Visualisasi Penyair-penyair Fenomenal lewat Film Pendek
Cerpen pilihan Kompas 2019 berjudul ”Suatu Malam, Ketika Puisi Tak Mampu Ia Tulis Lagi” dikemas menjadi film pendek. Film ini berkisah tentang lelaki penyair yang diamuk rasa mempertemukan dirinya dengan penyair populer.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Membumikan puisi di era digital tidak bisa sekadar mengandalkan teks atau buku secara fisik, tetapi juga perlu mencampurkan beragam unsur seperti audio dan visual. Peluncuran film pendek tentang lelaki penyairbertepatan dengan perayaan Hari Puisi Sedunia tanggal 21 Maret diharapkan bisa membumikan puisi di era digital.
Film pendek berjudul Suatu Malam, Ketika Puisi Tak Mampu Ia Tulis Lagi merupakan adaptasi dari cerita pendek pilihan Kompas 2019 karya Sandi Firly. Film ini berkisah tentang lelaki penyair yang diamuk rasa mempertemukan dirinya dengan penyair populer Indonesia, yakni Chairil Anwar, Sutardji Calzoum Bachri, Sapardi Djoko Damono, dan Joko Pinurbo.
Hudan Nur, produser film pendek ini, tidak menampik akan ada perbedaan yang dirasakan bagi penonton film pendek ini yang sebelumnya sudah membaca cerpen tersebut. Perbedaan ini salah satunya terkait dengan adaptasi teks yang ada di cerpen.
”Ada juga tambahan tentang alur yang belum tertulis di cerpen. Kin Muhammad sebagai sutradara mengupayakan bagaimana film ini menarik untuk ditonton dan adegan satu dengan lainnya bisa tersambung. Jadi, ada ketidaksinkronan bila mengadaptasi secara utuh atau mengikuti alur yang sudah ada,” ujarnya ketika dihubungi, Senin (21/3/2022).
Film pendek berdurasi 17 menit 31 detik ini ditayangkan serentak di 16 titik yang tersebar di seluruh Indonesia bertepatan dengan perayaan Hari Puisi Sedunia. Kota-kota yang menayangkan film pendek ini di antaranya Jakarta, Banjarbaru, Palu, Kendari, Samarinda, Padang, Sukabumi, Bulukumba, Batam, Bandung, Barru, dan Pekanbaru.
Menurut Hudan, film pendek ini diluncurkan bertepatan dengan Hari Puisi Sedunia untuk membumikan puisi di era digital. Film ini menyajikan visualisasi dan audio tentang kisah para penyair populer Indonesia. Visualisasi ini diharapkan dapat menarik masyarakat dan anak muda yang mulai abai dengan teks dari buku secara fisik.
”Film ini adalah puisi yang dibaluri imajinasi seorang cerpenis. Jadi, puisi yang diolah dalam bentuk cerpen dan divisualisasikan juga merupakan sebuah bentuk digitalisasi. Kami berharap penonton dapat melihat sosok Chairil, Sapardi, Sutardji, dan Jokpin sesuai dengan kehidupan yang mereka ketahui,” ucapnya.
Para aktor film ini merupakan warga lokal dari Banjarbaru, Kalimantan Selatan. Upaya memvisualisasikan cerpen dengan tokoh para penyair ternama disambut antusias komunitas-komunitas yang bergerak di sastra, literasi, dan film di Tanah Air.
Bahkan, Wali Kota BanjarbaruAditya Mufti Ariffin juga mengapresiasi dan terlibat langsung dengan memerankan salah satu tokoh dalam film ini. Dalam keterangannya, Aditya menyebut bahwa film yang mengangkat tokoh-tokoh sastra khususnya puisi ini perlu diperkenalkan lebih luas ke seluruh Tanah Air.
”Dengan menonton film ini setidaknya kita secara tak langsung mengetahui gambaran tentang sosok-sosok yang difilmkan,” tuturnya.
Refleksi
Hudan yang juga merupakan seorang penyair merefleksikan Hari Puisi Sedunia sebagai sesuatu yang bergerak. Ia percaya bahwa dunia ini digerakkan oleh teks-teks pendek seperti manifes politik, syahadat, proklamasi, dan teks lainnya.
”Bahkan, di Amerika Serikat ketika Presiden Barack Obama dilantik sebagai presiden, ada sesi khusus pembacaan puisi. Tanpa menyampingkan karya sastra lainnya, adanya sesi tersebut menandakan puisi sangat diberi ruang yang lebih. Puisi bisa diterima di masyarakat karena merupakan teks pendek yang terus bergerak,” ungkapnya.
Hudan mengatakan, selama ini masyarakat juga sangat terpatri dengan beberapa penggalan puisi dan istilah lainnya karya para penyair fenomenal. Contohnya, istilah ”binatang jalang” pada puisi Aku karya Chairil Anwar dan kalimat puitis lainnya dari karya Sapardi Djoko Damono. Istilah dan kalimat ini dapat dibumikan dan diterima oleh masyarakat umum.