Memulihkan Pendidikan Bersama untuk Atasi ”Learning Loss”
Pertemuan pertama Kelompok Kerja Pendidikan G-20 (G-20 Education Working Group) yang dipimpin Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi dimulai. Ada empat agenda pendidikan yang dibahas untuk pemulihan.
Oleh
ESTER LINCE NAPITUPULU
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemulihan pendidikan akibat pandemi Covid-19 masih jadi perhatian dan upaya bersama dunia. Kehilangan hasil pencapaian pembelajaran atau learning loss akan diatasi dengan saling berbagi praktik baik dan kolaborasi dari peserta dalam kelompok kerja pendidikan G-20.
Pembahasan tentang empat agenda penting pendidikan dunia mulai dibahas dalam pertemuan pertama Kelompok Kerja Pendidikan G-20 (G-20 Education Working Group/EdWG) yang dipimpin Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), di Yogyakarta, mulai Selasa (15/3/2022) hingga Jumat. Hal tersebut disampaikan Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kemendikbudristek Iwan Syahril selaku Ketua Kelompok Kerja Pendidikan G-20 (Chair of Education Working Group).
Adapun empat agenda prioritas pendidikan yang akan diangkat Indonesia dalam berbagai pertemuan Kelompok Kerja Pendidikan G-20 yakni pendidikan berkualitas untuk semua, teknologi digital dalam pendidikan, solidaritas dan kemitraan, serta masa depan dunia kerja pasca-Covid-19. ”Indonesia mengambil inspirasi terhadap agenda ini baik secara eksternal dari berbagai organisasi internasional, konteks global, maupun domestik. Dengan terobosan ini diharapkan akan menghasilkan solusi untuk mengatasi isu pendidikan global,” kata Iwan.
Perlu menemukan cara untuk membekali siswa dengan keterampilan yang relevan dalam lanskap dan sifat pekerjaan yang selalu berubah.
Komitmen untuk pendidikan berkualitas bagi semua, kata Iwan, menjadi komitmen dunia karena dampak pandemi, yaitu learning loss. Untuk menghindari bencana learning loss, pendidikan direformasi dengan praktik baik yang beragam dari banyak negara di lima benua atau lembaga pendidikan internasional. Nanti bisa menjadi laporan bagi dunia global dalam melakukan pemulihan di pendidikan.
Terobosan Merdeka Belajar
Indonesia berbekal terobosan-terobosan Merdeka Belajar yang transformatif, dipandang sebagai contoh baik negara yang berhasil melakukan transformasi pendidikan menyeluruh yang berkualitas meski diterpa pandemi Covid-19. Indonesia memulihkan kembali pendidikan dengan berfokus pada kompetensi fundamental, yakni literasi, numerasi, dan karakter.
Selain itu, menggunakan kurikulum sederhana dan relevan serta dengan asesmen diagnostik agar dapat menghasilkan pembelajaran terdiferensiasi. Pemanfaatan platform teknologi digital juga dioptimalkan untuk mengatasi masalah akses, kualitas, dan pemerataan. Ada juga sistem pendanaan berkeadilan dengan bantuan operasional sekolah/bantuan operasional pendidikan majemuk.
”Dalam pemulihan pendidikan ini, Indonesia juga mengedepankan semangat gotong royong dengan banyak pihak,” kata Iwan.
Sebelumnya, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Anwar Makarim mengatakan, gotong royong merupakan semangat utama Presidensi G-20 Indonesia. Entitas dan nilai luhur budaya bangsa Indonesia tersebut juga tecermin dalam tema besar yang diangkat, yakni ”Recover Together, Recover Stronger” atau ”Pulih Bersama”.
Iwan mengatakan, guna menuntaskan masalah serta melahirkan solusi yang tepat sekaligus inovatif di bidang pendidikan dan kebudayaan dalam skala global, langkah kerja bersama harus dijalankan. Untuk itu, sebagai bentuk pengejawantahannya, dalam Presidensi G-20 Indonesia mengajak dunia saling bahu-membahu, saling dukung, untuk pulih bersama serta tumbuh lebih kuat dan berkelanjutan dalam hal pendidikan dan kebudayaan.
”Pesan kuncinya adalah gotong royong, kerja sama. Karena itu, melalui Kelompok Kerja Pendidikan G-20, Indonesia mengajak para negara anggota G-20 untuk bergotong royong mendiskusikan upaya bagaimana menghadirkan sistem pendidikan yang berkualitas, dengan empat agenda prioritas yang kita angkat,” papar Iwan.
Empat prioritas pendidikan yang dibahas di Kelompok Kerja Pendidikan G-20 yakni pendidikan berkualitas universal. Pembahasan ini memastikan pendidikan berkualitas yang inklusif dan merata serta mendorong kesempatan belajar sepanjang hayat untuk semua. Komitmen terhadap pendidikan inklusif sebagai satu target Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) 2030. Diperlukan upaya lebih lanjut dengan kolaborasi yang lebih kuat untuk mencapai tujuan pendidikan berkualitas universal, terutama untuk kelompok yang paling rentan.
Terkait teknologi digital dalam pendidikan, akan dibahas sejauh mana teknologi mampu menjangkau siswa yang secara fisik tidak mampu bersekolah, mengurangi kesenjangan belajar, dan menghubungkan siswa dengan sumber belajar yang mudah diakses. Siswa butuh dukungan untuk mengalami lingkungan belajar yang lebih adil, menarik, dan menyenangkan dengan menggunakan teknologi digital.
Selain itu, pemerataan akses terhadap teknologi digital merupakan salah satu sarana untuk memenuhi kebutuhan akan pendidikan berkualitas universal. Selain mendukung pencapaian akademik, perangkat teknologi digital yang inovatif perlu diciptakan untuk mendorong interaksi siswa-guru yang lebih baik, meningkatkan kesejahteraan, dan merangsang perkembangan sosial emosional.
Pembahasan selajutnya tentang solidaritas dan kemitraan untuk menyadarkan semua negara, terutama tentang perlunya membangun kembali sistem pendidikan yang tangguh. Dukungan untuk komunitas belajar selama pandemi sebagian besar dibangun di atas solidaritas. Pendekatan lintas sektoral dan kemitraan antara pemerintah, organisasi internasional, masyarakat sipil, sektor swasta, dan berbagai pemangku kepentingan lain dapat mempercepat upaya pembangunan kembali sektor pendidikan pascapandemi.
Tak kalah penting juga membahas masa depan pekerjaan pasca-Covid-19. Sifat pekerjaan telah mengalami perubahan mendasar. Internet dan teknologi digital menghubungkan orang-orang di seluruh dunia. Selain itu, kemajuan dalam kecerdasan buatan (AI) dan ilmu-ilmu lainnya, bersama dengan ketersediaan data dalam jumlah besar juga telah menyebabkan otomatisasi pekerjaan. Perubahan ini pada akhirnya membuat beberapa pekerjaan menjadi usang.
Pendidikan kejuruan dan pendidikan tinggi perlu ditransformasikan untuk dapat menjawab tantangan tersebut. Mereka perlu menemukan cara untuk membekali siswa dengan keterampilan yang relevan dalam lanskap dan sifat pekerjaan yang selalu berubah. Untuk itu, komitmen peningkatan pendidikan kejuruan dan pendidikan tinggi memiliki peran untuk mempromosikan akses inklusif ke pendidikan dan pekerjaan yang layak.