JAKARTA, KOMPAS - Rencana kebijakan perlunya izin dari pemerintah bagi badan usaha untuk menaikkan harga bahan bakar minyak nonsubsidi mendapat dukungan. Di satu sisi, PT Pertamina (Persero) beranggapan kebijakan tersebut bakal mempersempit ruang gerak bisnis hilir mereka. Apalagi, harga jual premium dan pertalite masih di bawah harga keekonomian.
Wakil Ketua Komisi VII DPR dari Partai Golkar, Eni Maulani Saragih, mengatakan, konstitusi mengamanatkan bahwa komoditas yang menyangkut hajat hidup orang banyak diatur oleh negara. Ia sepakat perlunya izin dari pemerintah bagi badan usaha yang hendak menaikkan harga jual bahan bakar minyak nonsubsidi. Kebijakan ini diperlukan untuk mengendalikan dampak yang timbul akibat harga jual dinaikkan.
”Saya maklum kenaikan harga minyak mentah dunia menyebabkan perlunya harga pertalite atau pertamax naik. Namun, sebaiknya itu disampaikan pemerintah berikut penjelasan kenapa harus naik. Ini untuk mencegah timbulnya keresahan di masyarakat,” kata Eni, Selasa (10/4/2018), di Jakarta.
Sebelumnya, Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arcandra Tahar mengatakan, pihaknya sedang menyiapkan payung hukum yang mewajibkan semua badan usaha mendapatkan izin dari pemerintah setiap kali hendak menaikkan harga BBM nonsubsidi. Dengan skema seperti itu, pemerintah bisa menolak atau menyetujui rencana kenaikan harga tersebut.
Menurut Pertamina, kebijakan itu mempersempit ruang gerak bisnis korporat. Apalagi, Pertamina mengaku harga jual premium dan pertalite masih di bawah harga keekonomian. ”Pasti. Selain itu, kami masih menjual rugi pertalite. Namun, kami akan memandang positif saja kebijakan ini,” kata Direktur Pemasaran Korporat Pertamina Muchamad Iskandar.
Masih berhitung
Iskandar mengatakan, pihaknya belum berhitung dampak kebijakan yang mewajibkan badan usaha harus izin kepada pemerintah apabila hendak menaikkan harga BBM nonsubsidi. Yang pasti, kata dia, harga jual premium dan pertalite saat ini masih di bawah harga keekonomian. Ia menyebut terdapat selisih Rp 280 per liter dari harga jual pertalite yang saat ini Rp 7.800 per liter di wilayah Jawa dan Bali.
”Kalau kami rugi, kami akan lapor (ke pemerintah) dan minta harga (jual BBM) naik. Kalau tidak disetujui, ya sudah. Kami, kan, badan usaha yang mesti tunduk pada kebijakan pemerintah selaku pemegang saham,” ucap Iskandar.
Iskandar membeberkan, pangsa pasar penjualan pertalite (RON 90) masih dominan, yaitu sekitar 57 persen dari total penjualan bahan bakar jenis gasoline. Adapun pangsa pasar premium (RON 88) sebesar 27 persen dan sisanya milik pertamax (RON 92 dan ke atas). Ia menyebut kesadaran masyarakat memakai bahan bakar dengan mutu lebih baik kian meningkat.
”Kami akan terus mengampanyekan kepada masyarakat bahwa menggunakan bahan bakar dengan mutu lebih baik itu lebih ramah lingkungan dan membuat mesin kendaraan lebih awet,” ujar Iskandar.