JAKARTA, KOMPAS — Selain mengawal konstruksi delapan bendungan yang dijadwalkan selesai akhir tahun ini, pemerintah menyiapkan lelang sembilan bendungan tahun depan. Pembebasan lahan masih menjadi kendala terbesar pembangunan bendungan.
Kedelapan bendungan yang dijadwalkan selesai sampai akhir tahun ini adalah Bendungan Rotiklot di Nusa Tenggara Timur, Mila di Nusa Tenggara Barat, Kuningan di Jawa Barat, serta Gondang dan Logung di Jawa Tengah. Bendungan lainnya adalah Sei Gong di Kepulauan Riau, Sindang Heula di Banten, serta Paselloreng di Sulawesi Selatan.
Total kapasitas tampung dari delapan bendungan tersebut mencapai 288 juta meter kubik. Selesainya delapan bendungan tersebut menyusul Bendungan Tanju dan Raknamo yang telah lebih dulu selesai. Namun, dua bendungan di antaranya, Kuningan dan Paselloreng, kemungkinan akan telat karena masih ada masalah terkait pembebasan lahan. Konstruksi bendungan dipastikan selesai tahun ini.
”Kalau sudah selesai, berarti bisa untuk digenangi (impounding). Namun tidak cukup selesai konstruksi, tetapi harus bisa digenangi. Kalau yang ini selesai tahun ini bisa segera ditutup (pintu bendungannya), maka sekali periode musim hujan tampungan bendungan bisa dipenuhi,” kata Direktur Jenderal Sumber Daya Air Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Hari Suprayogi, Kamis (1/11/2018), di Jakarta.
Untuk 2019, pemerintah berencana melelang sembilan bendungan terakhir dari program pembangunan 49 bendungan baru. Kesembilan bendungan tersebut, kata Suprayogi, di antaranya Jragung di Jateng, Digul di Papua, Lambakan di Kalimantan Timur, Pelosika di Sulawesi Tenggara, Riam Kiwa di Kalimantan Selatan, Jenelata di Sulawesi Selatan, dan Tiro di Aceh.
Menurut Suprayogi, terdapat empat bendungan yang direncanakan akan dibiayai pembangunannya melalui pinjaman dari China. Keempat bendungan tersebut adalah Pelosika, Jenelata, Lambakan, dan Riam Kiwa.
”(Penyusunan) Desain dua bendungan itu mendapat hibah dari China, yaitu untuk Jenelata dan Riam Kiwa. Dua lainnya segera menyusul. Itu bendungan besar,” ujar Suprayogi.
Kepala Pusat Bendungan Ni Made Sumiarsih mengatakan, pembebasan lahan menjadi kendala utama dalam pembangunan bendungan. Tahun ini, pemerintah berencana membangun 14 bendungan baru. Sampai saat ini, tiga bendungan telah ditandatangani kontrak pembangunannya, sementara 10 lainnya masih dalam proses lelang. Namun, satu bendungan ternyata tidak bisa dilelang karena mendapat penolakan dari masyarakat, yakni Bendungan Mbay di NTT.
”Masyarakat di sana ternyata menolak. Menteri PUPR memutuskan untuk tidak jadi membangun Bendungan Mbay dan kita akan coba cari lainnya. Namun, dengan waktu singkat ini, kemungkinan besar cuma 13 bendungan yang bisa mulai dibangun tahun ini,” kata Sumiarsih.
Terkait dengan rencana pembangunan sembilan bendungan tahun depan, satu bendungan yang berlokasi di NTT dipastikan juga tidak bisa dilelang, yakni Bendungan Kolhua. Gubernur NTT telah mengirimkan surat resmi untuk pembatalan pembangunan bendungan tersebut. Sementara untuk Bendungan Mbay masih belum ada surat resmi dari kepala daerah.
Menurut Sumiarsih, pemerintah akan berusaha mengganti bendungan yang batal dibangun tersebut dengan bendungan lain. Lokasinya pun diupayakan tetap berada di provinsi yang sama. Namun, hal itu tidak mudah karena persiapan pembangunan sebuah bendungan memerlukan waktu lama.