Foto ilustrasi pembangkit listrik tenaga nuklir yang dikembangkan Rosatom, perusahaan pengembang pembangkit listrik Rusia.
Sepanjang pekan lalu, PT Perusahaan Listrik Negara (Persero), bersama para akademisi sejumlah perguruan tinggi di Indonesia dan pemerhati sektor ketenagalistrikan, berkunjung ke Rusia. Kunjungan itu fokus pada perguruan tinggi di Rusia yang meneliti nuklir serta pembangkit listrik tenaga nuklir milik Rusia. Apakah PLN akan mengembangkan pembangkit listrik tenaga nuklir di Indonesia?
Nuklir, di benak kebanyakan orang, kerap diasosiasikan sebagai senjata pemusnah massal. Padahal, teknologi nuklir sudah banyak dipakai di dunia kedokteran untuk diagnosis dan penyembuhan sejumlah penyakit. Teknologi nuklir juga sudah dipakai di bidang pertanian untuk pemberantasan hama maupun pembentukan varietas unggul.
Bagaimana dengan nuklir untuk pembangkit listrik? Untuk sektor ini, di Indonesia belum pernah dilakukan. Yang pernah ada berupa studi kelayakan untuk lokasi pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN). Dua lokasi yang ramai disebut-sebut telah dilakukan studi kelayakan adalah Kabupaten Muria di Jawa Tengah dan Pulau Bangka di Bangka Belitung. Penolakan keras masyarakat menyebabkan program itu tak berlanjut dan tidak jelas sampai sekarang.
Bayangan peristiwa ledakan reaktor nuklir di Chernobyl, Ukraina, pada 1986, serta peristiwa di Fukushima, Jepang, yang terkait erat dengan gempa dan tsunami pada 2011, menjadi alasan bagi pihak yang tidak setuju pengembangan nuklir. Limbah radioaktif yang tak bisa tuntas hingga puluhan tahun memunculkan ketakutan bagi publik. Dampaknya bagi lingkungan dan kesehatan dianggap teramat mengerikan.
Pertanyaannya, mengapa Rusia? Rusia adalah salah satu negara yang sudah ada di barisan terdepan dalam pemanfaatan nuklir untuk pembangkit listrik. Padahal, negara ini kaya batubara, gas, dan minyak mentah. Batubara dan gas adalah dua sumber energi fosil yang banyak dipakai sebagai sumber energi pembangkit listrik. Namun, hal itu belum cukup, sehingga Rusia mengembangkan teknologi mutakhir nuklir dan pemanfaatannya untuk listrik.
Rosatom, yang ibarat "PLN"-nya Rusia, telah memanfaatkan tenaga nuklir untuk listrik sejak 1964. Mulai dari teknologi generasi I (pertama) hingga V (terbaru), mereka mengembangkan pemanfaatan nuklir untuk listrik. Yang terbaru adalah pembangunan PLTN Novovoronezh Unit 6 berkapasitas 1.200 megawatt dengan tipe reaktor VVER 1200. PLTN itu dibangun sejak 2007 dan beroperasi secara komersial pada Oktober 2016. PLTN itu didesain untuk pemakaian 60 tahun.
Rosatom sudah mengembangkan PLTN "terapung" berkapasitas 70 megawatt. Ini ibarat kapal pembangkit listrik terapung milik Turki yang disewa PLN untuk menerangi sejumlah wilayah di Indonesia, seperti di Sulawesi Utara, Nusa Tenggara Timur, Ambon, dan Sumatera Utara. Hanya saja, bahan bakar pembangkit listrik terapung Turki itu berupa solar.
Persoalan utama dalam pengembangan PLTN di dalam negeri adalah melawan persepsi publik tentang bahaya nuklir. Apalagi, bagi pihak yang kontra terhadap PLTN, Indonesia masih melimpah sumber daya energi fosil maupun energi terbarukan. Buat apa nuklir kalau batubara dan tenaga hidro, bayu, atau surya masih melimpah? Begitu kira-kira.
Sebenarnya, nuklir untuk listrik tidak sangat dilarang dalam perundangan kita. Pada Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional, nuklir bisa menjadi pilihan sumber energi pembangkit listrik di Indonesia. Hanya saja, pemanfaatan nuklir disebut sebagai pilihan terakhir. Sayangnya, tidak ada penjelasan lebih detail perihal definisi pilihan terakhir tersebut.
Penguasaan teknologi nuklir adalah persoalan kompetisi atau daya saing sebuah bangsa. Penguasaan teknologi tersebut bida dijadikan modal jika sewaktu-waktu dibutuhkan. Dengan prinsip bahwa suatu saat energi fosil habis, sedangkan kebutuhan energi di masa mendatang terus meningkat, tidak menutup kemungkinan nuklir dibutuhkan untuk pembangkit listrik di Indonesia.
Ada banyak pilihan teknologi yang bisa dipelajari untuk menghadapi masa depan. Kita bisa memilih. (Aris Prasetyo)