JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Komunikasi dan Informatika menerima masukan dari 24 institusi dan lembaga publik terkait Rancangan Tata Cara Seleksi Pengguna Pita Frekuensi 2,1 gigahertz dan 2,3 gigahertz. Isi masukan beragam, antara lain penambahan jumlah operator telekomunikasi peserta lelang, pilihan pemenang lelang tidak dibatasi, dan teknis pengajuan harga.
Direktur Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) Ismail kepada Kompas, Selasa (14/3) di Jakarta mengatakan, 21 institusi dan lembaga publik berlatar belakang akademisi, operator telekomunikasi seluler, dan komunitas masyarakat. Dalam Rancangan Peraturan Menkominfo tentang Tata Cara Seleksi Pengguna Pita Frekuensi 2,1 gigahertz dan 2,3 gigahertz disebutkan, peserta lelang hanya empat, yaitu Telkomsel, XL Axiata, Indosat Ooredoo, dan Hutchison Tri Indonesia.
Isi penting lainnya adalah pemerintah membatasi pilihan dari peserta lelang frekuensi 2,1 gigahertz dan 2,3 gigahertz. Konsultasi publik berlangsung pada 22 Februari hingga 5 Maret 2017.
”Hasil masukan tersebut masih kami bahas. Tujuan lelang bisa berubah. Sejauh ini, kami masih konsisten bahwa lelang ini bertujuan memenuhi kebutuhan pita frekuensi operator di kota besar sehingga memang perlu pilihan operator dibatasi,” jawab Ismail saat ditanya apakah masukan publik bisa memengaruhi perubahan substansi rancangan permenkominfo itu.
Dia mengatakan telah berkonsultasi dengan sejumlah institusi pemerintahan, seperti Komisi Pemberantasan Korupsi, Badan Pemeriksa Keuangan, dan Komisi Pengawas Persaingan Usaha. Konsultasi tersebut bertujuan meminta pandangan dan masukan seputar manajemen risiko pelaksanaan lelang.
Pada spektrum frekuensi 2,1 gigahertz, Kemkominfo menawarkan dua blok. Setiap blok memiliki lebar pita 5 megahertz. Hingga saat ini, harga minimal atau reserved price satu blok adalah Rp 297 miliar.
Adapun pada spektrum frekuensi 2,3 gigahertz, pemerintah hanya menawarkan satu blok dengan lebar pita 15 megahertz. Hingga saat ini, reserved price satu blok adalah Rp 180 miliar.
”Rata-rata per tahun jumlah penerimaan negara bukan pajak frekuensi adalah Rp 13 triliun. Pada tahun 2017, saya kira nilainya juga sebesar itu. Hasil lelang bisa jadi tambahan penerimaan,” katanya.