JAKARTA, KOMPAS – Masalah kelembagaan mendominasi keluhan masyarakat terkait program penyediaan perumahan atau properti. Kebanyakan keluhan itu terutama menyangkut hunian vertikal berupa apartemen atau rumah susun sederhana milik.
Hingga saat ini keluhan yang tercatat mencakup masalah kelembagaan sebanyak 62 persen, masalah pengelolaan sebanyak 25 persen, dan masalah Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) sebanyak 13 persen. Aduan dan keluhan masyarakat itu disampaikan kepada Satuan Tugas Pemantauan dan Pengawasan Program Sejuta Rumah (P2PSR).
“Pengaduan terbanyak bidang perumahan adalah masalah pengelolaan rusunami atau apartemen, yaitu Perkumpulan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun (P3SRS). Ada juga keluhan tentang lokasi perumahan yang ternyata kena dampak banjir,” kata Direktur Jenderal Penyediaan Perumahan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Khalawi Abdul Hamid, Minggu (11/11/2018), di Jakarta.
Pengaduan atau keluhan terkait hunian vertikal itu antara lain lambatnya penyerahan unit, lamanya penyelesaian akta jual beli (AJB) maupun Sertifikat Hak Milik atas Satuan Rumah Susun (SHMSRS), serta konflik pembentukan P3SRS pengelolaan barang bersama serta milik bersama. Selain itu, masih adanya pengembang yang cedera janji dengan tidak melaksanakan pembangunan rusun atau apartemen hingga selesai atau pemasaran tidak sesuai dengan yang dijanjikan.
Khalawi memastikan, pemerintah melalui Satgas P2PSR akan tetap memantau dan menindaklanjuti berbagai aduan dengan membuat regulasi. Salah satu yang kini tengah disusun adalah peraturan Menteri PUPR yang mengatur tentang P3SRS.
Peraturan yang akan diterbitkan tahun ini itu mengatur mengenai P3SRS beserta mekanisme pembentukannya. Diharapkan, aturan itu diadopsi dalam peraturan gubernur atau peraturan daerah. “Dibutuhkan ketegasan dan keberanian pemerintah daerah mengimplementasikan termasuk penindakan bagi yang melanggar,” ujar Khalawi.
Secara terpisah, Sekretaris Jenderal Persatuan Perusahaan Real Estat Indonesia Totok Lusida berpendangan, adanya pertentangan dalam pembentukan P3SRS antara pengelola apartemen atau pengembang dengan pemilik unit apartemen karena kepentingan masing-masing pihak belum disepakati. Penyebab ketidaksepakatan tersebut tidak sama antara satu kasus dengan kasus yang lain.
Maka, lanjut Totok, agar dapat menampung kepentingan kedua belah pihak, diperlukan peraturan yang aplikatif dan proporsional. Pihaknya menyerahkan sepenuhnya terkait rencana pemerintah untuk menerbitkan peraturan baru tentang P3SRS. Dia berharap agar peraturan tersebut dapat menjadi solusi para pemangku kepentingan ke depannya.