Kisruh internal terkait transformasi kelembagaan fakultas atau sekolah di Institut Teknologi Bandung mendapat tantangan dari Forum Dosen SBM ITB. Para mahasiswa pun mulai terkena dampaknya.
Oleh
ESTER LINCE NAPITUPULU
·6 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Pencabutan hak swakelaola Sekolah Bisnis dan Manajemen Institut Teknologi Bandung atau SBM ITB oleh rektorat ITB membuat para dosen yang tergabung dalam Forum Dosen SBM ITB mogok dan melakukan rasionalisasi pelayanan. Proses belajar mengajar tidak dilaksanakan secara luring maupun daring dan mahasiswa diminta untuk belajar mandiri. Selain itu, penerimaan mahasiswa baru tahun 2022 pun terancam tidak dibuka.
Perwakilan Forum Dosen SMB ITB, Achmad Ghazali, yang dihubungi Rabu (9/3/2022) membenarkan bahwa Forum Dosen SBM ITB tidak beraktivitas seperti biasanya mulai 8 Maret 2022. Hal ini merupakan dampak dari konflik berkepanjangan setelah Rektor ITB Reini Wirahadikusumah mencabut hak swakelola SBM ITB tahun 2003 tanpa pemberitahuan dan kesepakatan dengan pihak-pihak yang berkepentingan.
”Kami bukan antiperubahan. Tapi harus dibicarakan betul bagaimana dampak perubahan ini terhadap kesejahteraan hingga pada rekrutmen dosen maupun rencana strategis SBM ke depannya,” kata Achmad.
Adanya hak swakelola membuat SBM ITB bisa berkembang seperti saat ini. Perekrutan dosen pun bisa lebih leluasa, termasuk mendatangkan praktisi dan dosen asing.
Guna memastikan para dosen tetap di SBM ITB dan fokus memberikan pelayanan terbaik dalam tridarma pendidikan, para dosen mendapat tambahan insentif. Alhasil, dengan dicabutnya hak swakelola berdasarkan keputusan Rektor ITB per 31 Desember 2021, sejak Januari 2022 hingga saat ini para dosen tidak lagi menerima insentif.
”Penghentian insentif untuk dosen hanya salah satu dampak yang juga cukup signifikan pengaruhnya. Sebab, adanya insentif selain gaji inilah yang menjadi daya tarik bagi lulusan terbaik, terutama dari luar negeri, yang mau mengajar secara full time. Selain itu, ada keleluasaan untuk bisa merekrut dosen dan praktisi dengan komitmen memberikan pelayanan terbaik untuk mahasiswa,” paparnya.
Berbagai upaya telah dilakukan untuk menyelesaikan konflik terkait pencabutan hak swakelola SBM ITB, termasuk pertemuan Forum Dosen SBM ITB dengan rektor beserta wakil-wakil rektor pada 4 Maret 2022. Namun, pertemuan itu belum membuahkan hasil.
Perwakilan Forum Dosen SBM ITB, Jann Hidajat, menyampaikan, dari pertemuan tersebut, Rektor ITB tidak lagi mengakui dasar-dasar atau fondasi pendirian SBM ITB yang tertuang dalam SK Rektor ITB Nomor 203/2003. SK ini memberikan wewenang dan tanggung jawab swadana dan swakelola kepada SBM ITB sebagai bagian dari ITB, yang selama 18 tahun telah berjalan dan berhasil membawa SBM ITB pada tingkat dunia, dengan diperolehnya akreditasi AACSB.
”Pencabutan swakelola otomatis telah mematikan roh dan sekaligus meruntuhkan ’bangunan’ SBM ITB, raison d'etre, alasan kehidupan atau dasar eksistensi SBM ITB sebagai sebuah sekolah yang inovatif dan gesit atau lincah,” kata Jann.
Jann menambahkan, Rektor ITB sedang membuat sistem terintegrasi yang seragam (berlaku bagi semua fakultas/sekolah di ITB), walaupun faktanya setiap fakultas/sekolah memiliki karakteristik dan potensi yang berbeda-beda. Sistem yang dibangun Rektor ITB belum selesai, tetapi peraturan lama sudah ditutup.
”Peraturan baru ini menguatkan posisi rektor sebagai penguasa tunggal dengan sistem yang sentralistis dan hirarkial sehingga membuat ITB menjadi tidak gesit atau lincah,” ujarnya.
Forum Dosen SBM ITB juga mengkritisi kepemimpinan Rektor ITB yang membuat peraturan tanpa dialog dan sosialisasi, tanpa memperhatikan dampak terhadap pihak-pihak terkait, serta tidak mengikuti prinsip-prinsip yang diatur dalam Statuta ITB, yaitu akuntabilitas, transparansi, nirlaba, penjaminan mutu, efektivitas, dan efisiensi. Pelanggaran atas prinsip-prinsip ini telah mengakibatkan kerugian, baik material, moral, maupun psikis, bagi dosen dan tenaga kependidikan SBM ITB.
Kami berharap supaya mahasiswa jangan sampai dikorbankan.
