JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah Indonesia bersama negara-negara tujuan penempatan pekerja migran meningkatkan komitmen bilateral. Komitmen itu untuk mencegah tenaga kerja ilegal masuk ke negara-negara tujuan.
Selain memperketat pengawasan di pintu pemberangkatan, diselenggarakan juga program pemulangan pekerja.
Kepala Biro Hubungan Masyarakat Kementerian Ketenagakerjaan Soes Hindharno, Minggu (21/4/2019), di Jakarta, mengatakan, penempatan pekerja migran secara nonprosedural telah menjadi perhatian dunia internasional. Organisasi Buruh Internasional (ILO), misalnya, menyoroti negara-negara yang masih mau menerima pekerja migran ilegal.
Soes mengakui, sejak Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia disahkan pada November 2017, masih ada kasus pekerja migran Indonesia. Kasus ini khususnya pada sektor informal, yakni diberangkatkan tidak sesuai prosedur yang sah.
Menurut Soes, pada 2019, Pemerintah Jordania mengeluarkan program amnesti atau pengampunan atas pelanggaran hukum. Salah satu realisasi program ini adalah pemulangan pekerja migran ilegal. Pada April 2019, sebanyak 51 pekerja migran Indonesia tidak berdokumen sah dan bekerja di sektor informal sebagai pekerja rumah tangga dipulangkan ke Indonesia. Mereka mengikuti program itu.
Sekitar 35 orang dari 51 pekerja migran Indonesia itu berasal dari Jawa Barat. Sisanya dari Banten, Nusa Tenggara Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.
Ikut program
Kepala Subdirektorat Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Kementerian Ketenagakerjaan Yuli Adiratna mengungkapkan, pekerja migran Indonesia yang mengikuti program amnesti dari Pemerintah Jordania telah berdomisili lebih dari delapan tahun. Mereka bermasalah karena berstatus pekerja tanpa dokumen kerja legal.
Sebelum April 2019, sudah ada 38 pekerja migran Indonesia ilegal yang pulang ke Tanah Air karena mengikuti program itu. Masih ada sekitar 1.040 pekerja migran Indonesia yang menunggu giliran pulang.
Program amnesti Pemerintah Jordania dibuka sejak 12 Desember 2018 dan berakhir 12 Juni 2019. Pemerintah Indonesia membantu memulangkan pekerja migran itu.
Selain Jordania, Soes mengemukakan, Pemerintah Arab Saudi juga pernah menyelenggarakan program yang sama.
Pemerintah Malaysia juga kerap menyelenggarakan program pemulangan bagi pekerja migran ilegal. Pelaksanaannya menggandeng pihak swasta sehingga ongkos pulang menjadi mahal.
Perlindungan
Di dalam negeri, Kementerian Ketenagakerjaan bersama lintas kementerian dan lembaga berupaya meningkatkan perlindungan saat proses sebelum pemberangkatan pekerja migran. Misalnya, pengurusan dokumen legal kebutuhan bekerja di luar negeri dilakukan di kantor layanan terpadu satu atap. Pemerintah daerah, mulai dari provinsi sampai desa, dilibatkan dalam pengawasan.
Soes mengungkapkan, UU No 18/2017 mengamanatkan sekitar 23 peraturan turunan pelaksana yang harus selesai disusun selama dua tahun. Dari jumlah itu telah disederhanakan menjadi sekitar 14 peraturan.
”Sampai sekarang, pembahasan peraturan turunan yang diamanatkan UU No 18/2017 masih berjalan. Kendala utamanya adalah sinkronisasi dengan peraturan yang sudah ada di kementerian atau lembaga lain,” ujar Soes.
Contohnya, rancangan peraturan pemerintah tentang perlindungan pekerja migran Indonesia yang berprofesi sebagai anak buah kapal. Profesi ini diatur pada salah satu regulasi Kementerian Perhubungan. (MED)