JAKARTA, KOMPAS — Rencana penerapan teknologi digital pada stasiun pengisian bahan bakar umum atau SPBU bisa membantu pemerintah dalam pengambilan keputusan terkait bahan bakar minyak. Hanya saja, belum dapat dipastikan penggunaan teknologi tersebut dapat menjamin penyaluran bahan bakar minyak bersubsidi tepat sasaran. Digitalisasi tersebut akan diterapkan pada 5.518 SPBU dari 7.415 SPBU yang ada di seluruh Indonesia.
Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro mengatakan, penerapan digitalisasi pada SPBU mampu menyajikan data penyaluran bahan bakar minyak (BBM) lebih lengkap dan masif. Data tersebut akan berguna bagi pengambil kebijakan untuk dijadikan dasar pengambilan keputusan, terutama dalam hal pendistribusian.
"Dengan pemanfaatan teknologi digitalisasi itu, apakah perlu penambahan (pasokan BBM), dikurangi, atau pun diatur ulang pengalokasiannya, keputusannya bisa didasarkan dari data yang dikumpulkan lewat digitalisasi SPBU tadi," kata Komaidi, Selasa (14/8/2018), di Jakarta.
Sebelumnya, PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk atau Telkom, PT Pertamina (Persero), dan Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas), meneken nota kerja sama pada Senin (14/8/2018). Kerja sama itu tentang pemasangan alat sensor untuk mencatat secara langsung setiap liter BBM yang terjual di SPBU. Uji coba penggunaan digitalisasi sudah diterapkan di 10 SPBU yang ada di wilayah DKI Jakarta.
Selama ini, data realisasi penjualan BBM di SPBU tercatat secara manual. Adapun pemeriksaan dan pengawasan oleh BPH Migas dilakukan dengan cara uji petik pada SPBU tertentu. Lewat pemasangan alat sensor digital pada SPBU, volume atau setiap liter jenis BBM yang terjual akan tercatat lebih akurat dan lengkap.
Sementara itu, Kepala BPH Migas M Fanshurullah Asa mengatakan, pihaknya malah menginginkan pencatatan penyaluran BBM secara digital lebih akurat atau memasukkan informasi jenis kendaraan dan identitas kendaraan tersebut. Secara langsung, data tersebut masuk ke BPH Migas, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, atau Kementerian Keuangan.
"Akurasi data tersebut khususnya untuk jenis BBM tertentu (solar bersubsidi) dan jenis BBM khusus penugasan (premium)," ujar Fanshurullah.
Endriyanto, anggota Tim Transformasi Digital Pertamina, mengatakan, digitalisasi SPBU tersebut masih sebatas volume BBM berikut jenisnya yang tersalurkan. Teknologi tersebut belum sampai pada pencatatan identitas pembeli BBM. Menurut dia, informasi itu bisa diperoleh melalui transaksi pembelian secara non tunai.
"Satu hal yang pasti, untuk mencari tahu siapa pembelinya, harus dilakukan lewat transaksi non tunai. Apakah ini akan melibatkan perbankan atau go pay, misalnya, kami belum tahu," ucap Endriyanto.
Cara kerja digitalisasi tersebut adalah dengan memasang sensor pada nozzle (mulut selang), dispenser, sampai tangki timbun di setiap SPBU. Data yang tercatat oleh sensor akan dikumpulkan dan diolah pada pusat pengolahan data. Pengolahan data tersebut menggunakan jaringan telekomunikasi milik Telkom.
Berdasar data dari BPH Migas di 2017, realisasi penyaluran BBM jenis solar dan minyak tanah sebanyak 15,039 juta kiloliter, premium 7,045 juta kiloliter, serta BBM umum (pertalite, pertamax, dan sejenisnya) sebanyak 55,4 juta kiloliter. Dari seluruh jenis BBM tersebut, solar dan minyak tanah disubsidi lewat mekanisme APBN.