Forum Dosen SBM ITB kemudian menyampaikan pernyataan sikap yang dikirimkan kepada Rektor pada Senin lalu, berisi permintaan kepada Rektor ITB untuk berkomunikasi langsung dengan Forum Dosen SBM ITB. Sementara ini, Forum Dosen SBM ITB juga menyatakan bahwa standar kualitas pelayanan terbaik di SBM ITB tidak lagi dapat dipertahankan, walaupun hasil upaya swadana yang dilaksanakan oleh SBM ITB cukup untuk mendanai kualitas pelayanan terbaik. Artinya, pencabutan asas swakelola ini adalah bentuk ketidakadilan, terutama bagi mahasiswa dan orangtua mahasiswa yang telah membayar untuk mendapat standar pelayanan kelas dunia, tetapi tidak terlaksana karena dicabutnya asas swakelola.
Mengingat sistem baru belum siap secara menyeluruh, dan beberapa sistem yang sudah diberlakukan tidak memenuhi nilai-nilai dasar penyelenggaraan kegiatan Tridarma di ITB, Forum Dosen SBM ITB menuntut agar asas swakelola dikembalikan. Para dosen juga mendesak adanya pengkajian ulang atas peraturan-peraturan baru yang dikeluarkan oleh rektor dengan melibatkan perwakilan Majelis Wali Amanat (MWA), Senat Akademik ITB serta unit terdampak khususnya SBM ITB, sampai ada kesepakatan bersama agar menjamin semua fakultas/sekolah memiliki kemauan dan kemampuan untuk tumbuh dan berkembang secara berkelanjutan.
Achmad menambahkan, dengan berbagai pertimbangan, Forum Dosen SBM ITB melakukan rasionalisasi pelayanan akademik sampai dengan adanya kesepakatan baru dengan Rektor ITB. Selain itu, SBM ITB juga tidak akan menerima mahasiswa baru sampai sistem normal kembali. Ini karena kebijakan Rektor ITB saat ini tidak memungkinkan SBM ITB untuk beroperasi melayani mahasiswa sesuai standar internasional yang selama ini diterapkan.
Rafi Firlana Aliansyah, mahasiswa semester ke-8 program studi kewirausahaan SBM ITB berharap kisruh terkait SBM ITB bisa cepat selesai dan tidak berlarut-larut karena berdampak juga pada mahasiswa. Sejauh ini, dosen SBM melakukan rasionalisasi tingkat layanan dan mahasiswa dituntut untuk belajar mandiri.
Rafi menjelaskan, mahasiswa pun mulai diminta menjalankan kelas asyncronus. Demikian pula bimbingan yang selama ini semuanya syncronus, sekarang dialihkan ke asyncronus.
”Kami berharap layanan SBM ITB bisa seperti dulu. Semua dosen sudah diatur dengan baik untuk wajib masuk ketika jam tugasnya. Bahkan, jika mahasiswa bingung dosen siap untuk dihubungi. Ketika sesi tanya jawab di kelas bisa melebihi jam tugas dosen. Bimbingan juga tinggal atur jadwal, dosennya siap kapan saja,” ujar Rafi.
Untuk uang kuliah tunggal (UKT) yang berbeda harganya, kata Rafi, tentunya mahasiswa mengharapkan layanan yang prima. ”Kami berharap mahasiswa jangan sampai dikorbankan,” kata Rafi.
Perkuliahan di SBM ITB dijalani selama tiga tahun. Para orangtua harus siap dengan biaya tinggi. Salah satu orangtua mahasiswa menjelaskan, dalam satu tahun anaknya mengikuti kuliah tiga semester. Untuk satu semester, biaya kuliah Rp 25 juta yang artinya setahun membayar Rp 75 juta. Saat masuk membayar uang pangkal Rp 65 juta.
Jalankan transformasi
Secara terpisah, Kepala Biro Komunikasi dan Hubungan Masyarakat ITB Naomi Haswanto mengatakan, transformasi sebagai amanah Senat Akademik ITB yang dituangkan di dalam Rencana Induk Pengembangan ITB 2020-2025 sedang dilakukan di ITB dua tahun terakhir ini. Dalam proses transformasi ada sejumlah hal yang sedang dan harus disempurnakan agar ITB sebagai institusi pendidikan menjadi lebih lincah, berkualitas, akuntabel, transparan, dan tertib di dalam merespons perubahan lanskap pendidikan tinggi di Indonesia.
Terkait masalah di SBM ITB, kata Naomi, sebagaimana hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK RI) pada 31 Desember 2018, istilah ”swakelola dan otonomi” yang digunakan oleh Forum Dosen SBM ITB tersebut (merujuk kepada SK Rektor No 203/2003) merupakan bentuk pengelolaan keuangan yang tidak sesuai statuta. ITB telah berkonsultasi dengan BPK RI dan berkomitmen untuk melaksanakan arahan dari BPK RI.
”Hal ini merupakan masalah fundamental bagi institusi besar dan wajib diluruskan sebagai hasil dari upaya introspeksi dan semangat perubahan untuk kemajuan bersama. Situasi pandemi menjadikan proses transformasi ini semakin dinamis dan kompleks terlebih dengan aturan pembatasan kegiatan sehingga komunikasi menjadi hal yang menantang. Sangat dimaklumi jika sebagian kelompok masih memerlukan waktu untuk bisa memahami,” kata Naomi.
Menurut Naomi, ITB senantiasa dan akan selalu bertanggung jawab untuk menjaga kualitas pelayanan tridarma kepada semua pemangku kepentingan, terutama seluruh mahasiswa. Pimpinan ITB sangat mengapresiasi dekanat dan kolega dosen SBM yang tetap mendukung proses transformasi ITB.