Perempuan Harus Lebih Berani Bicara dan Tunjukkan Potensi
Sejarah mencatat, Hari Ibu lahir karena ada gerakan perempuan yang ditandai dengan Kongres Perempuan Indonesia pertama tanggal 22-25 Desember 1928. Namun, orang salah kaprah menganggap Hari Ibu sebagai Mother’s Day.
Oleh
Sonya Hellen Sinombor
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Peringatan Hari Ibu tiap tanggal 22 Desember 2021 tidak semata sebagai momen untuk mengucapkan terima kasih atas jasa para ibu. Namun, Peringatan Hari Ibu sekaligus menjadi saat yang tepat untuk memberikan perhatian dan pengakuan atas eksistensi perempuan, atas peran-peran penting kaum ibu dalam berbagai sektor pembangunan.
”Momentum istimewa ini harus membangkitkan semangat kaum perempuan untuk lebih berani berbicara dan menunjukkan potensinya, semakin berdaya membangun kesetaraan dan kehidupan yang sejahtera, serta semakin inovatif berkontribusi bagi kemajuan bangsa,” ujar Ibu Negara Iriana Joko Widodo, dalam sambutannya secara daring, pada Puncak Peringatan Hari Ibu (PHI) Ke-93 Tahun 2021, Rabu (22/12/2021).
Puncak PHI ke-92 yang mengusung tema ”Perempuan Berdaya, Indonesia Maju” berlangsung secara daring dan luring di Gedung Mandala Bhakti Wanitatama Yogyakarta, Rabu (22/12/2021). Yogyakarta merupakan tempat penyelenggaraan Kongres Perempuan Indonesia pertama tahun 1928, yakni di Dalem Joyodipuran (sekarang Kantor Balai Nilai Budaya DIY). Adapun Gedung Mandala Bhakti Wanitatama dibangun sebagai gedung Monumen Kesatuan Pergerakan Wanita Indonesia di Yogyakarta.
Selain mengucapkan Selamat Hari Ibu kepada seluruh perempuan di Indonesia, Iriana menegaskan bahwa Hari Ibu adalah hari yang sangat bersejarah sebagai tonggak penting gerakan perempuan Indonesia untuk ikut berkontribusi memajukan bangsa dan negara.
Pada kesempatan tersebut, Iriana menyatakan kekaguman pada para ibu Indonesia yang tangguh selama pandemi. Kaum perempuan dan kaum ibu telah membuktikan ketangguhan dan daya juangnya untuk bertahan dari berbagai kesulitan, melindungi anak-anak, keluarga, dan orang-orang di sekitarnya agar tetap sehat, tenang, dan produktif.
Situasi tersebut semakin menguatkan keyakinan bahwa perempuan adalah pilar sekaligus penggerak penting pembangunan bangsa. ”Saya mengajak kaum ibu kaum perempuan Indonesia, tidak berhenti berjuang untuk kemajuan perempuan dan kemajuan Indonesia,” ujar Iriana.
Lebih lanjut, Iriana juga memotivasi perempuan-perempuan Indonesia agar menjadi perempuan yang berdaya dan terdepan dalam pembentukan karakter bangsa, menyiapkan generasi masa depan yang kuat dan tangguh.
”Kita harus terus bergerak bersama bangsa yang lain untuk menurunkan angka stunting (tengkes), menurunkan angka kematian ibu saat melahirkan, menekan tingkat kekerasan terhadap perempuan dan anak, serta memperkuat ekonomi keluarga dengan menggerakkan semangat kewirausahaan,” ajak Iriana.
Pada bagian penutup sambutannya, Ibu Negara menyampaikan keyakinannya bahwa ketangguhan dan peran-peran strategisnya kaum perempuan dan para ibu Indonesia di seluruh pelosok Tanah Air akan semakin berdaya untuk mewujudkan Indonesia maju.
Puncak PHI dihadiri Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) I Gusti Ayu Bintang Darmawati dan jajaran Kementerian PPPA, Wakil Gubernur DIY Sri Paduka Paku Alam X hadir mewakili Gubernur DIY.
Hadir juga sejumlah undangan, antara lain mantan Menteri PPPA Linda Gumelar; Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Anak, Perempuan dan Pemuda Kemenko PMK Femmy Eka Kartika; Ketua Kongres Wanita Indonesia (Kowani) Giwo Rubianto; Ketua Komisi Nasional Antikekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) Andy Yentriayani; perwakilan UN Women; UNFPA; mantan anggota DPD GKR, Ratu Hemas (istri Gubernur DIY); dan sejumlah ketua organisasi perempuan.
Bangkitkan semangat perempuan
Senada dengan Nyonya Iriana, Menteri PPPA dalam sambutannya mengatakan, PHI sesungguhnya pengakuan akan capaian-capaian dan arti penting kerja perempuan di berbagai sektor pembangunan. Selain itu, apresiasi bagi perjuangan perempuan Indonesia sekaligus memperbarui tekad untuk terus mengambil peran, berpartisipasi dalam pembuatan keputusan dan kebijakan, berdedikasi, serta kontribusi bagi keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara.
”PHI merupakan momen untuk membangkitkan semangat perempuan Indonesia agar tetap ulet dan tangguh dalam menghadapi berbagai tantangan, terus berjuang mengakhiri ketidakadilan dan ketidaksetaraan dan mewujudkan masyarakat sejahtera,” ujarnya.
Menurut Bintang, jika menginginkan Indonesia maju, perempuannya tidak boleh ditinggal di belakang. Maka, memberdayakan perempuan merupakan urusan setiap warga negara karena manfaatnya akan dirasakan secara nasional, bahkan global.
Andy Yentriyani menambahkan, perlu upaya strategis dan prioritas untuk memastikan kesetaraan substantif antara laki-laki dan perempuan, serta mewujudkan kondisi kehidupan yang bebas dari segala bentuk diskriminasi dan kekerasan terhadap perempuan.
”Laju angka pelaporan kekerasan terhadap perempuan, terutama kekerasan seksual, yang belum ditopang dengan kapasitas memadai untuk memberikan respons yang dibutuhkan perempuan korban dalam memperjuangkan keadilan dan pemulihan perlu menjadi prioritas perhatian,” ujarnya.
Pengesahan RUU TPKS
Menurut Andy, yang mendesak saat ini adalah pengesahan RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) dan memastikan upaya pelindungan melalui payung hukum pada isu terkait, seperti pengesahan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga, RUU Perubahan KUHP dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, dan revisi UU ITE.
”Penguatan kapasitas layanan bagi perempuan korban juga perlu ditingkatkan segera mengingat semakin banyak korban yang belum dapat ditangani dengan baik,” katanya.
Sementara itu, Giwo Rubianto menyampaikan, suara perempuan yang disampaikan sejak Kongres Perempuan Pertama 1928 lalu perlu terus digaungkan bersama-sama. Sebab, permasalahan-permasalahan yang terjadi 93 tahun lalu ternyata masih terus berlanjut.
”Kita harus bersama-sama perjuangkan perlindungan perempuan. Jangan cuma aktivis dan organisasi perempuan yang teriak-teriak, tetapi kalau anggota DPR tidak sepakat dengan perjuangan perempuan, ya, sulit. Belum lagi aparat hukum,” ujar Giwo seraya mencontohkan betapa sulitnya memperjuangkan RUU TPKS.