MAGELANG, KOMPAS - Permintaan bunga dari Indonesia di Asia dan Eropa cukup tinggi. Selama ini ada 26 jenis bunga yang selalu diekspor. Pada 2017, misalnya, nilai ekspor florikultura, termasuk di dalamnya bunga dan berbagai jenis tanaman hias, mencapai 11,6 juta dollar AS.
Permintaan dari luar negeri terbilang tinggi untuk jenis bunga tertentu, seperti anggrek, melati, dan krisan. ”Untuk melati saja, misalnya, Jepang membutuhkan minimal 5 ton per hari dan Singapura membutuhkan bunga melati hingga 15 ton per hari,” ujar Direktur Buah dan Florikultura Dirjen Hortikultura Kementerian Pertanian Sarwo Edhi di sela-sela acara Agri dan Flori Expo di Kota Magelang, Jawa Tengah, Jumat (14/9/2018).
Negara tujuan ekspor anggrek adalah Jepang, Korea Selatan, Singapura, dan Belanda. Adapun negara tujuan pengiriman mawar, antara lain, adalah Jepang dan Amerika Serikat.
Khusus untuk krisan, bunga ini diminati sejumlah negara, seperti Jepang dan Belanda.
”Tidak hanya dalam bentuk bunga segar, sejumlah negara juga berminat membeli krisan dalam bentuk bibit,” ujarnya. Demi memenuhi permintaan bibit tersebut, Kementerian Pertanian telah mengembangkan bibit dari sekitar 80 varietas krisan.
Selain untuk hiasan, seperti hiasan pernikahan, menurut dia, negara-negara asing membutuhkan bunga-bunga tersebut untuk keperluan industri dan dekorasi di berbagai tempat, seperti perkantoran atau pusat perbelanjaan.
Beragam jenis bunga yang diekspor adalah hasil produksi dari berbagai tempat di seluruh Indonesia, seperti di Jawa Timur, Jawa Barat, Papua, Sulawesi Utara, dan Sulawesi Selatan.
Produksi bunga pada 2017 mencapai 481 juta tangkai, meningkat dibandingkan dengan produksi pada 2014 yang hanya 427 juta tangkai. Peningkatan produksi antara lain terjadi pada mawar, dari 173 juta tangkai menjadi 184 juta tangkai, dan produksi anggrek yang naik dari 19,7 juta tangkai menjadi 20 juta tangkai.
Sarwo mengatakan, tingginya permintaan pasar ekspor menunjukkan bahwa bunga adalah komoditas yang prospektif untuk dikembangkan. Oleh karena itu, masyarakat pun diharapkan bisa melihat hal ini sebagai peluang usaha dan menindaklanjutinya dengan memanfaatkan setiap lahan kosong, termasuk pekarangan, untuk ditanami beraneka ragam bunga.
”Jika nantinya kesulitan untuk menjual atau memasarkan hasilnya, kami siap membantu mempertemukan kelompok-kelompok tani dengan para eksportir,” ujarnya.
Sarwo mencontohkan, keberhasilan pemanfaatan lahan kosong dengan ditanami bunga melati antara lain sudah terjadi dan dilakukan oleh satu kelompok tani di Slawi, Jawa Tengah. Dengan menanami 1.500 meter persegi lahan dengan melati, kelompok tersebut bisa mendapatkan penghasilan Rp 16 juta per bulan.
Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan Jawa Tengah Yuni Astuti mengatakan, Jateng juga terus intens mengekspor bunga, buah, dan sayur. Bunga, seperti melati dan krisan, diproduksi di Pemalang, dengan tujuan ekspor ke Eropa dan Singapura.
Wali Kota Magelang Sigit Widyonindito mengatakan, rata-rata luas pekarangan rumah di Kota Magelang kurang dari 100 meter persegi. Kendati demikian, setiap kampung di Kota Magelang selalu digerakkan untuk menjadi kampung organik di mana dalam kampung tersebut warga memanfaatkan lahan yang tersisa di pinggir jalan dan di tepi gang untuk ditanami berbagai jenis tanaman bunga dan buah-buahan. (EGI)