JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah Indonesia mendesak Malaysia agar tetap menghormati hak asasi manusia selama proses penegakan hukum kasus pekerja asing tanpa izin. Desakan lainnya adalah meminta Malaysia segera duduk bersama membahas akar masalah dan solusi keberadaan buruh migran ilegal.
Demikian inti rapat koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah untuk menanggapi kebijakan E-Kad Pekerja Asing Sementara milik Pemerintah Malaysia. Rapat koordinasi berlangsung kemarin sekitar pukul 20.00 di Hotel Mercure Ancol, Jakarta.
Menteri Ketenagakerjaan M Hanif Dhakiri menyebutkan ada delapan rekomendasi yang dihasilkan dalam rapat tersebut. Rekomendasi pertama yaitu meminta Pemerintah Malaysia mengevaluasi penyebab kegagalan program pemutihan, semacam E-Kad Pekerja Asing Sementara. Pemerintah Indonesia melalui perwakilan RI mengusulkan ingin dilibatkan dalam proses evaluasi.
”Pada dasarnya, kami mendukung kebijakan Pemerintah Malaysia untuk mengatasi maraknya pekerja asing yang tidak berdokumen. Namun, kami melihat program pemutihan tersebut mensyaratkan biaya yang mahal sehingga menjadi tidak efektif,” ujarnya dalam keterangan pers.
Sebagai gambaran, untuk mendapatkan E-Kad, pekerja harus membayar biaya cek kesehatan 180 ringgit (pria) atau 190 ringgit (wanita), denda perekrutan kembali 300 ringgit, administrasi kepada vendor pelaksana 400 ringgit, serta Special Pass 100 ringgit. Jadi, total biaya yang harus dibayar antara 980/990 ringgit atau setara Rp 3,1 juta (kurs 1 ringgit = Rp 3.100). Jumlah tersebut belum termasuk biaya retribusi antara 200 ringgit hingga 1.850 ringgit.
Rekomendasi kedua adalah mendesak Pemerintah Malaysia menjamin kondisi layak dan manusiawi para buruh migran ilegal, termasuk tenaga kerja Indonesia, yang ditangkap. Ketiga, akses kekonsuleran harus dibuka guna memastikan proses penegakan hukum sesuai dengan standar hak asasi manusia.
Rekomendasi keempat berkaitan dengan keadilan. Maraknya buruh migran nonprosedural bukan semata-mata kesalahan mereka, melainkan majikan yang memberi lapangan pekerjaan. Oleh sebab itu, para majikan nakal harus ikut diberikan sanksi.
Kemudian, Pemerintah Malaysia harus mau diajak duduk bersama membahas akar permasalahan keberadaan pekerja asing tanpa izin.
Isi rekomendasi keenam dan ketujuh menyangkut imbauan kepada para buruh migran Indonesia nonprosedural agar memanfaatkan penawaran pemulangan secara sukarela. Mereka diharapkan tidak mengambil langkah-langkah yang membahayakan keselamatan nyawa. Perwakilan RI siap melakukan pendampingan hukum. Para tenaga kerja Indonesia dapat menghubungi nomor telepon +60321164016 atau +60321164017.
Kementerian Ketenagakerjaan telah mengumpulkan 22 dinas ketenagakerjaan dari provinsi/kabupaten kantong TKI dan daerah perbatasan melakukan pembicaraan bersama. Maka, rekomendasi terakhir adalah mendorong mereka meningkatkan kinerja Satuan Tugas Pencegahan Pengiriman Tenaga Kerja Indonesia Nonprosedural.
Hingga 3 Juli 2017, otoritas penegak hukum Malaysia melakukan 181 razia dan menangkap 1.509 orang. Jumlah ini terdiri dari 752 warga Banglades, 197 warga Indonesia, 117 warga Myanmar, 50 warga Filipina, 45 warga Thailand, dan sisanya dari negara lain.