JAKARTA, KOMPAS - Indonesia kembali mencatatkan defisit nilai neraca perdagangan pada Mei 2018. Dengan demikian, dalam lima bulan di tahun ini, nilai neraca perdagangan Indonesia sudah empat kali mengalami defisit.
Tiga faktor utama yang memengaruhi adalah kenaikan harga minyak mentah dunia, perang dagang Amerika Serikat (AS)-China, dan pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS.
Tiga faktor utama yang memengaruhi adalah kenaikan harga minyak mentah dunia, perang dagang Amerika Serikat (AS)-China, dan pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS.
Badan Pusat Statistik (BPS), Senin (25/6/2018), mencatat, nilai neraca perdagangan Indonesia pada Mei 2018 defisit sebesar 1,52 miliar dollar AS atau setara Rp 21,44 triliun. Pada bulan tersebut, nilai ekspor Indonesia tercatat sebesar 16,12 miliar dollar AS dan impornya 17,64 miliar dollar AS.
Selain Mei, nilai neraca perdagangan juga defisit pada Januari (756 juta dollar AS), Februari (52,9 juta dollar AS), dan April (1,62 miliar dollar AS). Secara tahun kalender, Januari-Mei 2018, nilai neraca perdagangan Indonesia defisit 2,83 miliar dollar AS.
Kepala BPS Suhariyanto dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (25/6/2018), mengatakan, defisit pada Mei tahun ini dipicu defisit sektor migas sebesar 1,24 miliar dollar AS dan nonmigas 0,28 miliar dollar AS. "Kenaikan harga minyak mentah dunia memicu kenaikan nilai impor Indonesia," kata dia.
Nilai impor migas Indonesia pada Mei 2018 mencapai 2,81 miliar dollar AS. Nilai impor migas itu naik 487,8 juta dollar AS atau (20,95 persen) dari April lalu. Harga agregat migas naik 7,24 persen dari April lalu yang sebesar 569,7 dollar AS per ton menjadi 611 dollar AS per ton.