Rentan Terpapar Hoaks, Literasi Digital Warga Lansia Perlu Ditingkatkan
Warga lanjut usia mengalami sejumlah kendala di ruang digital sehingga rentan terpapar hoaks. Mereka membutuhkan literasi digital agar cakap memverifikasi informasi dan terhindar dari sasaran kejahatan.
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Warga lanjut usia menjadi salah satu kelompok masyarakat yang paling rentan terpapar hoaks. Literasi digital warga lansia perlu ditingkatkan agar cakap memverifikasi informasi sehingga tidak terhasut kabar bohong dan terhindar dari kejahatan di ruang digital.
Banyak warga lansia mengalami keterbatasan di ruang digital, seperti mengolah informasi dan technostress atau tekanan psikologis menghadapi hal yang berkaitan dengan teknologi sehingga menyebabkan stres. Imbasnya, mereka berisiko menjadi korban penipuan digital, mengabaikan perlindungan data, dan terpengaruh hoaks.
”Kelompok rentan digital ini butuh banyak perhatian. Belum banyak gerakan (literasi digital) yang menyentuh mereka. Kalaupun ada, masih sporadis sehingga perlu ditingkatkan,” ujar Manajer Program Tular Nalar, Santi Indra Astuti, dalam peluncuran program tersebut dengan tema ”Warga Lansia Cakap Digital” secara daring, Senin (7/2/2022).
Tular Nalar merupakan program yang fokus pada penyediaan materi pembelajaran tentang berpikir kritis dan literasi media. Inisiatif ini dibuat oleh Maarif Institute, Mafindo (Masyarakat Anti Fitnah Indonesia), Love Frankie, dan didukung oleh Google.org.
Program Tular Nalar terhadap warga lansia akan berlangsung pada Maret-Agustus 2022. Edukasi dilakukan secara daring dan tatap muka di 25 kota, di antaranya Jayapura, Makassar, Banjarmasin, Denpasar, Wonosobo, Yogyakarta, Bengkulu, dan Padang.
”Target awalnya menyasar 6.000 warga lansia di 25 kota itu. Sasarannya memungkinkan lebih banyak karena kami menggandeng JRKI (Jaringan Radio Komunitas Indonesia),” katanya.
Setelah mengikuti Tular Nalar, warga lansia diharapkan mampu menyeleksi informasi sehingga tidak gampang menyebarkannya sebelum diverifikasi. Selain itu, juga bijak bermedia sosial dan menjadi teladan bagi orang di sekitarnya.
Materi program terdiri dari video bertema pentingnya berpikir kritis, modul lansia cakap digital, serta panduan praktis tentang melawan hoaks Covid-19 dan vaksinasi, meredam ujaran kebencian, menghindari penipuan digital, dan melindungi data privasi.
Di atas 45 tahun
Santi menuturkan, warga berusia di atas 45 tahun paling banyak menyebarkan hoaks. Kelompok ini merupakan warga pralansia dan lansia. Di saat pandemi, topik hoaks didominasi isu kesehatan dan vaksinasi.
”Mereka (warga lansia) punya semangat memproteksi diri dan lingkungan terdekatnya. Jika ada sesuatu (isu) yang dianggap ancaman, akan mudah membuat emosi, tetapi kurang menyadari memilah informasi tentang itu,” ujarnya.
Sebelum menjangkau warga lansia, sejak pertengahan 2020 program Tular Nalar telah menggelar 219 pelatihan literasi digital di 328 kota. Program ini diikuti oleh 28.168 peserta yang terdiri dari siswa, mahasiswa, guru, dan dosen.
Materi program meliputi literasi digital dan media, termasuk dalam menyediakan kurikulum belajar guna membangun ketangguhan menghadapi isu intoleransi, berita palsu, dan ujaran kebencian. Selain itu, juga membangun portal belajar daring dan kampanye media sosial yang aspiratif dalam pembelajaran mandiri.
Ketua Umum Siberkreasi Yosi Mokalu mengatakan, hoaks beredar melalui berbagai platform, di antaranya media sosial dan aplikasi pesan Whatsapp. Oleh karena itu, literasi digital tidak hanya dibutuhkan oleh warga lansia, tetapi juga keluarga terdekatnya.
”Warga lansia yang sudah mendapatkan literasi selanjutnya diharapkan menjadi agen perubahan dalam menjaga suasana digital di keluarga masing-masing,” ucapnya.
Yosi menambahkan, kerja sama warga lansia dan anggota keluarga yang lebih muda sangat dibutuhkan untuk menangkal hoaks di lingkungan keluarga. Warga lansia berperan membagikan keteladanan, sementara yang lebih muda membimbing keamanan saat mengakses ruang digital.
Kepala Hubungan Publik Google Asia Tenggara Ryan Rahardjo mengatakan, dibutuhkan kolaborasi akademisi, pembuat kebijakan, dan perusahaan teknologi dalam melawan disinformasi dan misinformasi. Ia menilai, program Tular Nalar menjadi bagian dari upaya meningkatkan literasi digital di Tanah Air.
”Program ini diharapkan bisa mengatasi keterbatasan warga lansia dalam memverifikasi informasi. Dibutuhkan cara inovatif untuk membentuk pola berpikir kritis yang mumpuni,” katanya.
Direktur Jenderal Aplikasi dan Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika Semuel Abrijani Pangerapan mengatakan, kencangnya arus informasi membuat warga lansia kesulitan membedakan informasi valid dan tidak. Edukasi dan pendampingan di ruang digital akan memproteksi warga lansia sehingga terhindar dari sasaran kejahatan.
”Literasi digital ini pekerjaan besar. Harapan kami, program ini berkelanjutan. Usia bukan halangan bagi warga lansia untuk ikut memanfaatkan kemajuan teknologi digital,” ujarnya.