SEMARANG, KOMPAS – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan menertibkan penyelenggaraan layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi atau peer to peer (P2P) lending. Penertiban akan dilakukan, baik kepada perusahaan yang sudah terdaftar maupun berizin, jika terbukti melanggar.
OJK melalui Satuan Tugas (Satgas) Waspada Investasi melakukan sejumlah tindakan untuk memutus mata rantai aliran dana terkait kegiatan P2P ilegal.
Kepala OJK Regional 3 Jawa Tengah dan DI Yogyakarta, Aman Santosa, Jumat (14/12/2018) menyatakan, P2P merupakan alternatif pendanaan yang mempermudah akses keuangan masyarakat. Namun, masyarakat harus benar-benar memahami risiko, kewajiban, dan biaya saat berinteraksi dengan P2P supaya terhindar dari hal-hal yang bisa merugikan.
“Sesuai dengan Peraturan OJK Nomor 77 Tahun 2016 tentang layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi, OJK mengawasi penyelengara P2P yang berstatus terdaftar atau berizin. Secara nasional hingga 12 Desember 2018, telah terdapat 78 penyelenggara,” ujar Aman.
Deputi Komisioner Humas dan Manajemen Strategis OJK, Anto Prabowo menyebutkan, tren pembiayaan baru melalui P2P Fintech telah berkembang cukup signifikan. Dari sisi pembiayaan, tercatat Rp 845,42 miliar, terdiri dari 172.142 orang peminjam. Di sisi pinjaman, per Oktober 2018, tercatat Rp 164,43 miliar dengan jumlah nasabah 13.388 orang.
Fungsi perlindungan konsumen dan penyelesaian pengaduan masih menjadi salah satu fokus perhatian OJK. Pendataan sampai Oktober 2018, jumlah pengaduan konsumen yang masuk ke OJK Regional 3 Jateng dan DIY mencapai 319 pengaduan dengan pengaduan tertinggi pada sektor perbankan. Pengaduan sektor perbankan sebanyak 293, sedangkan sisanya masih dalam proses klarifikasi.
Pada bagian lain, Aman Santosa mengemukakan, sektor perbankan Jateng sampai posisi Oktober 2018, tumbuh menggembirakan. Pertumbuhan aset perbankan mencapai Rp 406,34 triliun atau tumbuh sebesar 6,71 persen (year on year). Kredit tersalur mencapai Rp 297,83 triliun atau tumbuh sebesar 9,09 persen (yoy) dan dana pihak ketiga yang terhimpun sebesar Rp 307,83 triliun atau naik sebesar 9.09 persen (yoy).
“Pertumbuhan kredit di Jateng diikuti kualitas kredit yang lebih baik, tercermin dari rasio kredit yang bermasalah (non performin loan) sebesar 3,10 persen, sedikit lebih kecil dibanding tahun 2017 sebesar 3,11 persen (yoy),” kata Aman Santosa.
Berdasarkan data OJK, penyaluran kredit di Jateng terbanyak untuk keperluan kredit modal kerja, yaitu sebesar Rp 163,27 triliun. Kredit modal kerja mengambil porsi 54,92 persen dari total pembiayaan.
Aman menambahkan, sektor pasar modal pada Oktober 2018, tercatat jumlah SID (single investor identity) di Jateng sebanyak 75.331 atau tumbuh 35,97 persen (yoy) dengan nlai transaksi saham sebesar Rp 4,92 triliun.