JAKARTA, KOMPAS — Sejumlah indikator menggambarkan kondisi perbankan sepanjang triwulan I-2018 berada dalam keadaan baik. Bahkan, kondisi ini bisa berdampak positif pada pertumbuhan Indeks Harga Saham Gabungan atau IHSG yang pekan lalu terus merosot.
IHSG pada penutupan perdagangan Senin (30/4/2018) menguat 75,35 poin atau setara 1,27 persen ke level 5.994,59. Penguatan ini adalah keberlanjutan dari penguatan IHSG pada penutupan perdagangan bursa saham pekan lalu yang mencapai 0,17 persen atau 10,04 poin ke level 5.919,2.
Seusai rapat Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) di Gedung Bank Indonesia Jakarta, Senin (30/4/2018), Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso memastikan IHSG masih bisa berpotensi naik, dengan catatan adanya sentimen positif.
”Sentimen positif ini bisa berasal dari dalam bisa dari luar. Saat ini, fundamental ekonomi Indonesia cukup bagus, tecermin dari rasio kecukupan modal di level 22,67 persen,” ujar Wimboh.
Antusiasme investor atas kinerja emiten di pasar modal, lanjut Wimboh, masih baik meskipun IHSG menurun belakangan ini. Gejolak IHSG yang menurun akibat faktor eksternal, menurut dia, tidak perlu dikhawatirkan karena kondisi ekonomi dalam negeri masih terbilang apik.
”OJK memantau perkembangan dan mencermati sektor jasa keuangan, volatilitas di pasar saham, sektor jasa keuangan terdampak gejolak eksternal. Kapasitas domestik masih tinggi seiring perbaikan prospek ekonomi domestik dan masih terjaga,” kata Wimboh.
Likuiditas perbankan juga dinilai masih dalam batas aman. Hal ini tecermin dari rendahnya risiko kredit akibat rasio kredit bermasalah atau nonperforming loan (NPL) masih berada di di bawah 5 persen.
”Penurunan NPL ini terjadi seiring dengan semakin kuatnya konsolidasi antarbank di dalam negeri,” ujar Wimboh.
Analis Binaartha Sekuritas, Reza Priyambada, mengatakan, aksi beli kembali di akhir perdagangan pekan lalu mampu mengangkat IHSG setelah sepanjang perdagangan berada di zona merah.
Penguatan IHSG juga ditopang oleh sisi fundamental perekonomian yang juga stabil menjelang rilis data perekonomian inflasi di awal bulan.
Bank sistemik
Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Halim Alamsyah mengatakan, pihaknya memantau simpanan masyarakat di bank dan bagaimana kondisi stabilitas sistem keuangan. Ia mengatakan, jumlah simpanan nasabah di bank cenderung tidak mengalami perubahan yang signifikan.
”Sejak awal tahun hingga April ini pergerakan simpanan di perbankan kita relatif tetap normal tanpa ada gejala penarikan dana yang berlebihan,” ujar Halim.
Besaran bunga simpanan perbankan mengalami penurunan berdasarkan pengamatan LPS. Dalam konteks pergerakan tingkat bunga simpanan, sampai saat ini bunga simpanan pada bank yang jadi rujukan LPS memiliki kecenderungan turun, sebelumnya meski sudah landai, terutama pada BUKU bank III dan IV cenderung landai dan ada kemungkinan meningkat.
Namun, baik Wimboh maupun Halim tetap menyoroti penambahan jumlah bank dengan kategori berdampak sistemik dari 12 bank menjadi 15 bank. Artinya, jika perbankan tersebut mengalami kolaps atau gangguan likuiditas, dampaknya merembet ke perbankan lain, bahkan berpotensi menimbulkan krisis di sektor keuangan.
Penambahan jumlah bank sistemik, lanjut Wimboh, telah melalui pertimbangan beberapa indikator dan telah mendapat persetujuan dari BI. ”Kenaikan ini karena ada beberapa indikator yang meningkat, misalnya dari size dan interkonetivitas antarbank, dan ini sudah didiskusikan dengan BI,” ujar Wimboh.
Pihaknya memastikan terus memantau kondisi para perbankan, khususnya bank sistemik dengan membuat rancangan rencana pemulihan. ”Nanti juga akan ada yang disebut capital surcharge. Penerapannya secara gradual, tahun ini tidak ada masalah,” katanya.