JAKARTA, KOMPAS - Pengembangan koperasi di Indonesia ditengarai masih menghadapi beragam kendala, mulai aspek sumber daya manusia, pengembangan usaha, hingga pemanfaatan teknologi dan pembiayaan. Kolaborasi pemangku kepentingan dibutuhkan untuk mengatasinya.
Data Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, tercatat ada 152.714 koperasi yang benar-benar aktif saat ini. Jumlah ini berkurang dari tahun 2014 yang masih 212.570 koperasi terutama karena pembubaran koperasi yang sudah tidak aktif. Namun, kontribusinya pada produk domestik bruto nasional naik dari 1,71 persen tahun 2014, lalu 3,99 persen tahun 2016, dan diperkirakan 4,48 persen tahun 2018. (Kompas, 13 Juli 2018)
Salah satu kendala klasik yang dihadapi koperasi adalah soal pembiayaan. Namun, sejumlah cara ditempuh, seperti dengan menghilangkan persyaratan yang selama ini dinilai memberatkan koperasi dalam mengakses pinjaman.
Peraturan Menteri Koperasi dan UKM Nomor 8 Tahun 2018, misalnya, menghilangkan syarat kepemilikan nomor induk koperasi, sertifikat kompetensi bagi manajer koperasi, dan penilaian kesehatan. Direktur Utama Lembaga Pengelola Dana Bergulir Koperasi dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (LPDB-KUMKM), Braman Setyo, dalam siaran pers, Minggu (23/9/2018) menyebutkan, peraturan itu memberikan optimisme terkait penyaluran dana bergulir yang direncanakan Rp 1,2 triliun tahun ini.
Ada beberapa dokumen yang dipersyaratkan LPDB-KUMKM untuk dilampirkan koperasi dalam setiap pengajuan pinjaman. Dokumen itu antara lain daftar kebutuhan, akta pendirian koperasi, dan laporan rapat anggota tahunan.
Selain itu juga laporan keuangan, surat izin usaha, nomor pokok wajib pajak, tanda daftar perusahaan, dan bukti status kantor. "Kami optimistis mencapai target penyaluran dana bergulir tersebut," kata Braman.
Instrumen lain
Koperasi dinilai harus memanfaatkan berbagai instrumen permodalan dan pembiayaan yang selama ini belum optimal. Pembenahan tata kelola juga dibutuhkan untuk meningkatkan peran koperasi dalam perekonomian.
"Selama ini instrumen-instrumen permodalan koperasi seperti kurang dimanfaatkan," kata Deputi Bidang Kelembagaan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, Untung Tri Basuki.
Selain simpanan pokok yang bernilai sama untuk setiap anggota koperasi, kata Untung, ada pula simpanan wajib. Nilai simpanan wajib bisa bervariasi tergantung kemampuan anggota. Simpanan wajib bisa dikembangkan. Koperasi juga bisa mengeluarkan surat utang koperasi. "Sekarang tinggal mengajak koperasi mengeluarkan surat utang dengan belajar membikin prospektus, penawaran, sehingga orang tertarik," ujarnya.
Menurut Untung, ada instrumen lain yang selama tidak pernah dimanfaatkan, yakni modal penyertaan. Pemerintah pusat maupun pemerintah daerah sebetulnya juga bisa masuk dalam instrumen permodalan koperasi dalam bentuk modal penyertaan. "Program-program dan bisnis yang bersifat padat modal seharusnya bisa menggunakan instrumen-instrumen tersebut," kata Untung.
Sebelumnya, secara terpisah, Ketua Pengurus Yayasan Dharma Bhakti Astra (YDBA) Henry C Widjaja menyatakan, koperasi memenuhi kebutuhan maupun menyelesaikan masalah anggota. Dia mencontohkan saat pihaknya membangun koperasi yang menghimpun 100 lebih petani hortikultura di Tapin, Kalimantan Selatan.
Salah satu persoalan yang selalu dihadapi petani adalah ketika membeli sarana produksi pertanian. Saat bergabung baru disadari bahwa total kebutuhan para petani bukan lagi skala eceran. Ketika kelompok petani ingin meningkat jadi distributor, maka perlu nomor pokok wajib pajak, rekening koran, dan lainnya. Pendirian koperasi jadi salah satu konsekuensi.