Membaca Buku, Investasi Murah Menyongsong Masa Depan Anak yang Cerah
Bagi seorang anak, buku bukan sekadar bacaan. Membaca buku membuka ruang imajinasi yang memupuk impian-impian mereka. Menabung pundi-pundi pengetahuan sebagai pijakan menyongsong cerahnya masa depan.
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
·4 menit baca
SUCIPTO
Para orang tua memadati sudut buku anak-anak di pameran Big Bad Wolf di Balikpapan, Kalimantan Timur, Sabtu (2/11/2019). Buku anak cukup banyak dipamerkan dengan harapan memantik minat baca sejak usia dini.
Dalam perjalanan menggunakan mobil menuju rumahnya di Kalibata, Jakarta Selatan, Calvin (37), singgah ke toko buku di kawasan Kebayoran Lama, Sabtu (2/4/2022), yang bertepatan dengan Hari Buku Anak Sedunia. Ia membeli dua buku dongeng anak seharga Rp 150.000. Hampir setiap awal bulan ia belanja buku untuk anaknya, Febri (7).
Calvin sengaja memberikan bacaan cerita fiksi kepada anak sulungnya itu. ”Cerita fiksi membangun daya imajinasi anak. Hal itu membuatnya tidak takut untuk bermimpi,” ujarnya.
Selain itu, bacaan fiksi juga sebagai variasi dari buku-buku pelajaran sekolah. Menurut dia, buku dongeng lebih menarik karena menyertakan beraneka gambar berwarna yang disukai anak-anak.
”Harapannya, anak tidak cepat bosan membaca buku. Jadi, saya cuma membelikan satu atau dua buku per bulan. Jangan sampai dia terbebani sehingga kesannya dipaksa (baca buku),” katanya.
Anak-anak membaca buku di Bale Buku di perkampungan Gang Dendrit, RT 004 RW 008, Kecamatan Cakung, Jakarta Timur, Senin (29/11/2021). Bale ini berawal dari pos ronda yang disulap menjadi perpustakaan untuk anak-anak.
Bagi Calvin, rutin membelikan buku untuk anak setiap bulan menjadi investasi bagi masa depan buah hatinya. Ia meyakini, membaca buku mempunyai banyak manfaat, mulai dari menambah wawasan, mengembangkan imajinasi, hingga hiburan.
Membaca buku juga bertujuan mengurangi intensitas anak memakai gawai. Sebab, beberapa konten-konten yang bisa bebas diakses lewat jaringan internet tidak sesuai untuk kebutuhan anak. Apalagi, orangtua terkadang luput mengawasi anak saat menggunakan ponsel pintar.
”Idealnya memang orangtua mengawasi untuk memastikan konten yang diakses pantas bagi anak. Sayangnya, sering kali kondisinya tidak seperti itu. Jadi, kalau anak diarahkan membaca buku 0,5-1 jam, artinya waktu mereka bermain ponsel pintar pun berkurang,” jelasnya.
Menumbuhkan minat membaca buku pada anak juga dilakukan Hadadi (35), warga Serpong, Tangerang Selatan, Banten. Ia memang tidak rutin membelikan buku anaknya setiap bulan. Namun, sekali dalam dua minggu, ia mengajak anaknya, Bimbi (8), ke toko buku.
KOMPAS/KRISTIAN OKA PRASETYADI
Anak-anak Desa Vahuta, Bintauna, Bolaang Mongondow Utara, Sulawesi Utara, membaca buku-buku koleksi Taman Bacaan Masyarakat Teras Inomasa, Sabtu (13/11/2021).
”Kalau saya yang memilih bukunya, takutnya dia tidak tertarik. Jadi, biar dia yang memilih di tokonya. Setiap datang ke toko pun enggak selalu beli buku. Prinsipnya, saya mau dia baca buku yang disukai,” ujarnya.
Hadadi mengatakan, Bimbi cenderung menyukai buku pengetahuan umum seperti ensiklopedia sains. Harganya Rp 150.000-Rp 250.000. Jadi, jika dalam sebulan membeli dua buku, ia harus mengeluarkan Rp 300.000-Rp 500.000 untuk mendukung literasi anaknya.
”Harga buku itu tergolong murah kalau dilihat manfaat jangka panjangnya untuk menambah pengetahuan anak. Harapannya, dia bisa tumbuh menjadi anak yang tidak hanya cerdas, tetapi juga kritis. Kekritisan itu muncul kalau dia punya bekal wawasan memadai,” jelasnya.
