JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah menyiapkan kawasan percontohan untuk budidaya lobster di Tanah Air. Berbagai hambatan perlu diatasi agar budidaya lobster bisa efisien.
Salah satu hambatan yang mesti segera diatasi adalah kondisi logistik.
Rencana pembangunan kawasan percontohan budidaya lobster itu seiring rencana pemerintah merevisi Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 56/2016 tentang Larangan Penangkapan dan Pengeluaran Lobster (Panulirus spp), Kepiting (Scylla spp), dan Rajungan (Portunus spp) dari Wilayah Negara RI. Ketentuan itu meliputi larangan penangkapan benih lobster untuk diekspor ataupun budidaya.
Direktur Jenderal Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Slamet Soebjakto mengemukakan, kajian terkait revisi Permen KP No 56/2016 masih berlangsung. Namun, pihaknya menyiapkan langkah-langkah jika kebijakan penangkapan benih lobster untuk tujuan budidaya kembali dibuka.

”Saya ditugasi (menteri) menyiapkan berbagai kemungkinan untuk budidaya lobster. Kalau sampai lima tahun ke depan (budidaya) tidak berhasil, itu kegagalan kami,” katanya, dalam Diskusi Kelompok Terfokus tentang Budidaya Lobster di Jakarta, Kamis (19/12/2019).
Kawasan budidaya lobster direncanakan dimulai di Lombok, Nusa Tenggara Barat. Sebab, kegiatan penangkapan benih lobster dan budidaya sudah berkembang di wilayah itu. Proyek percontohan direncanakan untuk 1.000 lubang. Pola budidaya, dan teknologi pembesaran, sedang disiapkan.
”Potensi benih lobster yang luar biasa, kenapa tidak didorong untuk budidaya. Tujuan kita adalah peningkatan ekspor lobster konsumsi karena nilai ekspor tinggi dan mendatangkan devisa,” kata Slamet.
Slamet menambahkan, kawasan budidaya dibuat terintegrasi dengan sentra pakan lobster. Kebutuhan pakan, seperti kerang-kerangan, ikan rucah, dan udang akan dipenuhi dengan membuat sentra pakan di dekat lokasi budidaya, antara lain sentra kerang hijau.

Direktur Perbenihan KKP Coco Cocarkin mengemukakan, KKP juga akan bekerja sama dengan Universitas Tasmania, Australia, untuk perbenihan lobster mulai Februari 2020. Universitas itu telah menemukan teknologi perbenihan yang dapat dikembangkan dalam skala komersial.
Prestise
Peneliti budidaya lobster KKP Bayu Priyambodo menilai budidaya lobster merupakan budidaya prestise. Selama ini, budidaya lobster di dunia baru sebatas pembesaran benih. Peta budidaya lobster akan berubah dengan penemuan metode pembenihan lobster.
”Permintaan lobster dunia lebih tinggi dibandingkan pasokannya sehingga satu-satunya cara untuk memenuhi permintaan lobster adalah dengan budidaya,” katanya.

Bayu menambahkan, gugusan kepulauan Indonesia merupakan surga pemijahan lobster. Namun, benih lobster di alam hanya memiliki tingkat hidup antara 0,0001 dan 1 persen. Jika dibudidayakan dengan teknologi yang tepat, tingkat hidup benih lobster hingga ukuran dewasa bisa mencapai 70-80 persen.
Tantangan budidaya lobster adalah hasil produksi yang tidak sebagus lobster hasil tangkapan, baik dari segi warna maupun tingkat nutrisi. Ada juga ancaman penyakit. Tantangan ini perlu diatasi agar hasil budidaya dapat diserap pasar.
Peneliti budidaya KKP Ketut Sugama mengemukakan, kunci sukses budidaya lobster adalah sistem, sumber daya manusia, dan pengaturan pakan.
Ketua Himpunan Pembudidaya Ikan Laut Indonesia Effendy mengaku telah memulai pembesaran lobster sekitar 10 tahun lalu. Regulasi yang melarang penangkapan lobster untuk budidaya telah menghambat usahanya. Ia mengaku sembunyi-sembunyi membesarkan lobster dengan benih yang dipasok nelayan.

Dari 200 petak miliknya, produksi lobster sebanyak 500 kilogram (kg) hingga 1 ton per siklus. Masa produksi 8-12 bulan untuk menghasilkan lobster berukuran 800 gram hingga 1 kg. Harga jual lobster mutiara Rp 1,2 juta-Rp 1,4 juta per kg, sedangkan ekspor lobster pasir Rp 300.000-Rp 400.000 per kg.
Ketua Dewan Pembina Asosiasi Lobster Lombok Mahnan Rasuli mengingatkan, sejauh mana budidaya lobster dapat menyerap benih yang ditangkap nelayan. Tanpa penyerapan benih yang optimal, pendapatan nelayan akan hancur.
Di Lombok, tingkat penyelundupan benih lobster bisa mencapai 11 juta ekor per tahun. Adapun serapan benih lobster secara nasional hanya 1 juta ekor per tahun. ”Jika hanya terserap 1 juta ekor, sisa benih (lobster) mau diapakan?” katanya.
Sehari sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo menegaskan bahwa pemerintah terus mengkaji dua opsi terkait revisi Permen KP No 56/2016, yakni membuka ekspor benih lobster, dan mengembangkan budidaya lobster. Pihaknya tidak akan mundur sekalipun ekspor benih lobster menuai pro kontra.