MAKASSAR, KOMPAS--Layanan pinjam-meminjam uang antarpihak berbasis teknologi digandrungi masyarakat, terutama anak muda, karena menawarkan kemudahan. Kemudahan ini dirasakan pemilik dana maupun penerima pinjaman.
Peluang yang besar di layanan industri digital ini perlu dibidik industri keuangan syariah untuk meningkatkan pangsa pasar.
Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo mengakui, jenis layanan yang biasa disebut sebagai peer to peer lending berbasis teknologi finansial (tekfin) ini diminati calon nasabah karena regulasi yang lebih lunak dibandingkan dengan industri perbankan.
“Industri keuangan syariah seharusnya mengoptimalkan tekfin untuk mempercepat target inklusi keuangan syariah sekaligus meraih pangsa pasar yang lebih besar,” ujarnya saat membuka Konferensi Internasional Keuangan Syariah ke-3 di Makassar, Sulawesi Selatan, Rabu (4/7/2018).
Konferensi yang dihadiri pemangku kepentingan di industri keuangan syariah ini mengusung tema “Enhancing The Role of Islamic Finance within Digital Economy Era: Opportunities and Challenges”.
Fase pertumbuhan
Mardiasmo menuturkan, pasar industri keuangan syariah di Indonesia masih dalam fase pertumbuhan, dengan pangsa pasar berkisar 5 persen. Kontribusi terbesar untuk pangsa pasar ini adalah pasar saham, yakni sekitar 52,5 persen. Selanjutnya, diikuti sukuk yang berkisar 17 persen.
“Sementara, perbankan, asuransi, reksa dana, serta layanan pembiayaan, masing-masing memiliki pangsa pasar sekitar 5 persen hingga 7,5 persen,” ujarnya.
Namun, Mardiasmo mengingatkan, layanan pinjam-meminjam uang antarpihak berbasis teknologi memiliki riskio tinggi karena ketiadaan agunan. Oleh karena itu, selain mesti memenuhi prinsip syariah, perusahaan penyedia layanan dan calon nasabah tetap harus mengantisipasi risiko pinjaman yang macet di kemudian hari.
Deputi Komisioner Edukasi dan Perlindungan Konsumen Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Sardjito, mencatat, hingga Mei 2018, terdapat 50 perusahaan pinjam-meminjam uang antarpihak berbasis teknologi yang terdaftar di OJK. Dari seluruh perusahaan yang terdaftar tersebut, hanya satu perusahaan yang berbasis syariah.
Sardjito menegaskan, OJK akan mempercepat penerbitan Peraturan OJK (POJK) untuk melindungi konsumen dari risiko yang mungkin muncul pada perusahaan tekfin. Peraturan ini untuk melengkapi POJK nomor 77 tahun 2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi.
“Regulasi tekfin nantinya akan mengatur industri yang secara umum terdiri dari peer to peer lending, crowdfunding, maupun investasi terkait inovasi digital,” ujar Sardjito.
Belum populer
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Suahasil Nazara mengatakan, pangsa pasar industri keuangan syariah dapat tumbuh jika didukung peningkatan kebutuhan layanan keuangan berbasis syariah.
“Dengan jumlah penduduk muslim yang besar, permintaan layanan keuangan syariah masih rendah. Permintaan tentunya bergantung pada preferensi masyarakat,” ujar Suahasil.
Untuk meningkatkan penetrasi pasar, lanjut Suahasil, pemahaman masyarakat mengenai prinsip ekonomi syariah juga perlu ditingkatkan. Berdasarkan survei OJK pada 2016, tingkat literasi masyarakat terhadap produk keuangan syariah hanya sebesar 8,11 persen.
Director General, Islamic Research and Training Institute, Bank Pembangunan Islam (IDB) Humayon A Dar mengatakan, upaya pemerintah mempromosikan prinsip keuangan syariah, terutama layanan tekfin berbasis syariah, akan optimal jika menyasar generasi milenial. “Generasi milenial sangat dekat dengan teknologi. Perkembangan teknologi informasi membuat tekfin berkembang pesat,” ujarnya.