Hadadi menuturkan, membiasakan anak membaca buku tidaklah mesti menuntutnya menjadi ilmuan atau pengajar. Menurut dia, membaca buku tidak sebatas untuk menambah ilmu, tetapi juga menempah pola pikir yang lebih terbuka karena sering menerima informasi dan pengetahuan dari berbagai sumber.
Membelikan buku untuk anak setiap bulan menjadi investasi bagi masa depan buah hatinya. Ia meyakini, membaca buku mempunyai banyak manfaat, mulai dari menambah wawasan, mengembangkan imajinasi, hingga hiburan.
”Jadi, saat dia dewasa, pikirannya lebih luas. Mau dia bekerja di bidang apa pun nantinya, membaca buku akan memberikan banyak manfaat untuk kehidupannya,” ujarnya.
Di tengah derap teknologi yang melaju kencang, Hadadi mengakui kebutuhan anak menggunakan gawai tak bisa dihindari. Terlebih saat pandemi Covid-19 dan sekolah menerapkan pembelajaran daring sehingga membuat pemakaian gawai semakin intens.
Akan tetapi, kebutuhan tersebut juga mendatangkan sejumlah kekhawatiran baginya. ”Teknologi itu baik kalau digunakan dengan tepat. Sayangnya, sumber bacaan yang diakses anak melalui internet belum tentu disensor. Jadi, saya lebih condong memberikan buku dan mengurangi durasi memakai gawai,” jelasnya.
Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Esa Unggul Harlinda Syofyan mengatakan, literasi, termasuk membaca buku, mampu mengembangkan budi pekerti serta meningkatkan pemahaman. Selain itu, menambah wawasan, melatih fokus dan konsentrasi, serta melatih anak merangkai kata dengan baik dalam menulis.
KOMPAS/TATANG MULYANA SINAGA
Seorang anak membaca buku di perpustakaan mini di Taman Bima, Kecamatan Cicendo, Kota Bandung, Jawa Barat, Senin (18/4/2017). Keberadaan perpustakaan itu diharapkan menumbuhkan minat baca warga di sekitarnya.
”Oleh karena itu, kegiatan literasi harus dibiasakan sejak dini dan dilakukan dengan berbagai cara, termasuk melalui pendekatan teknologi,” ujarnya dalam diskusi daring ”Menumbuhkan Kecintaan Anak pada Buku dan Kegiatan Membaca”, di Jakarta, Rabu (30/4/2022).
Dalam diskusi daring itu, Analis Kebijakan Ahli Madya Direktorat Sekolah Dasar Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Kurniawan menyebutkan, pandemi Covid-19 berimbas pada kesenjangan pembelajaran antardaerah. Masih banyak siswa yang belum bisa memahami bacaan sederhana.
Selama pandemi, rata-rata kesenjangan literasi satuan sekolah dasar (SD) secara nasional sekitar enam bulan. Sementara, rata-rata kesenjangan numerasi sekitar lima bulan. Menurut Kurniawan, persoalan itu bukan hanya tanggung jawab pemerintah pusat dan daerah, tetapi juga sekolah, orangtua, dan pihak terkait lainnya.
Minat membaca pada anak harus ditumbuhkan untuk meningkatkan kualitas pendidikan, baik dalam literasi maupun numerasi. ”Apabila orangtua dan guru rajin membaca, harapan kami ajaklah anak-anak untuk ikut membaca. Dengan begitu, nantinya akan tumbuh kesadaran dan budaya anak gemar membaca,” katanya.
Ratusan judul buku komik wayang karya Raden Ahmad Kosasih terpajang rapi di Toko Buku Maranatha, Jalan Inggit Ganarsih, Ciateul, Bandung, Jawa Barat, Rabu (25/7).
Hari Buku Anak Sedunia diperingati sejak 1967. Tanggal 2 April dipilih karena bertepatan dengan hari ulang tahun Hans Christian Andersen, penulis buku anak asal Denmark.
Setiap tahun, International Board on Book for Young People (IBBY) menjadi sponsor kegiatan itu. Organisasi nirlaba ini mewakili jaringan internasional yang fokus pada buku anak-anak.
Dalam laman resmi IBBY, penulis asal Kanada, Richard van Camp, menuliskan tentang buku dan kehidupan. ”Cerita adalah sayap yang membantu Anda terbang setiap hari. Jadi, temukan buku-buku yang berbicara dengan semangat Anda, ke hati Anda, ke pikiran Anda”.