JAKARTA, KOMPAS --Menjalankan perusahaan rintisan teknologi dengan pertumbuhan bisnis berkelanjutan, bukan hal yang mudah. Hal ini bukan semata-mata terkait kebutuhan pendanaan dan ide inovasi, melainkan cara mengelola usaha.
Wakil Kepala Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) Ricky Joseph Pesik, di sela-sela peluncuran BE-X, Jumat (19/10/2018), di Jakarta, mengatakan, rata-rata hanya 10 persen dari perusahaan rintisan bidang teknologi tetap bertahan dalam lima tahun. Kegagalan utamanya bukan dari kreasi, namun bersumber dari kapasitas mengelola bisnis.
Dia berpendapat, pengelolaan bisnis perusahaan rintisan bidang teknologi tidak berbeda dari usaha pada umumnya. Perbedaannya ada pada bentuk pendanaan yang biasanya menggunakan penyertaan investasi.
Ricky menambahkan, saat ini, di Indonesia bertebaran program inkubasi atau akselerasi bisnis bagi perusahaan rintisan bidang teknologi. Penyedia program antara lain pemodal ventura, korporasi teknologi, dan universitas. Dia menilai, kondisi tersebut berdampak positif bagi perkembangan ekosistem industri digital.
Bekraf juga mengambil peran yang sama, salah satunya melalui BE-X, akselerasi bisnis yang fokus pada upaya meningkatkan kapasitas pendiri perusahaan rintisan.
Program BE-X dilaksanakan dalam tiga tahap, yaitu rekrutmen, pelaksanaan akselerasi, dan demonstrasi. Dari proposal yang diajukan melalui laman Bekraf, Bekraf hanya akan mengambil 42 proposal terbaik.
Untuk program ini, Bekraf menggandeng Indigo, inkubator dan akselerator milik Telkom Group,
Pasar
Head of Accelerator Indigo Telkom, Jeffrey Irmawan, menceritakan, kebanyakan perusahaan rintisan bidang teknologi gagal karena tidak memiliki validasi pasar yang kuat. Dengan kata lain, produk mereka kurang diterima pasar.
"Kebiasaan yang jamak ditemukan, pendiri mengembangkan produk sesuai perspektif mereka, bukan berdasarkan persoalan masyarakat,” kata dia.
Jeffrey mengungkapkan, secara industri, masih banyak perusahaan rintisan di Indonesia yang jatuh karena produk mereka tidak memecahkan persoalan. Ada pula perusahaan rintisan yang mengikuti ide perusahaan sejenis yang lebih dulu sukses.
Program akselerasi ditujukan bagi perusahaan rintisan yang telah mempunyai validasi pasar yang kuat. Biasanya, program berisi bimbingan kapasitas dan penyertaan investasi baru.
Secara terpisah, Co-Founder dan CEO Crowde -penyedia layanan pinjam-meminjam uang berbasis teknologi informasi khusus industri pertanian- Yohanes Sugihtononugroho menceritakan, pekan ini, Crowde menerima suntikan pendanaan tahap awal dari GREE Ventures dan Crevisse Partners.
GREE Ventures merupakan perusahaan modal ventura asal Jepang, sedangkan Crevisse Partners berasal dari Korea Selatan.
Yohanes menceritakan, dana akan lebih banyak dipakai untuk program pemberdayaan dan peningkatan kapasitas petani.
"Kami menggunakan pendekatan komunitas petani. Lalu, kami mulai masuk mengedukasi petani menjadi wirausaha agrobisnis. Selama kami beroperasi, tantangan terbesar adalah mengubah paradigma mereka," ujar Yohanes. (MED)