Jumlah Guru Agama Islam di Malang Tak Sebanding dengan Jumlah Sekolah
Jumlah guru agama di Kota Malang masih kurang 25 persen. Kekurangan itu berusaha ditutup melalui GTT dan P3K.
Oleh
DEFRI WERDIONO
·5 menit baca
MALANG, KOMPAS — Jumlah guru agama Islam di Kota Malang, Jawa Timur, tidak sebanding dengan jumlah sekolah yang ada. Jumlah guru agama Islam di Malang sebanyak 536 orang, sedangkan jumlah lembaga pendidikan dari SD hingga SMA berkisar 800 sekolah, baik negeri maupun swasta.
Kepala Seksi Pendidikan Agama Islam, Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Kota Malang, Chandra Ahmady, mengatakan, dari 536 guru agama yang ada, baru 256 orang guru yang sudah bersertifikasi. ”Jika satu sekolah membutuhkan seorang guru agama, kekurangannya mencapai 250-300 orang guru,” ujarnya, Jumat (22/4/2022).
Menurut Chandra, jumlah guru yang pensiun lebih banyak daripada guru baru. Pengangkatan guru agama terakhir tahun 2021 melalui sistem penerimaan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK). Untuk 2022 belum ada pengangkatan lagi. ”Sedangkan jumlah guru yang pensiun tahun ini ada 8-10 orang,” ucapnya.
Kekurangan tenaga pengajar ini tentu saja berpengaruh dalam kegiatan belajar-mengajar. Tugas guru agama menjadi lebih berat. Banyak guru yang kemudian mengajar melebihi waktu yang ditentukan, yakni 40 jam per minggu guna menutup kekurangan tersebut.
Selain itu, ada sekolah yang memberikan wewenang mengajar materi agama terhadap guru lain yang memiliki latar belakang pesantren atau perguruan tinggi Islam. ”Misalnya, guru bahasa Inggris, tetapi dia lulusan pesantren sehingga punya kemampuan memberikan pendidikan agama sehingga dimanfaatkan untuk mengajar. Hal ini terjadi di banyak daerah, tidak hanya di Malang,” ucapnya.
Mengenai langkah untuk menambah guru agama di sekolah, menurut Chandra, bukan menjadi kewenangan Kemenag melainkan Dinas Pendidikan. Dari 536 guru agama di Kota Malang, yang berada di bawah Kemenag hanya 26 orang. Sisanya 510 orang ada di bawah Dinas Pendidikan dan Kebudayaan.
”Sementara ini yang ada PPPK, kami tidak punya wewenang. Kemarin, tampaknya karena selalu diminta mengisi kekosongan, maka Kemenag mengusulkan pengangkatan PPPK GPAI (Guru Pendidikan Agama Islam). Namun, sampai saat ini saya belum dapat kabar lagi,” ujarnya.
Kantor Kemenag Kota Malang sendiri, menurut Chandra, sudah berkoordinasi dengan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Malang. Pihak Dinas Pendidikan juga sudah berkoordinasi dengan kepala sekolah untuk bisa mengangkat guru tidak tetap dari setiap sekolah dengan mempertimbangkan latar belakang pendidikan sang guru.
Dihubungi secara terpisah, Sabtu (23/4/2022), Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Malang Suwarjana membenarkan bahwa ada kekurangan guru agama sebesar 25 persen di wilayahnya. Kekurangan guru tidak hanya terjadi pada agama Islam, tetapi juga agama yang lain.
Kekurangan itu ditutup dengan pengangkatan guru tidak tetap (GTT) dan PPPK yang terakhir dilakukan 2021. Untuk mengangkat GTT, menurut Suwarjana memang tidak bisa begitu saja dilakukan. Harus dilihat juga kondisi kemampuan keuangan sekolah karena mereka nantinya yang membayar.
