Pandemi Covid-19 memaksa siapa pun untuk mencari terobosan-terobosan baru, salah satunya para seniman. Ini menjadi bekal bagus untuk membuka ”lembaran baru” pascapandemi mereda.
Oleh
ALOYSIUS BUDI KURNIAWAN
·3 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Dua tahun terakhir, pandemi Covid-19 menghentikan begitu banyak kegiatan seni di Indonesia. Namun, di tengah pembatasan aktivitas, para seniman banyak belajar hal-hal baru, khususnya dalam pemanfaatan teknologi digital.
”Sekarang banyak perancangan desain-desain baru ditemukan saat pandemi,” kata Bambang Paningron, anggota tim kreatif Ngayogjazz sekaligus Direktur Jogja International Performing Art Festival, Selasa (17/5/2022), di Yogyakarta.
Hal ini yang kemudian digarap untuk persiapan-persiapan ke depan, misalnya membuat dance film, ketoprak multimedia, atau sinema ketoprak. Hasilnya kadang belum sesuai dengan yang diinginkan. Namun, ini menarik karena ada pembelajaran.
Selain itu, pembelajaran lain yang dialami para seniman dari pandemi adalah kepedulian pendokumentasian dalam berbagai macam platform digital. Selama ini, proses pendokumentasian karya belum disadari oleh para seniman sebagai bagian dari proses kreatif dengan visi jauh ke depan.
Sekarang banyak perancangan desain-desain baru ditemukan saat pandemi. Hal ini yang kemudian digarap untuk persiapan-persiapan ke depan, misalnya membuat dance film, ketoprak multimedia, atau sinema ketoprak.
Begitu pandemi di Indonesia mulai mereda beberapa pekan terakhir, menurut Bambang, banyak kegiatan seni budaya yang mulai digelar secara luring. Menyikapi antusiasme para pelaku seni budaya pasca-meredanya pandemi, hal yang perlu dipersiapkan ialah sinkronisasi jadwal kegiatan seni budaya.
”Kalau bicara kegiatan seni di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), dalam setahun ada 400-an kegiatan digelar dari yang berskala kecil hingga besar. Ini bisa saling menjadi kanibal satu sama lain karena begitu sulitnya melakukan sinkronisasi jadwal. Bahkan, sekarang ada kecenderungan orang tidak peduli mau hari apa acara digelar. Setiap hari bisa digelar karena keterbatasan ruang dan waktu,” tuturnya.
Di DIY, setiap tahun sudah ada kegiatan-kegiatan seni budaya andalan yang rutin digelar sebelum pandemi, seperti Artjog, Ngayogjazz, Festival Kesenian Yogyakarta, dan Jogja International Performing Art Festival. Namun, di sisi lain, ada pula kegiatan-kegiatan seni kerakyatan yang hanya dimainkan di tempat mereka sendiri.
”Mereka jarang sekali ditonjolkan atau dilibatkan dalam peristiwa-peristiwa besar. Padahal, komunitas seni di DIY ada ribuan. Seni tradisi di Sleman saja ada 1.500-an. Perlu dipikirkan bagaimana upaya melibatkan mereka dalam event-event seni yang besar,” kata Bambang.
Menyikapi dampak pandemi, sejak 2020 Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) telah meluncurkan Fasilitasi Bidang Kebudayaan (FBK). FBK merupakan cikal bakal dana abadi kebudayaan yang diresmikan sebagai Dana Indonesiana.
FBK membantu para komunitas dan organisasi budaya untuk melakukan dokumentasi karya dan pengetahuan maestro, serta pendayagunaan ruang publik untuk pemajuan kebudayaan.
”Melalui FBK, kami bisa melakukan kegiatan berskala besar dan melibatkan banyak audiens. Dampak yang dihasilkan juga jauh lebih besar dibandingkan kegiatan-kegiatan sebelumnya,” kata perwakilan Komunitas Kanganga Pusaka Kita, Een Saputra, yang menerima FBK 2021.
Ketua Sanggar Bujang Sebeji Sintang, Sanli Risna, menyampaikan, ketersediaan dana abadi kebudayaan sangat penting bagi pelaku budaya, khususnya di tengah pandemi. ”Kebanyakan pelaku budaya bergerak secara otodidak dan mandiri. Mereka yang ingin mendaftarkan diri, persiapkan diri secara matang dan serius dalam perencanaan programnya,” ujarnya.
Mendikbudristek Nadiem Anwar Makarim menekankan, hasil pengembangan Dana Indonesiana mengarah kepada penggunaan jangka panjang untuk pemajuan kebudayaan secara berkelanjutan. Terdapat lima kategori dukungan Dana Indonesiana.
Pertama, dukungan institusional yang mencakup Keberlanjutan organisasi, pendayagunaan ruang publik, dan event/inisiatif strategis. Kedua, dukungan produksi yang terdiri dari stimulan ekspresi dan penciptaan karya kreatif inovatif.
Berikutnya yang ketiga ialah dukungan preservasi untuk dokumentasi karya atau pengetahuan maestro, seperti merekam dan merangkum karya maestro budaya. Keempat, distribusi internasional, seperti dukungan pada rumah produksi film dan komunitas pertunjukan seni budaya yang akan didistribusikan ke tingkat internasional.
Lalu, yang kelima ialah kajian obyek pemajuan kebudayaan yang diberikan kepada perseorangan dan lembaga riset yang mengkaji obyek vital bagi pemajuan kebudayaan.