Digital Bantu Kesetaraan
NUSA DUA, KOMPAS--Teknologi digital diyakini dapat membantu pembangunan yang inklusif di suatu negara. Meski demikian, pemanfaatan teknologi digital harus cerdas dan kritis.
Oleh karena itu, pemerintah perlu mengambil peran dengan meluncurkan kebijakan hingga berkolaborasi dengan inovator.
Mengutip organisasi nirlaba Oxfam, pembangunan inklusif adalah pendekatan pembangunan promasyarakat miskin. Pendekatan ini mempromosikan transparansi dan akuntabilitas, serta meningkatkan hasil kerja sama pembangunan melalui kolaborasi masyarakat sipil, pemerintah, dan swasta.
Pendiri dan CEO Bukalapak Achmad Zaky menyebutkan, pihaknya selalu menekankan kepada karyawan Bukalapak mengenai arti penting teknologi digital bagi kesetaraan kelas ekonomi. Hal itu ditunjukkan melalui setiap inovasi Bukalapak, laman pasar dalam jaringan.
Zaky hadir dalam diskusi "Disruptive Technology and Inclusive Development, What Works?" pada rangkaian Pertemuan Tahunan Dana Moneter Internasional-Bank Dunia 2018, Rabu (10/10/2018), di Nusa Dua, Bali.
Bukalapak, misalnya, memanfaatkan analisis data berukuran raksasa ( big data analytic ) untuk mendeteksi perilaku konsumen. Hasilnya bisa dipakai mitra penjual usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) untuk menciptakan promosi tertentu sesuai segmen konsumen yang disasar. Laman pemasaran daring ini juga menciptakan aplikasi mitra Bukalapak yang menyediakan layanan teknologi finansial hingga rantai pasok.
Menurut Bank Dunia, teknologi digital mendukung inklusi keuangan dan pembangunan. Berdasarkan Indeks Keuangan Global 2017, sebanyak 69 persen atau 3,8 miliar penduduk dunia memiliki rekening pada institusi keuangan atau melalui rekening di telepon seluler. Kepemilikan ponsel dan akses terhadap internet mendorong peningkatan inklusi keuangan.
Dukungan
Sementara itu, perusahaan teknologi raksasa memiliki caranya sendiri untuk mendukung pembangunan inklusif.
General Manager Rural Finance Business Department di Ant Financial, Peng Bo, menyebutkan, pengembangan inovasi dan bisnis teknologi finansial (tekfin) bagi masyarakat pedesaan China menempuh fase awal berupa pengembangan layanan pinjam-meminjam uang berbasis teknologi informasi. Fase ini berlangsung pada 2015-2016.
Public Policy Counsel Google Asia Pacific Brett Gerson mencontohkan, Google program Next Billion User yang berisi serangkaian inovasi aplikasi bagi negara berkembang yang kesulitan mengakses internet cepat.
Managing Director Bangladesh Rural Advancement Comittee (BRAC) Lindsay Coates berpendapat, perlu empati dalam mengembangkan dan mengimplementasikan inovasi digital bagi segmen masyarakat kelompok menengah bawah. Empati ini membuat inovasi digital bagi segmen kelompok masyarakat menengah bawah berbeda dengan inovasi digital untuk keperluan komersial.
"Institusi perlu memahami kebutuhan masyarakat ini. Setelah produk jadi, mereka harus mencoba, institusi mendampingi hingga mereka terlatih. Institusi tak bisa begitu saja menerapkan inovasi digital," katanya.
BRAC adalah organisasi yang menerima lisensi perbankan komersial dari Bank Bangladesh.
Professor and Director, Commitment to Equity Institute di Tulane University, Nora Lustig, mengemukakan, di balik perkembangan teknologi digital yang pesat, selalu ada pihak yang menang dan kalah. Dengan kata lain, ada pihak-pihak yang dapat meraih banyak keuntungan, seperti kelas menengah-atas yang lebih menguasai teknologi digital. Sementara, kelas bawah -yang tidak memiliki akses terhadap teknologi sehingga kompetensinya rendah- bisa tertinggal.
"Pemerintah perlu mengambil bagian, yakni dengan bersikap kritis terhadap setiap inovasi teknologi yang lahir dari perusahaan teknologi. Apakah bentuk ekonomi baru yang ditimbulkan disrupsi teknologi benar-benar berhasil menyejahterakan seluruh kalangan?" kata Nora. (MED)