Kekurangan tenaga pengajar ini tentu saja berpengaruh dalam kegiatan belajar-mengajar. Tugas guru agama menjadi lebih berat. Banyak guru yang kemudian mengajar melebihi waktu yang ditentukan, yakni 40 jam per minggu guna menutup kekurangan tersebut.
”Untuk menutup kekurangannya sudah kami lakukan dengan mengangkat GTT, tetapi ini juga ada penambahan melalui PPPK. Nanti setelah Surat Keputusan (SK) PPPK diberikan, kami akan memetakan lagi kekurangannya,” ujarnya. SK PPPK tahun 2021 akan diserahkan 28 April besok.
Ditemui secara terpisah, Ketua Dewan Pimpinan Daerah Asosiasi Guru Pendidikan Agama Islam Indonesia (AGPAII) Kota Malang M Muslih mengatakan, persentase guru agama masih didominasi oleh mereka yang belum berstatus aparatur sipil negara (ASN) atau belum terangkat melalui PPPK.
Muslih yang juga menjabat sebagai Kepala SDN 01 Ciptomulyo dan berlatar belakang guru agama mengatakan, upaya pengangkatan guru agama menjadi ASN masih sangat kurang, apalagi di sekolah swasta. Hal ini tidak hanya terjadi di Kota Malang, tetapi juga secara nasional.
”Jangankan yang itu (ASN), yang PPPK saja persentase guru agamanya sangat kecil. Guru kelas mencetak anak bangsa, kami (guru agama) juga mencetak anak bangsa. Memang bidang kami di agama. Membentuk karakter siswa dan sebagainya, tetapi mengapa PPPK jatahnya menurut kami masih kurang,” ujarnya.
Nasib guru di Kota Malang yang sudah diangkat, menurut Muslih, lebih terjamin masa depannya. Untuk masa pengabdian 0-5 tahun mendapatkan gaji Rp 1,35 juta per bulan, 5-10 tahun Rp 2 juta, dan di atas 15 tahun Rp 2,5 juta. Angka ini dinilai jauh lebih baik dibandingkan beberapa tahun lalu yang besaran gajinya sesuai kemampuan sekolah masing-masing.
Kreativitas dan keberagaman
Selain menghadapi persoalan kurang tenaga, guru agama saat ini juga menghadapi perkembangan situasi yang menuntut mereka bisa beradaptasi dalam membentuk karakter peserta didik. Meski, untuk membentuk karakter murid tidak semata-mata ada di pundaknya, tetapi juga menjadi tugas guru lain, termasuk keluarga siswa.
Chandra mengatakan, Kemenag Kota Malang berusaha memberikan pelatihan terkait kondisi sekarang kepada para guru agama, misalnya pemanfaatan teknologi informasi untuk pembelajaran daring. Pasalnya, tidak semua guru menguasai perkembangan teknologi dan sebagian dari mereka tergolong berusia tua.
Demikian pula mengenai keberagaman, Kemenag melakukan diseminasi soal moderasi beragama. Sebagian guru sudah mengikuti pendidikan di kantor wilayah Kementerian Agama Jawa Timur di Surabaya. Begitu kembali ke daerah, mereka mesti memberikan pemahaman diseminasi itu kepada siswa.
“Bulan Januari-Februari kemarin untuk SD se-Kota Malang sudah selesai melakukan proses itu. Ada 230-an guru SD yang mengikuti diseminasi. Bulan depan untuk SMP, kemudian SMA dan SMK,” ucapnya.
Menurut Muslih, guru agama harus menjadi teladan bagi anak didik. Mereka perlu memantau siswa, tidak hanya di sekolah, tetapi juga di rumah. Ia sering memberikan tugas kepada siswa, salah satunya dengan menghafal ayat suci meski hanya satu ayat sehari.
”Cara seperti ini tidak hanya saya tekankan kepada guru yang mengajar di SD ini, tetapi juga anggota AGPAII lainnya, bagaimana mereka bisa menjadi contoh yang baik bagi anak didik,” ucapnya.