JAKARTA, KOMPAS — PT Pertamina kembali menjadi mitra pengelola kilang gas alam cair (LNG) Badak yang berlokasi di Bontang, Kalimantan Timur. Fasilitas LNG kelas internasional itu merupakan salah satu yang tertua di dunia dan telah beroperasi sekitar 40 tahun.
Saat ini, ketersediaan cadangan gas di Kalimantan dinyatakan sedang menurun. Dalam rangka menjamin keberlangsungan dan kesinambungan bisnis gas di Kalimantan, pengelolaan fasilitas LNG senilai Rp 16 triliun itu kini melibatkan Lembaga Manajemen Aset Negara (LMAN) selaku pemilik aset, PT Pertamina selaku mitra pengelola, dan PT Badak NGL selaku operator. Sebelumnya, pengelolaan kilang LNG Badak hanya melibatkan PT Badak NGL dan LMAN.
Tanda tangan kesepakatan itu digelar pada Jumat (28/12/2018) di Hotel Borobudur, Jakarta. Acara itu itu dihadiri oleh Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo, Direktur Jenderal Kekayaan Negara Isa Rachmatarwata, Direktorat Jenderal Migas dan Direktur Pemasaran Korporat PT Pertamina Basuki Trikora Putra, SVP Gas & LNG Management PT Pertamina Tanudji Darmasakti, Presiden Direktur PT Badak NGL Didik Sasongko Widi, serta Direktur Utama LMAN Rahayu Puspasari. Hadir pula jajaran dari Kementerian ESDM dan SKK Migas.
”Penandatanganan ini merupakan upaya kita bersama untuk mencari solusi dalam mempertahankan operasi kilang LNG Badak, serta menjamin kesinambungan dan ketersediaan energi nasional pasca-penurunan cadangan gas di Kalimantan,” kata Mardiasmo. Optimalisasi aset kilang itu diharapkan dapat turut meningkatkan penerimaan negara bukan pajak.
Sebelumnya, melalui surat Nomor S-598/MK.6/2018 tanggal 20 Desember 2018, Menteri Keuangan telah menugaskan Pertamina untuk menjadi Mitra Pengelolaan BMN Aktiva Kilang LNG Badak.
Vice President Corporate Communications PT Pertamina Adiatma Sardjito menyampaikan dalam keterangan pers, Pertamina telah menjalankan bisnis LNG di Indonesia sejak 1974.
”Peran Pertamina di dalam bisnis LNG dan pengelolaan aset kilang LNG Badak bukan hanya untuk kepentingan Pertamina semata, melainkan juga untuk kepentingan nasional. Produk hasil kilang LNG Badak menghasilkan liquefied natural gas (LNG) yang sampai saat ini telah dikirimkan ke Jepang, Korea, dan Taiwan sebagai konsumen terbesar. Kilang LNG Badak juga menghasilkan liquefied petroleum gas (LPG) yang sampai saat ini dijual untuk pasar domestik,” kata Adiatma.
Rahayu mengatakan, kilang LNG Badak telah menghasilkan kontribusi kepada pendapatan negara bukan pajak senilai Rp 876 miliar sepanjang 2018. ”Mengenai target tahun depan, karena reserve migas mulai turun, kami akan menyesuaikan dengan itu,” ujarnya.
Basuki menambahkan, pihaknya berencana mengembangkan skema bisnis baru ke depan dalam rangka mengoptimalkan potensi bisnis kilang LNG Badak. ”Beberapa bisnis yang akan dikembangkan dalam pengelolaan bisnis di luar LNG di antaranya pengembangan LPG transhipment, HSS training, dan tetap menjaga skill atau knowledge pekerja di bidang LNG untuk mengembangkan proyek LNG di seluruh dunia,” ujarnya.