PAMEKASAN, KOMPAS - Pemerintah Kabupaten Pamekasan, Madura, Jawa Timur terus melakukan berbagai program untuk mengokohkan Pamekasan sebagai kota batik di Jatim. Di satu dari empat kabupaten di Pulau Madura ini terdapat paling tidak 5.000 pembatik, yang membatik secara otodidak namun karyanya berkualitas dan bergengsi.
Salah satu cara melestarikan batik Pamekasan kata Bupati Pamekasan Badrut Taman, Kamis (25/10/2018) dengan rutin menggelar Gebyar Batik Pamekasan dengan lokasi di kota di luar Madura. Pertama 2017 lalu Gebyar Batik Pamekasan berlangsung di Yogyakarta, dan pada Sabtu (27/10/2018) di Dyandra Convention Surabaya.
Sampai sekarang daerah yang bebas dari batik print atau cetak hanya Pamekasan, yang pembatiknya meski otodidak dan setia membatik langsung pada kain, tanpa membuat pola terlebih dahulu
Pada Gebyar Batik Pamekasan tahun ini kata Badrut Taman, Pemkab Pamekasan akan memboyong puluhan pembatik, serta aneka ragam corak dan warna batik khas Pamekasan. "Sampai sekarang daerah yang bebas dari batik print atau cetak hanya Pamekasan, yang pembatiknya meski otodidak dan setia membatik langsung pada kain, tanpa membuat pola terlebih dahulu," katanya.
Pemkab Pamekasan sedang membangun kawasan seluas dua hektar, sebagai pusat untuk tempat pameran sekaligus pemasaran, seluruh produk pelaku UMKM kabupaten itu, termasuk menjadi pusat kuliner otentik Pamekasan.
Pada kesempatan itu Ketua Kibas Lintu Tulistyantoro menegaskan, mengokohkan Pamekasan sebagai kota atau sentra batik, sangat tepat, dan hanya perlu penambahan serta melengkapi beberapa sarana terutama agar suasana lebih nyaman.
Apalagi di kabupaten ini dari 13 kecamatan, pembatik atau sentra batik dan seluruhnya tulis itu tersebar di 11 kecamatan. Hampir seluruh batik di kabupaten ini batik tulis. Meski satu dua pembatik sudah mengembangkan batik cap terutama untuk pesanan dalam jumlah besar.
Corak dan warna batik Pamekasan sangat berbeda dengan batik dari daerah lain, termasuk dari kabupaten tetangga Bangkalan, Sampang atau Sumenep. Motif batik Pamekasan kata Lintu relatif bebas dan cenderung beramian pada corak lingkungan seperti kembang, binatang dan alam.
"Hampir semua batik Pamekasan memiliki cerita yang saling terkait, sehingga mengenakan batik Pamekasan seolah-olah sedang bercerita," ujarnya.
Keistimewaan lain antara satu kain dengan kain lainnya dapat dipastikan berbeda meskipun dalam motif sama. Keunggulan itu termasuk dalam hal pewarnaan. Jika di Solo atau Yogyakarta, selembar kain batik dengan warna cokelat, maka ditemukan cokelat keemasan di Solo atau biasa dikenal Sogan. Di di Yogyakarta, warna cokelat pada kain batiknya terasa sangat gelap.
Warna cokelat pada selembar batik Pamekasan tidak sama dengan batik lain karena ada nuansa terang, dan tidak terlalu norak, pun tidak terlalu gelap seperti warna cokelat batik Yogya.
Tumpal pada kain batik Pamekasan jelas tidak sama dengan gaya khas Solo serta Yogyakarta. Tumpal batik Pamekasan tidak lebar untuk menyebut ukuran yang tidak terlalu sempit juga.
Belum lagi isian pada bagian ujung kain batik itu, ditandai dengan pucuk yang berbentuk segitiga. "Pada tumpal kain batik Sidoarjo juga ada. Tapi berbeda, meskipun ukurannya hampir sama," kata Lintu.
Termasuk ketika kain batik dipakai semisal sarung. Tumpalnya justru di belakang atau tidak diperlihatkan, sedangkan Yogyakarta dan Solo menampilkan tumpal di depan sebagai sebagai aksen. "Paling dibutuhkan untuk pengembangan batik di Pamekasan agar semakin populer memunculkan desainer agar corak batik Pamekasan semakin unggul," katanya.
Paling dibutuhkan untuk pengembangan batik di Pamekasan agar semakin populer memunculkan desainer agar corak batik Pamekasan semakin unggul
Sekarang nyaris belum ada desainer di kabupaten yang hampir seluruh bangunan, gapura dan fasilitas umum hingga kendaraan dinas bercorak batik khas Pamekasan. Pembatik pun membatik langsung pada kain tanpa membuat pola.
"Pemkab Pamekasan perlu mencari solusi untuk mendapatkan paling tidak satu desainer dalam setahun, sehingga corak batik setempat semakin berkualitas," ujar pemerhati kain batik, Lintu yang sudah mengembangkan satu desa di Pamekasan, sentra batik sekaligus tempat belajar dan wisata.
Bukan pekerjaan berat
Mempopulerkan batik Pamekasan bukan pekerjaan berat karena kabupaten ini telah lama dikenal dengan kain batiknya lewat Pasar Tujuhbelas yang khusus untuk transaksi batik dari pembatik dan pembeli. Pasar batik itu berlangsung setiap hari Kamis dan Minggu di pagi hari.
Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Pamekasan Bambang Edy Suprapto menjelaskan, pemkab akan membawa 10 UMKM atau perajin batik ke Surabaya untuk memamerkan karya terbaik. Menunjang pengembangan batik di daerah ini juga ada SMK Batik, dan komunitas siswa pembatik.