Sikka Genjot Perluasan Lahan dan Produktivitas Kakao
Oleh
·2 menit baca
MAUMERE, KOMPAS - Untuk meningkatkan produksi kakao di Kabupaten Sikka sebagai salah satu sentra di Nusa Tenggara Timur, perluasan lahan digenjot. Tahun 2018, budidaya kakao ditambah 460 hektar menjadi 14.804 hektar. Selain itu, produktivitas juga akan ditingkatkan dari 630 kilogram menjadi 1 ton per hektar per tahun.
”Tahun ini perluasan lahan mencapai 460 hektar. Tahun 2017, perluasan 350 hektar. Setiap tahun, lahan budidaya kakao di Sikka terus ditingkatkan seiring dukungan bibit dari pemerintah pusat. Kami juga terus berupaya meningkatkan produktivitas kakao,” kata Kepala Bidang Perkebunan Dinas Pertanian Kabupaten Sikka Frans Kornelis Diaz di Maumere, Kabupaten Sikka Jumat (7/9/2018).
Khusus produktivitas, menurut dia, Pemkab Sikka juga menggalakkan program sambung pucuk. Program ini telah dilakukan pada lahan 28 hektar di Kecamatan Nita dan Waiblama. Upaya lain adalah mendorong pemupukan teratur, termasuk penggunaan pupuk organik. Petani juga didorong meremajakan tanaman karena yang ada saat ini umumnya berusia lebih dari 25 tahun.
Terkait peremajaan tanaman kakao, menurut Kepala Desa Baomekot, Kecamatan Hewokloang, Laurensius Sai, perlu pendekatan khusus kepada petani. ”Sebagian warga di desa ini masih tidak mau menebang tanaman kakao yang sudah tua. Padahal, mereka melihat sebagian petani yang ikut peremajaan pada 2009 dan 2010, kini menikmati produksi yang bagus. Kalau diajak, petani itu umumnya mau mengikuti peremajaan, tetapi tidak rela menebang tanaman yang sudah tua. Ini masalahnya,” ujar Sai.
Sai mengatakan, dirinya sudah meremajakan 300 pohon kakao miliknya, dan produktivitas menjadi lebih bagus.
”Apalagi dengan menyarungkan buah kakao dengan plastik. Hasilnya buah sangat baik tidak terkena penyakit busuk buah,” papar Sai.
Petani tak nikmati
Penguatan mata uang dollar Amerika Serikat tidak berpengaruh pada sejumlah komoditas ekspor di Lampung, yakni kopi dan lada hitam. Harga komoditas unggulan itu justru menurun.
Sumardi (45), petani kopi asal Kecamatan Ulubelu, Kabupaten Tanggamus, mengatakan, saat ini, harga kopi robusta di tingkat petani Rp 20.000-Rp 23.000 per kg Tahun lalu mencapai Rp 24.000- Rp 25.000 per kg. ”Harga kopi ditentukan pengepul. Tahun ini harganya justru turun,” kata Sumardi, Jumat
Ketua Indikasi Geografis Kopi Robusta Lampung Barat Paryoto berharap petani kopi tidak menjual semua biji kopi kepada pengepul. Dia mendorong petani mengolah sendiri hasil kebunnya menjadi kopi bubuk. Saat ini harga kopi bubuk Rp 50.000-Rp 90.000 per kg.
Petani lada di Lampung Timur juga mengalami hal serupa. Supangat di Kecamatan Marga Tiga, mengatakan, harga lada saat ini Rp 45.000-Rp 50.000 per kg. Padahal, dua tahun lalu mencapai Rp 100.000 per kg. (SEM/VIO)