JAKARTA, KOMPAS — Ruang fiskal yang masih sempit berpotensi menahan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun depan. Di tengah gejolak ekonomi global, stimulus pertumbuhan ekonomi paling signifikan berasal dari konsumsi. Sebab, kinerja ekspor dan investasi masih sulit diprediksi.
Berdasarkan data Kementerian Keuangan, ruang fiskal dalam proyeksi APBN 2018 sebesar 13,8 persen terhadap belanja negara atau Rp 306,46 triliun, yang pada 2019 diperkirakan membesar menjadi 16,8 persen atau Rp 393,78 triliun. Adapun ruang fiskal dalam APBN 2017 sebesar Rp 149,3 triliun.
Ruang fiskal menjadi tolok ukur fleksibilitas pemerintah dalam merespons tantangan global dan mendukung pembangunan nasional. Dalam APBN, ruang fiskal dihitung dari selisih antara total belanja dan belanja non-diskresioner, seperti belanja pegawai, pembayaran bunga, subsidi, dan transfer ke daerah.
Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia Ari Kuncoro kepada Kompas, Rabu (26/12/2018), mengatakan, ruang fiskal 2019 mesti diperluas untuk menstimulasi pertumbuhan ekonomi. Ketidakpastian global menyebabkan kinerja ekspor dan investasi sulit diprediksi sehingga konsumsi rumah tangga dan pemerintah menjadi tumpuan.
Ruang fiskal dapat diperbesar tanpa harus mengurangi porsi belanja yang sudah diatur undang-undang, seperti pendidikan, kesehatan, dana alokasi umum, dan dana desa. Hal terpenting justru memastikan anggaran digunakan untuk kegiatan produktif yang bisa mengungkit pertumbuhan ekonomi. Kegiatan produktif berarti mampu menciptakan efek berganda yang cukup besar.
”Anggaran pendidikan, misalnya, harus diaudit kalau hanya digunakan untuk gaji pegawai, karena pasti tidak punya daya dorong (terhadap pertumbuhan ekonomi). Penggunaannya yang diutak-atik, bukan dengan penghematan,” kata Ari.
Pemerintah juga harus memastikan anggaran yang disalurkan ke daerah terus berputar, tidak mengendap di perbankan, institusi, atau surat utang negara. Daerah yang terbukti mengendapkan anggaran mesti mendapat disinsentif untuk memberi efek jera. Intinya, aktivitas ekonomi harus tetap menggeliat untuk mendorong peningkatan konsumsi sebagai pengungkit ekonomi.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia 2019 diperkirakan sama seperti tahun ini. Bank Dunia dan sejumlah ekonom memproyeksikan pertumbuhan ekonomi 2018 dan 2019 sebesar 5,2 persen. Sementara, pemerintah dan DPR menargetkan 5,3 persen.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan III-2018 sebesar 5,17 persen, dengan produk domestik bruto (PDB) Rp 3.835,6 triliun.
”Ruang fiskal 2019 bisa diperluas ke 20 persen agar pertumbuhan konsumsi menopang ekspor yang lesu dan investasi yang belum pulih,” kata Ari.
Lebih produktif
Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Askolani menyampaikan, pemerintah berupaya memperbesar ruang fiskal melalui pengalihan dari belanja konsumtif menjadi lebih produktif, serta peningkatan penerimaan negara. Reformasi kebijakan belanja tersebut konsisten sejak 2014.
Pemerintah terus meningkatkan alokasi anggaran untuk pendidikan, pembangunan infrastruktur, perlindungan sosial, dan kesehatan. Di sisi lain, alokasi untuk subsidi energi diturunkan secara bertahap.
Pada 2019, subsidi energi ditargetkan turun 3,5 persen dari Rp 163,5 triliun dalam proyeksi APBN 2018 menjadi Rp 160 triliun pada 2019.
Reformasi kebijakan belanja pada 2018 antara lain berupa peningkatan perencanaan anggaran berbasis kinerja dan efisensi belanja operasional. Sementara, pada 2019 melalui sinergi pengalokasian belanja bantuan sosial di pusat dan daerah.
Dalam nota keuangan APBN 2019, ruang fiskal yang terbatas menjadi salah satu fokus pemerintah. Keterbatasan ruang fiskal perlu upaya mobilisasi pendapatan. Upaya itu, antara lain, berupa pendanaan infrastruktur yang melibatkan swasta dan BUMN melalui kerja sama pemerintah dan badan usaha (KPBU).
Kepala Ekonom dan Riset PT Bank UOB Indonesia Enrico Tanuwidjaja menambahkan, ruang fiskal bisa digunakan untuk menstimulasi pertumbuhan ekonomi, tetapi harus tetap berhati-hati. Tekanan eksternal pada semester I-2019 akan cukup besar sehingga pemerintah disarankan mengutamakan kebijakan untuk stabilitas dibandingkan peningkatan pertumbuhan.
”Ruang fiskal bisa menaikkan momentum pertumbuhan pada semester II-2018,” kata Enrico.