Potensi industri keuangan dan perbankan syariah Indonesia dinilai cukup besar. Namun, dibutuhkan ekosistem yang mendukung agar pertumbuhannya lebih kencang.
JAKARTA, KOMPAS – Pengembangan ekosistem halal diyakini mampu mendukung penetrasj pasar industri keuangan syariah. Potensi pasar dinilai besar, sementara pertumbuhannya pesat. Tantangannya, literasi dan inklusi keuangan syariah yang masih rendah.
Direktur Bisnis Small Medium Enterprise (SME) dan Komersial BNI Syariah, Dhias Widhiyati, menilai penetrasi industri keuangan syariah perlu ditopang ekosistem yang tidak hanya menjadi pasar, tetapi juga produsen untuk memenuhi kebutuhan gaya hidup halal.
“Ruang perbankan syariah itu cukup besar. Jika gaya hidup halal bisa membentuk ekosistem, pengembangan industri keuangan dan perbankan syariah bisa semakin pesat,” ujarnya di Jakarta, Rabu (26/9/2018).
Berdasarkan kajian BNI Syariah, potensi perputaran uang dari industri mode halal di Indonesia bisa mencapai Rp 190 triliun. Sementara potensi di sektor wisata halal mencapai Rp 135 triliun dan industri makanan halal Rp 2.300 triliun.
Potensi itu bisa digarap dengan maksimal bila pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah juga dilibatkan dalam memenuhi permintaan pasar produk halal di Indonesia. Sebab, kebutuhan penyaluran modal untuk usaha mikro akan menumbuhkan penyaluran kredit perbankan syariah.
“Untuk mode halal saja sebagai contoh, Indonesia sudah menjadi kiblat dan punya pasar yang besar di Asia Tenggara dan Timur Tengah. Kalau pemerintah fokus pada pertumbuhan industri mode halal di Indonesia, dampaknya akan terasa bagi industri perbankan dan industri asuransi syariah,” ujar Dhias.
Hingga semester II-2018, pangsa pasar perbankan syariah di Indonesia saat ini baru mencapai 5,7 persen. Artinya, pangsa pasar perbankan konvensional saat ini masih sangat mendominasi dengan rasio mencapai 94,3 persen.
Akan tetapi, berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), perbankan syariah di Indonesia pada Juli 2018 tumbuh 14,6 persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Adapun pertumbuhan bank-bank konvensional Indonesia pada periode yang sama hanya 8,9 persen.
Literasi rendah
Sementara itu, Direktur Penelitian, Pengembangan, Pengaturan, dan Perizinan Perbankan Syariah OJK, Deden Firman Hendarsyah, optimistis pertumbuhan jumlah warga usia muda mendorong pertumbuhan pangsa pasar industri perbankan syariah.
“Pasalnya, kebutuhan generasi milenial terhadap produk halal mulai dari makanan, pakaian, wisata, hingga perjalanan umrah dan haji, semakin tinggi,” ujarnya.
Dalam rangka memenuhi kebutuhan tersebut, perbankan syariah menghadapi tantangan dalam pengembangan teknologi digital serta kolaborasi dengan industri teknologi finansial. Dengan demikian, perbankan syariah bisa menawarkan kemudahan dan kenyamanan transaksi untuk nasabah milenial.
Pihak OJK berupaya untuk terus mengembangkan literasi dan inklusi keuangan syariah yang saat ini masih tergolong masih rendah. Hingga semester II-2018, literasi keuangan syariah masih baru mencapai 8 persen, sementara inklusi keuangan syariah sebesar 11 persen.
“Salah satu caranya dengan membentuk Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah serta mensosialisasikan keuangan syariah ke sejumlah pondok pesantren,” ujarnya.
OJK bersama dengan pemerintah daerah setempat berlaku proaktif dengan melibatkan masyarakat dalam menyosialisasikan keuangan syariah serta fungsi dan peran Bank Wakaf Mikro. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan melibatkan pondok pesantren beserta tokoh agama.