Model Perdagangan O2O Dianggap Cocok dengan Indonesia
JAKARTA, KOMPAS — Model perdagangan dalam jaringan (daring) ke luar jaringan (luring) dan sebaliknya, atau biasa disebut O2O,dinilai paling cocok dengan pasar ritel Indonesia yang kini tengah menghadapi tren digital.
Alasannya adalah masih banyak masyarakat Indonesia mengalami kesenjangan akses keuangan, logistik, dan internet.
Direktur Informasi dan Teknologi sekaligus Kepala Proyek Sales PT Pos Indonesia (Persero) Charles Sitorus, seusai penandatanganan kerja sama Pos Indonesia dan PT Kioson Komersial Tbk, Selasa (13/2), di Jakarta, bahkan mengatakan, pihaknya tertarik terjun ke model O2O.
Hanya saja, kata Charles, internal masih membahas rencana implementasi O2O bagi bisnis Pos Indonesia.
Menurut Charles, Pos Indonesia telah mempunyai jaringan kantor cabang lebih dari 4.800 dan 4.500 di antaranya sudah terhubung sistem online. Agen Pospay mencapai 50.421. Kemudian, agen kurir Pos Indonesia lebih dari 5.000.
Masalah utama di industri perdagangan secara elektronik atau e-dagang adalah akses logistik dan sistem pembayaran. Sementara Pos Indonesia telah memiliki kompetensi di akses jaringan dan agen yang tersebar sampai daerah.
Selain itu, Pos Indonesia juga mempunyai produk sistem pembayaran secara elektronik bernama Pospay. Lebih dari 300 jenis jasa pembayaran terlayani dengan Pospay. Misalnya, jasa pembayaran tagihan listrik dan air.
Kerja sama Pos Indonesia dan Kioson berupa kios-pos, program kemitraan yang memungkinkan 30.000 mitra Kioson untuk menyediakan layanan pos dengan pola Agenpos. Layanan yang dimaksud, antara lain, jasa kurir, jasa keuangan (Pospay), serta penjualan produk pos seperti meterai.
Kioson merupakan perusahaan penyedia platform daring ke luring (O2O) yang mengintegrasikan pedagang e-dagang dan konsumen offline melalui jaringan kemitraan.
Hingga Desember 2017, Kioson telah mempunyai 30.000 mitra yang berlatar belakang UMKM dan melayani lebih dari 4 juta pelanggan offline yang dominan di kota lapis kedua.
Platform O2O memungkinkan mitra melayani jasa pembayaran secara elektronik, penjualan produk e-dagang, produk asuransi dan jasa keuangan, dan paket data. Kioson telah bekerja sama dengan sejumlah pemain e-dagang nasional.
”O2O itu paling strategis menurut kami. Kami, kan, mengarah ke transformasi. Tujuannya adalah menghadapi tren digital,” tutur Charles. Akan tetapi, dia enggan membeberkan sejauh mana rencana transformasi Pos Indonesia.
Menurut dia lagi, Pos Indonesia sudah merekrut konsultan untuk memutuskan implementasi transformasi.
Di dunia, para pengusaha ritel menggunakan multi saluran untuk berjualan produk mereka ke pasar, seperti toko fisik, toko daring, dan aplikasi mobile. Model seperti ini disebut multi-channel.
Model itu berbeda dengan omni-channel. Omni-channel artinya pengusaha ritel menawarkan pengalaman berbelanja yang terintegrasi dan mulus lintas platform.
Forrester dalam laporan studinya ”Consumer Desires Vs Retailer Capabilities:Minding the Omni-Channel Commerce Gap (Januari 2015)” mencoba menyurvei 256 pelaku ritel dan manufaktur Amerika Serikat dan Eropa yang juga terlibat dalam pembuatan kebijakan di e-dagang. Studi itu juga meneliti sampai 1.503 pembelanja multi-channel.
Beberapa hasil studi cukup menarik. Pertama, 71 persen pembelanja yang disurvei menganggap penting usaha melihat inventaris barang secara daring.
Kedua, sekitar 39 persen pembelanja tidak akan berbelanja di toko fisik yang tidak menyediakan informasi inventaris barang. Berikutnya, sekitar 50 persen pembelanja yang disurvei akan membeli barang di toko daring dan mengambilnya langsung di toko fisik.
Sekitar 25 persen pembelanja mengaku mereka menghindari menunggu waktu pengiriman sehingga mereka memilih menggunakan fasilitas gerai fisik pengambilan barang pemesanan.
Insider-trends.com merilis daftar 13 perusahaan yang telah merealisasikan omni-channel. Sebagai contoh, Carrefour menerapkan Konsep Dapur Terkoneksi di gerai-gerai Carrefour di seluruh Belgia.
Konsumen dapat memilih barang dan dimasukkan ke dalam keranjang belanja online. Pesanan barang itu bisa diantar ke rumah mereka atau diambil langsung di gerai Carrefour.
Kembali ke Indonesia, O2O semakin populer. PT Mitra Adi Perkasa Tbk (MAP), misalnya. MAP saat ini memiliki sekitar 2.000 toko di 70 kota di Indonesia. Keberadaan mapemall.com (MAP online) yang dirintis sejak 2016 melengkapi bisnis toko fisik MAP tersebut.
Corporate Secretary dan Head of Investor Relations MAP Fetty Kwartati mengemukakan, MAP online dikemas sebagai toko daring yang menjual produk merek-merek eksklusif. Dengan demikian, konsumen di mana pun tetap bisa membeli barang bermerek yang diinginkan (Kompas, 30/1).