Rencana pemerintah menaikkan kuota impor garam untuk kebutuhan industri meresahkan petambak garam rakyat. Hasil panen garam yang melimpah pada 2019 tak terserap optimal. Harganya bahkan anjlok ke titik terendah.
Oleh
BM LUKITA GRAHADYARINI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Masa panen garam rakyat bulan Juni-Desember tahun 2019 menunjukkan produksi yang meningkat. Kementerian Kelautan dan Perikanan mencatat, produksi garam rakyat per Desember 2019 sebesar 2,8 juta ton atau meningkat dibandingkan dengan produksi per Desember 2018 yang sebesar 2,71 juta ton. Jumlah itu melampaui kebutuhan konsumsi yang rata-rata 1,2 juta ton per tahun.
Ketua Himpunan Masyarakat Petambak Garam (HMPG) Jawa Timur Muhammad Hasan saat dihubungi di Jakarta, Kamis (2/1/2020), berpendapat, panen garam rakyat tahun 2019 meningkat, baik jumlah maupun kualitasnya. Namun, produksi yang membaik tak dibarengi harga jual yang layak. Penyerapan garam rakyat oleh industri pun tidak optimal.
Harga garam di akhir musim panen turun ke titik terendah, yakni Rp 200-Rp 250 per kilogram (kg) atau merosot jika dibandingkan dengan awal musim panen bulan Juni 2019 yang berkisar Rp 500-Rp 600 per kg. Angka itu bahkan jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan tahun 2018 yang ada di kisaran Rp 1.600 per kg atau tahun 2017 yang pernah menembus Rp 3.000 per kg.
Sekalipun harga anjlok, stok garam hasil panen menumpuk di sejumlah lokasi karena rendahnya serapan. Di Jawa Timur, misalnya, stok garam hampir 500.000 ton. Hasan mendesak pemerintah segera menetapkan harga pokok pembelian (HPP) garam untuk melindungi petambak garam rakyat dari ketidakpastian harga.
”Harga, pasar, dan standar kualitas garam ditentukan oleh industri. Patut dipertanyakan, harga yang tidak menentu ini permainan siapa,” katanya.
Serapan rendah
Petambak makin terpuruk karena produksi garam yang meningkat tak dibarengi peningkatan penyerapannya oleh industri. Kualitas garam rakyat selalu dituding tidak memenuhi standar industri. Namun, pemerintah justru menaikkan kuota impor garam untuk industri dari 2,7 juta ton tahun lalu jadi 2,9 juta ton tahun ini.
Hasan mengemukakan, rencana pemerintah untuk menaikkan kuota impor garam akan makin menggerus penyerapan garam lokal dan semangat petambak untuk meningkatkan produksi. Peningkatan kuota impor juga dinilai bertentangan dengan target pemerintah untuk mencapai swasembada garam nasional pada 2021.
Hasan meminta kebijakan impor garam tahun 2020 menyesuaikan data produksi, stok garam dalam negeri, dan kebutuhan nasional. ”Impor garam untuk industri diharapkan terkendali dan bisa diawasi sehingga tak mengganggu produksi garam rakyat,” katanya.
Secara terpisah, Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan Aryo Hanggono menyatakan, kadar NaCl garam rakyat berkisar 87-91 persen. Badan Pengkajian Penerapan Teknologi bekerja sama dengan PT Garam sedang membuat pabrik pencucian garam untuk meningkatkan kadar NaCl garam rakyat menjadi 99 persen atau sesuai standar industri. Dengan demikian, garam rakyat bisa diolah untuk memenuhi kebutuhan industri.
Di sisi produksi, pemerintah sedang mengkaji subsidi untuk penyediaan kolam air tua guna meningkatkan kualitas garam. Selain itu, infrastruktur pengangkutan juga dibangun untuk mengefisienkan biaya produksi. Pihaknya berharap ada sertifikasi nasional Indonesia (SNI) garam rakyat agar lebih diterima pasar.
Di lain pihak, distribusi harus dibenahi untuk melindungi harga. Harga garam rakyat kerap dipermainkan oleh pengepul yang kadang berkedok koperasi. Di Indramayu, misalnya, garam dari petambak dibeli koperasi dengan harga Rp 150 per kg, tetapi dijual oleh koperasi dengan harga Rp 350 per kg.