JAKARTA, KOMPAS-- Pasar modal berperan strategis dalam pembiayaan investasi untuk mencapai proyeksi target pertumbuhan ekonomi. Namun, pasar modal masih rentan terhadap guncangan ekonomi global dan kerap ditinggalkan investor asing.
Staf Ahli Bidang Kebijakan dan Regulasi Jasa Keuangan dan Pasar Modal Kementerian Keuangan Arif Baharudin mengatakan, Indonesia memerlukan investasi setidaknya Rp 5.600 triliun untuk mencapai pertumbuhan ekonomi 5,3 persen pada 2019.
“Untuk memenuhi kebutuhan investasi tersebut, diperlukan sumber pembiayaan dari berbagai instrumen investasi seperti kredit perbankan, pasar modal, obligasi, dan dana internal masyarakat,” ujarnya di Jakarta, Kamis (22/11/2018).
Sumber pembiayaan terbesar, lanjut Arif, diharapkan dari dana masyarakat, yakni 66-72 persen dari total kebutuhan. Sementara, bauran investasi pasar modal dan obligasi berperan besar sebagai penyumbang investasi dengan porsi 12,9-14,2 persen.
Sejauh ini, menurut Arif, kendala yang dihadapi pasar modal adalah basis investor yang masih rendah, khususnya investor domestik. Sementara, sekitar 40 persen dari transaksi harian di pasar saham Indonesia dilakukan investor asing.
Penambahan investor tahun ini sebanyak 200.000 nomor tunggal identitas investor (SID). Berdasarkan data PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), per 19 November 2018, keseluruhan investor saham di BEI mencapai 829.426 SID. Adapun jumlah total investor pada seluruh instrumen di BEI mencapai 1,56 juta SID.
“Jumlah ini relatif kecil jika dibandingkan dengan total penduduk Indonesia yang sebanyak 250 juta jiwa. Hal ini menjadi indikasi literasi keuangan di Indonesia masih rendah,” ujarnya.
Berdasarkan data BEI, investor asing di pasar reguler bursa saham membukukan penjualan bersih hingga Rp 44,43 triliun sejak awal tahun ini. Akibatnya, sejak awal tahun ini hingga kemarin, indeks harga saham gabungan (IHSG) terkoreksi 5,74 persen ke level 5.990,81.
Masih dangkal
Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Hoesen menyebutkan, pasar modal dalam negeri masih dangkal sehingga rentan terhadap guncangan ekonomi global dan kerap ditinggalkan investor asing.
“Padahal semua sepakat Indonesia punya potensi bagus, bonus demografi yang tinggi, tapi pasar keuangan masih dangkal,” kata Hoesen. (DIM)