Pertamina membuka akses data keuangan dan seluruh transaksi yang dilakukannya. Keseluruhan data dicatatkan dalam sistem digital yang bisa diakses langsung oleh Direktorat Jenderal Pajak.
Oleh
ARIS PRASETYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — PT Pertamina (Persero) menandatangani nota kesepahaman dengan Direktorat Jenderal Pajak pada Kementerian Keuangan dalam hal pengintegrasian data perpajakan perusahaan secara digital. Kesepakatan tersebut diharapkan bisa menciptakan efisiensi audit perpajakan di Pertamina dan mengurangi risiko kesalahan dalam pembayaran pajak.
BUMN lain diminta mengikuti langkah Pertamina yang dianggap sebagai terobosan baru terkait data perpajakan.
Nota kesepahaman ditandatangani Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo dan Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati, Kamis (19/12/2019), di Jakarta. Turut menyaksikan penandatanganan itu adalah Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara dan Wakil Menteri BUMN Budi Gunadi Sadikin. Kerja sama pengintegrasian data perpajakan secara digital tersebut adalah yang pertama oleh Pertamina.
Dengan sistem yang terintegrasi, Pertamina membuka akses data keuangan dan seluruh transaksi yang dilakukan Pertamina. Keseluruhan data dicatatkan ke dalam sebuah sistem digital yang bisa diakses langsung oleh Direktorat Pajak. Selain bisa diakses kedua pihak, transparansi dan pembaruan data perpajakan bisa dilakukan secara langsung (real time).
”Dengan model konvensional, kami harus menerjunkan 12-16 petugas pajak untuk mengaudit perpajakan Pertamina. Jumlah itu tak diperlukan lagi melalui sistem terintegrasi secara digital sehingga bisa menghemat sumber daya petugas kami,” ujar Suryo.
Suryo melanjutkan, sistem yang terintegrasi secara digital akan menciptakan transparansi data keuangan perusahaan BUMN. Hal ini bisa menghindarkan dari praktik-praktik yang mengarah pada penyelewengan. Pihaknya berharap BUMN lain, di luar Pertamina, mengikuti langkah serupa, yaitu mengintegrasikan data perpajakan secara digital.
Direktur Intelijen Perpajakan Pontas Pane menambahkan, Pertamina adalah salah satu pembayar pajak terbesar di Indonesia. Pajak yang disetorkan semua BUMN Indonesia berkontribusi terhadap 60 persen perolehan pajak secara nasional. Namun, katanya, sistem integrasi data perpajakan secara digital ini belum tentu serta-merta akan menaikkan perolehan pajak negara.
”Semua bergantung pada seberapa banyak transaksi yang dilakukan. Yang jelas sistem ini menciptakan transparansi antara wajib pajak dengan kami dari Direktorat Jenderal Pajak,” ujar Pontas.
Sementara itu, menurut Nicke, keuntungan bagi Pertamina dengan model kerja sama ini adalah memberi kepastian hukum mengenai jumlah kewajiban pajak perusahaan sebelum penyusunan surat pemberitahuan pajak (SPT).
Selain itu, sistem yang transparan menghindarkan perusahaan pada risiko kekurangan bayar. Hal yang tak kalah penting lainnya adalah transparansi mempersempit celah negosiasi yang bisa berujung korupsi apabila ada sengketa tentang nilai pajak yang harus dibayarkan.
”Tahun lalu adalah pencapaian terbesar Pertamina dalam hal pembayaran pajak dan pembagian dividen. Totalnya Rp 120 triliun dengan nilai penjualan pada 2018 sebesar 58 miliar dollar AS (setara Rp 812 triliun),” kata Nicke.
Inisiatif digitalisasi perpajakan antara Pertamina dan Direktorat Jenderal Pajak telah dimulai sejak awal 2018. Integrasi data perpajakan tersebut diwujudkan secara digital yang ditandai dengan implementasi e-faktur dan host to host Pajak Pertambahan Nilai untuk seluruh transaksi penjualan dan pembelian oleh Pertamina.