Pengoperasian jalan tol dimaksudkan untuk mempercepat perjalanan dari satu titik ke titik yang lain. Namun, pemahaman pengguna dalam berlalu lintas mesti membaik. Jika tidak, tujuan pembangunan tol tidak optimal.
Oleh
Norbertus Arya Dwiangga Martiar
·3 menit baca
Mobilitas orang akan meningkat menjelang dan setelah Natal dan Tahun Baru. Kendati tidak semasif periode Lebaran, pergerakan orang ataupun kendaraan pada Natal 2019 dan Tahun Baru 2020 dapat menjadi pembelajaran untuk persiapan mudik Lebaran 2020.
Pada momen Natal dan Tahun Baru, sebagian besar pergerakan yang terjadi adalah arus wisata atau liburan, selain pergerakan pulang ke kampung halaman. Sebagian besar pergerakan orang terpusat di Jawa. Wajar, karena sekitar 150 juta penduduk Indonesia ada di Jawa.
Meskipun momen seperti hari besar, mudik, dan liburan selalu terjadi setiap tahun, ada perubahan yang patut dicermati karena berdampak pada perubahan pola mobilitas orang dan barang, yakni infrastruktur konektivitas yang bertambah.
Penambahan itu dimulai pada 2015 ketika Jalan Tol Cipali mulai beroperasi. Kemudian, secara bertahap, jaringan Tol Trans-Jawa ke arah timur beroperasi, yang saat ini berakhir di Probolinggo, Jawa Timur.
Pengoperasian jalan tol, sebagai jalan alternatif dari jalan arteri, turut mengubah pola mobilitas orang. Misalnya, setelah Tol Trans-Jawa beroperasi, angkutan penumpang yang menawarkan perjalanan melalui Tol Trans-Jawa sepenuhnya semakin diminati masyarakat. Beberapa operator bus, yang sebelumnya hanya melayani trayek dari Jakarta menuju kota-kota di Jawa Tengah, kini melebarkan sayap hingga ke Jawa Timur.
Bus antarkota antarprovinsi atau bus jarak jauh—yang kerap disebut sebagai bus malam karena menempuh perjalanan di malam hari—kini semakin banyak menawarkan perjalanan yang dimulai pada pagi hari. Sebelum matahari terbenam, bus sudah tiba di tujuan di Jawa Tengah. Waktu tempuh lebih cepat karena bus melintas di jalan tol.
Contoh lain terjadi di koridor Jakarta-Cikampek. Selama bertahun-tahun, mobilitas orang dan barang bertumpu di Jalan Tol Jakarta-Cikampek. Kepadatan lalu lintas tak terhindarkan.
Kini, pola lalu lintas di koridor tersebut akan berubah setelah Jalan Tol Layang Jakarta-Cikampek II beroperasi. Keberadaan tol ini akan mendorong sebagian masyarakat untuk mencobanya dengan kendaraan pribadi.
Pada hari pertama pengoperasian Jalan Tol Layang Jakarta-Cikampek II, kendaraan golongan I yang melintas sebanyak 2.600 unit per jam di satu jalur. Keberadaan tol ini diperkirakan akan meningkatkan lalu lintas harian secara keseluruhan sekitar 5,8 persen, dari 413.000 unit menjadi 437.000 unit. Kebanyakan adalah kendaraan pribadi.
Di Sumatera, setelah ruas Tol Terbanggi Besar-Pematang Panggang-Kayu Agung resmi beroperasi pada November 2019, pola lalu lintas kendaraan berubah. Jika sebelumnya Lampung-Palembang ditempuh sekitar 12 jam, kini waktu tempuh menjadi setengahnya, karena keberadaan jalan tol sepanjang 329 kilometer itu.
Kondisi ini akan menarik orang untuk mencoba jalan tol, termasuk untuk bepergian. Maka, dalam konteks Natal dan Tahun Baru, yang patut dicermati adalah potensi penumpukan kendaraan di pelabuhan penyeberangan.
Sejalan dengan itu, Kementerian Perhubungan memprediksi, penumpang angkutan umum pada periode Natal 2019 dan Tahun Baru 2020 turun 0,18 persen, dari 16,43 juta penumpang menjadi 16,41 juta penumpang.
Penumpang angkutan bus, kereta, angkutan laut, dan angkutan penyeberangan naik, sedangkan angkutan udara diprediksi turun. Kendaraan pribadi masih mendominasi dengan sebagian besar memanfaatkan jalan tol.
Penggunaan jalan tol tak hanya mendorong mobilitas jarak jauh, tetapi juga antarkota yang berdekatan, misalnya Yogyakarta-Solo-Semarang atau Surabaya-Malang.
Panjang jalan tol yang bertambah perlu diimbangi dengan pemahaman berlalu lintas yang lebih baik. Dengan demikian, keberadaan jalan tol untuk mempercepat pengguna tiba di tujuan tercapai.