebijakan yang lebih efektif untuk mendorong daya beli. Kebijakan itu antara lain penurunan suku bunga pinjaman sesuai tingkat suku bunga acuan Bank Indonesia atau BI rate.
Saat ini, suku bunga pinjaman perbankan masih di atas 10 persen, jauh di atas suku bunga acuan BI yang sebesar 5 persen. Padahal, pasar rumah tinggal didominasi segmen menengah-bawah. “Dibutuhkan kebijakan riil mendorong daya beli yang mengacu pada kebutuhan masyarakat,” ujarnya.
Secara terpisah, Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Real Estat Indonesia (REI) Totok Lusida menyebutkan, pasar properti stagnan dalam 7 tahun terakhir. Padahal, potensinya masih sangat besar. Setidakya, 83 juta orang dari generasi milenial mampu membeli rumah dan menjadi salah satu target pasar.
Totok berharap pemerintah menyusun omnibus law dan merelaksasi pajak untuk mendorong kinerja sektor properti.
Direktur Pengelolaan Modal dan Investasi PT Intiland Development Tbk Archied Noto Pradono memperkirakan kondisi pasar properti tahun ini belum akan menggembirakan, bahkan belum berubah signifikan dibandingkan dengan 2019.
“Pasar properti masih lemah dan sikap konsumen masih cenderung wait and see, khususnya untuk pembelian produk-produk yang menyasar konsumen menengah ke atas,” ujarnya dalam keterangan tertulis.
Meski demikian, perseroan berupaya mempertahankan dan meningkatkan kinerja penjualan tahun ini dengan mengandalkan penjualan dari proyek-proyek berjalan maupun peluncuran proyek baru.
Pada tahun ini, perseroan mengalokasikan belanja modal Rp 1,5 triliun. Belanja modal itu antara lain dialokasikan untuk membiayai konstruksi yang sedang berjalan dan pengembangan proyek baru. Dari jumlah itu, sekitar 20 persen untuk pengembangan proyek residensial tapak dan kawasan industri. Adapun 80 persen belanja modal untuk penyelesaian konstruksi proyek apartemen dan hotel yang sedang dibangun.