Kebijakan Multikampus ITB untuk Penyetaraan Pendidikan 4.0
Perguruan tinggi yang tersebar dapat membantu pembangunan sumber daya manusia yang mampu beradaptasi di era kemajuan teknologi informasi. Penyebaran ilmu ini harus disertai dengan kesetaraan fasilitas dan kualitasnya.
Oleh
MACHRADIN WAHYUDI RITONGA
·3 menit baca
BANDUNG, KOMPAS — Pemerataan akses pendidikan melalui pembangunan perguruan tinggi harus dilakukan untuk menghadapi ragam perubahan. Perguruan tinggi dengan sistem multikampus dapat membantu pembangunan sumber daya manusia dengan pola pendidikan 4.0.
Wakil Rektor Bidang Akademik dan Kemahasiswaan Institut Teknologi Bandung (ITB) Jaka Sembiring menyatakan, ciri-ciri pendidikan 4.0 ini terlihat dari adaptasi mahasiswa dan kemampuan yang tinggi dalam menghadapi perkembangan teknologi. Karena itu, mahasiswa ITB dibekali pemahaman tentang kecerdasan buatan di semua bidang studi.
”Mau seni rupa, ekonomi, biologi, sipil, semua mempelajari dan terekspos pemahaman artificial intelligence (kecerdasan buatan). Ini menjadi dasar untuk kompetensi masa depan karena dunia nanti tidak sama dengan yang dihadapi sekarang,” ujarnya dalam Open House ITB 2022, Jumat (7/1/2022).
Dalam gelar griya tersebut, hadir sejumlah pimpinan kampus, salah satunya Rektor ITB Reini Wirahadikusumah. Kegiatan ini dilaksanakan secara hibrida dari Kota Bandung, Sumedang, dan Cirebon. Sejumlah siswa juga diundang mengikuti acara secara langsung dan sebagian lainnya menggunakan tautan yang disediakan agar bisa ikut secara daring.
Menurut Jaka, untuk mencapai pendidikan 4.0 ini, akses terhadap fasilitas pendidikan juga menjadi perhatian. Kampus yang ada tidak hanya berpusat di kota tertentu, tapi tersebar dengan kualitas setara (multikampus).
Sementara itu, Wakil Rektor Bidang Keuangan, Perencanaan, dan Pengembangan ITB Muhamad Abduh berpendapat, kampus yang tersebar harus diikuti dengan standar pendidikan setara. Meskipun berbeda lokasi, fasilitas dan kualitas pendidikan yang diberikan kepada mahasiswa di setiap kampus harus sama.
Menurut Abduh, kesetaraan dalam sistem multikampus ini menjadi komitmen seluruh pihak. Tidak hanya di bidang akademik, layanan yang menyangkut kebutuhan mahasiswa juga perlu diperhatikan.
”Jangan sampai hanya membentuk kampus yang ecek-ecek. Desentralisasi dan transparansi menjadi catatan penting. Kelengkapan kinerja organisasi di kampus-kampus yang ada harus diperhatikan,” ujarnya.
Abduh berujar, sistem multikampus ini juga harus terintegrasi, sinergi, dan setara. Dia menyatakan, kegiatan gelar griya ini membuktikan kesanggupan ITB dalam mengelola kampus-kampus yang tersebar ini. ”Pendidikan itu sudah terbuka dan mudah diakses, tidak hanya terbatas lokasi. Ini yang menjadi cikal bakal pendidikan 4.0,” paparnya.
Rektor ITB Reini juga menyatakan komitmennya untuk kampus yang setara dalam sistem multikampus. Dia menjelaskan, pembangunan kampus di Jatinangor dan Cirebon juga untuk memberikan pelayanan yang maksimal karena kampus di Kota Bandung sudah melebihi kapasitas.
Menurut Reini, Kampus ITB di Kota Bandung yang berdiri sejak tahun 1920 ini akan fokus untuk melaksanakan misi-misi ITB di bidang penelitian dan inovasi. Sementara itu, Kampus Jatinangor aka mewadahi sejumlah program studi yang khas, seperti menunjang ketahanan pangan dan sumber daya alam.
Pembangunan Kampus ITB di Cirebon juga dioptimalkan untuk meningkatkan angka partisipasi pendidikan tinggi di Jawa Barat. Selain itu, kampus ini juga mendukung penelitian di bidang teknologi kelautan.
”Kami mengupayakan semuanya setara, tidak ada perbedaan. Komitmen ini bisa dilihat oleh publik. Semua ini untuk memperluas akses layanan pendidikan ke bangsa kita,” ujarnya.