JAKARTA, KOMPAS - Pengelola pusat perbelanjaan dan pemilik bisnis ritel konvensional di Jakarta kini tengah menghadapi turbulensi oleh makin maraknya e-dagang. Mereka harus beradaptasi dan berinovasi dengan memadukan konsep offline dan online sehingga bisa memenuhi kebutuhan konsumen.
Berdasarkan hasil riset Jones Lang Lasalle (JLL) Indonesia dalam laporannya yang berjudul “Jakarta Property Market Review 4Q 2017” yang dirilis Senin (19/3), total permintaan bersih sewa ruang ritel pusat perbelanjaan di Jakarta sepanjang 2017 sekitar 30.000 meter persegi. Jumlah tersebut menurun dibangkan tahun 2016 yang sekitar 72.000 meter persegi.
Penurunan itu dimulai sejak 2014. Pada tahun itu total permintaan mencapai 53.000 meter persegi, menurun tiga kali lipat dibandingkan 2013 yang sebesar 185.000 meter persegi. Angka tersebut juga jauh menurun dibandingkan 2010 dengan permintaan bersih sewa ruangan mencapai titik tertingginya yaitu 210.000 meter persegi.
Head Research JLL Indonesia James Taylor mengatakan, permintaan itu tercermin dengan adanya penutupan beberapa department store pada paruh kedua 2017.
“Sebuah tren yang mungkin bisa terjadi lagi di tahun mendatang,” ujar James dalam keterangan resmi yang diterima harian Kompas , Senin (19/3).
Penurunan itu diduga karena pembeli beralih berbelanja secara online.
“Pembeli lebih memilih membeli secara online karena penawaran e-dagang di Indonesia yang peminatnya terus berkembang,” ujar James.
Dari sisi penawaran ruang, sepanjang tahun ini diperkirakan tidak akan ada pertambahan ruang sewa ritel perbelanjaan. Namun pada 2019 akan ada pertambahan ruang sewa ritel sekitar 100.000 meter persegi antara lain dari beroperasinya perluasan Pondok Indah Mall (PIM).
Adapun tingkat okupansi ruangan berada di level 87 persen – 88 persen menurun 2 persen dari 2016 di kisaran 90 persen. Tingkat okupansi tertinggi terjadi pada tahun 2013 dengan persentase mencapai 93 persen.
Sekretaris Jenderal Himpunan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) Haryanto Pratantara mengatakan, data-data itu menunjukkan kondisi di lapangan.
“Itu siklus. Bisnis apapun kalau tidak ada inovasi dan penyesuaian akan kebutuhan pasar tentu akan menurun,” ujar Haryanto.
Inovasi
Haryanto mengatakan, bisnis apapun termasuk property lahan pusat perbelanjaan pun juga harus berinovasi. Salah satu inovasi itu adalah dengan menyinergiskan toko secara fisik (offline) dengan toko daring (online). Salah satu merek e-dagang yang sudah membuat toko fisik adalah Berrybenka.
Pendapatan mereka secara daring sudah sangat besar, tetapi mereka tetap memerlukan toko fisik untuk menjadikan lokasi pengambilan barang ataupun pengecekan barang.
“Kami melihat baik offline maupun online ini sebetulnya keduanya saling membutuhkan. Jadi sudah tidak bisa sebuah toko hanya offline saja atau online saja. Perlu membangun dan mengembangkan keduanya,” ujar Haryanto.
Hal senada juga dikemukakan James. Ia mengatakan, perkembangan e-dagang menawarkan perpaduan konsep perpaduan sistem offline dan online yang kuat.
Selain memadukan offline dengan online, Haryanto mengatakan, pengelola pusat perbelanjaan harus berinovasi dan beradaptasi dengan kebutuhan konsumen saat ini. Adapun kebutuhan konsumen saat ini adalah agar dimudahkan dan mendapatkan pengalaman yang menyenangkan saat berbelanja.
“Kuncinya menarik konsumen saat ini adalah terus tingkatkan pelayanan, permudah mereka mengakses informasi ataupun pembelian dengan teknologi digital. Berikan mereka pelayanan saat berada di memudahkan dan menyenangkan,” ujar Haryanto.
Ia menduga, fenomena penyewaan pusat perbelanjaan yang turun tahun lalu itu karena pengelola tidak melakukan inovasi. Selain itu, pengelola juga tidak membuat diferensiasi tempat usahanya dibandingkan pusat perbelanjaan lain. Diferensiasi itu bisa berupa layanan ataupun jenis barang yang berbeda dan hanya bisa ditemukan di tempat itu saja.
“Mall yang turun adalah mall yang tidak berubah dan begitu saja terus. Sementara di mall lain, peminatnya masih tinggi. Masih ramai di akhir pekan. Bahan permintaan sewanya juga masih baik sekali,” ujar Haryanto.