Kelola Sumber Daya Rempah untuk Keberlanjutan dan Kesejahteraan
Maluku sejak dulu dikenal sebagai ”Spice Islands”, terutama penghasil pala dan cengkeh. Maluku menjadi salah satu simpul Jalur Rempah di Nusantara di masa lalu. Bagaimana sekarang?
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Pengelolaan potensi rempah dinilai belum sepenuhnya berdampak ke kesejahteraan masyarakat. Peraturan pemerintah yang komprehensif diperlukan agar pemanfaatan rempah tidak hanya berkelanjutan, tetapi juga menguntungkan masyarakat.
Rektor Universitas Pattimura, Ambon, MJ Sapteno mengatakan, sumber daya alam (SDA) Maluku begitu beragam. Selain rempah, ada pula potensi bahari, minyak, dan gas. Namun, keragaman SDA belum menjamin kesejahteraan masyarakat.
”Keragaman SDA ini agar dimanfaatkan untuk kesejahteraan, terutama generasi mendatang di Maluku,” kata Sapteno dalam diskusi daring ”Jalur Rempah, Jalan Kebudayaan Menuju Sustainable Living”, Selasa (15/2/2022). “Tanpa kebijakan yang konkret (untuk mengelola SDA), semua akan sia-sia,” tambahnya.
Pengelolaan rempah pun dinilai mesti optimal mengingat potensinya yang besar. Maluku sejak dulu dikenal sebagai ”Spice Islands”, terutama penghasil pala dan cengkeh. Berbagai bangsa asing datang ke Maluku untuk berdagang rempah. Bangsa Eropa kemudian datang dan menguasai Maluku, antara lain Portugis, Spanyol, dan Belanda. Maluku pun menjadi salah satu simpul Jalur Rempah di Nusantara pada masa lalu.
Pada awal abad ke-7, para pelaut dari daratan China di masa Dinasti Tang kerap ke Maluku untuk mencari rempah. Keberadaan Maluku dirahasiakan oleh mereka agar bangsa lain tidak ke sana.
Pedagang Arab kemudian berhasil menemukan Maluku pada abad ke-9. Lima abad kemudian, tepatnya pada abad ke-14, perdagangan rempah di Maluku dilakukan dengan bangsa Timur Tengah.
Wilayah Maluku dikuasai Kerajaan Sriwijaya pada abad ke-12, kemudian Kerajaan Majapahit menguasai laut Asia Tenggara pada abad ke-14. Para pedagang dari Jawa kala itu memonopoli perdagangan rempah di Maluku (Kompas.id, 18/2/2021).
Wali Kota Ambon Richard Louhenapessy mengatakan, Maluku berperan besar terhadap terbentuknya peradaban Nusantara dan dunia. Ia berharap agar pemerintah turun tangan untuk mengelola potensi rempah, bahari, hingga migas di Maluku. Pengelolaan pun mesti tepat agar potensi alam berkelanjutan dan membawa kesejahteraan bagi publik.
Potensi pariwisata
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Salahuddin Uno menyampaikan, Jalur Rempah berpotensi besar terhadap pariwisata Indonesia. Jalur Rempah yang usianya lebih tua dari Jalur Sutra di daratan China tersebut dinilai mampu menggerakkan sektor ekonomi, politik, dan budaya.
Kemenparekraf lalu mencetuskan program Spice Up the World untuk memasarkan rempah, produk bumbu, dan pangan olahan Indonesia ke luar negeri. Industri gastronomi juga akan dikembangkan. Sandiaga menambahkan, pada 2022 Kemenparekraf akan menyusun pola pariwisata yang mengedepankan narasi, termasuk narasi tentang rempah Indonesia.
Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Hilmar Farid mengatakan, Jalur Rempah adalah masa depan kebudayaan. Jalur Rempah juga sebagai jalur pengetahuan yang kompleks dan kaya potensi. Jika dieksplorasi lebih dalam, Jalur Rempah bisa berkontribusi ke banyak hal seperti ilmu pengetahuan.
”Jalur Rempah agar memberi referensi akan apa yang pernah terjadi di masa lalu dan betapa besar pengaruhnya. Jalur pengetahuan ini sempat terputus antara lain karena kolonialisme dan modernitas. Jika jalur pengetahuan dihidupkan lagi, ini akan menjadi bekal pengetahuan yang berkelanjutan, khususnya di Indonesia timur,” tutur Hilmar.