JAKARTA, KOMPAS — Literasi keuangan di Indonesia masih rendah. Kondisi ini menghambat pertumbuhan layanan teknologi finansial atau tekfin berbasis syariah di Indonesia.
Padahal, potensi pangsa pasar layanan ini sangat besar di Indonesia. Apalagi, penetrasi internet di Indonesia juga sudah cukup tinggi.
”Penerapan prinsip syariah seharusnya jadi keuntungan bagi masyarakat karena populasi Muslim di Indonesia termasuk salah satu yang terbesar di dunia,” ujar Ketua Asosiasi Fintech Syariah Indonesia Ronald Yusuf Wijaya saat dihubungi di Jakarta, Jumat (6/7/2018).
Ronald berpendapat, saat ini tidak banyak masyarakat yang paham mengenai peran tekfin dalam pembiayaan dan permodalan untuk kegiatan usaha.
Tantangan lain bagi tekfin berbasis syariah, lanjut Ronald, adalah proses pendaftaran perizinan ke otoritas terkait yang memakan waktu lebih lama dibandingkan dengan pengajuan perizinan tekfin konvensional.
Proses perizinan itu mesti melalui Direktorat Industri Keuangan Nonbank (IKNB) Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Selain itu, tekfin syariah juga membutuhkan penilaian Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk pengajuan fatwa.
”Proses pengajuan izin tekfin syariah saat ini harus ke IKNB, kemudian ke MUI, pemerintah bisa mendukung supaya percepatan terjadi,” kata Ronald.
CEO PT Ammana Fintek Syariah Lutfi Adhiansyah mengakui proses perizinan tekfin syariah saat ini juga membutuhkan fatwa dari MUI. Dia mengharapkan ada kemudahan agar fatwa MUI tersebut bisa berlaku untuk berbagai model bisnis.
”Sekarang baru ada fatwa untuk pembayaran dengan uang elektronik dan untuk pinjam-meminjam. Akan tetapi, kalau untuk tekfin dengan konsep layanan lain, tetap harus dikonsultasikan dulu dengan MUI,” ujarnya.
Regulasi untuk tekfin syariah, kata Lutfi, diharapkan lebih bersahabat bagi pelaku usaha. Apalagi, tekfin yang berminat masuk ke pasar syariah makin bertambah. Ia juga menyarankan keterlibatan sejumlah tokoh untuk mendorong peran tekfin dalam industri keuangan syariah.
Sumber daya manusia
Pakar keuangan syariah Durham University Business School, Inggris, Habib Ahmed, dalam Konferensi Internasional Keuangan Syariah Ke-3 di Makassar, Sulawesi Selatan, menilai, kesiapan sumber daya manusia juga menjadi kendala penetrasi produk-produk keuangan syariah di pasar Indonesia.
Selain itu, menurut dia, tidak semua memiliki pandangan yang sama tentang produk keuangan syariah di Indonesia.
Secara terpisah, Direktur Pengaturan Perizinan dan Pengawasan Fintech OJK Hendrikus Passagi mengatakan, peraturan OJK terkait inovasi keuangan digital akan terbit pada akhir bulan ini. ”Aturan tersebut memuat tiga prinsip utama, yakni berbasis prinsip, market disiplin, dan mengatur aktivitas dari tekfin,” ujarnya.
Per akhir Mei, ada dua tekfin syariah penyedia layanan pinjam-meminjam uang antarpihak berbasis teknologi di Indonesia yang terdaftar di OJK.