Sisi Lain Daniel Dhakidae Dituangkan dalam Sebuah Buku
Sisi lain cendekiawan Daniel Dhakidae tertuang dalam buku ”Para Sahabat Mengenang Daniel Dhakidae Cendekiawan Par Excellence”. Dalam buku ini, 42 penulis mengenang kedekatannya dengan mendiang Daniel.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·3 menit baca
KOMPAS/ARBAIN RAMBEY
Daniel Dhakidae, peneliti, akademisi, dan mantan Kepala Litbang Kompas.
JAKARTA, KOMPAS — Semasa hidupnya, Daniel Dhakidae tidak hanya dikenal sebagai cendekiawan, tetapi juga seorang dengan pribadi yang hangat hingga membangun jaringan yang sangat luas. Selain intelektualitas, mereka yang mengenalnya secara personal mengagumi Daniel karena memiliki sisi lain yang bisa menjadi contoh untuk generasi cendekiawan selanjutnya.
Hal tersebut mengemuka dalam diskusi daring dan peluncuran buku Para Sahabat Mengenang Daniel Dhakidae Cendekiawan Par Excellence karya 42 penulis, Sabtu (18/12/2021). Para penulis merupakan sosok dari berbagai latar belakang yang dekat dengan mendiang Daniel Dhakidae.
Yohanes Krisnawan yang merupakan editor buku Para Sahabat Mengenang Daniel Dhakidae Cendekiawan Par Excellence mengungkapkan, pembuatan buku tersebut dibicarakan satu minggu setelah Daniel berpulang pada 6 April 2021. Buku ini disusun sebagai suatu penghormatan kepada Daniel yang tidak hanya sebagai seorang cendekiawan, tetapi juga pribadi yang hangat.
”Kami menghimpun sejumlah nama penulis yang dipandang cukup mengenal sosok dan punya pengalaman berinteraksi dengan Daniel. Di antara mereka ada yang masih keluarga, pernah bekerja bersama di suatu lembaga atau forum, menjadi murid, dan sahabat. Sebagian penulis sudah memublikasikan tulisannya di media sosial selepas Daniel berpulang,” ujarnya.
Selain sebagai seorang cendekiawan, Daniel dikenal publik sebagai seorang jurnalis.
Sebanyak 42 penulis dipilih dari total 60 nama yang didaftarkan saat awal pembuatan buku tersebut. Tim editor juga mempertimbangkan keseimbangan antara penulis perempuan dan laki-laki serta komposisi generasi. Semua pertimbangan tersebut dilakukan untuk menggambarkan luasnya jaringan dan pengaruh Daniel di kalangan intelektual dari generasi yang berbeda zaman.
”Kami mencoba mencari foto-foto untuk melengkapi buku ini dengan iliustrasi yang relevan. Pencarian ini menarik karena sampai mendapatkan foto sejumlah intelektual,” ucapnya.
Yohanes memandang Daniel Dhakidae sebagai tokoh yang besar dalam pemikiran ataupun aktivitas politik. Karya ilmiah hingga tulisan Daniel dipandang telah menginspirasi banyak orang untuk mempelajari berbagai ilmu, termasuk Yohanes saat menempuh pendidikan ilmu komunikasi di Universitas Diponegoro, Semarang.
Ashadi Siregar, salah satu penulis buku tersebut sekaligus sahabat Daniel Dhakidae, memandang, selain sebagai seorang cendekiawan, Daniel dikenal publik sebagai seorang jurnalis. Terjunnya Daniel sebagai seorang jurnalis pada 1971 silam bukanlah sebuah kesengajaan. Namun, lambat laun Daniel justru semakin tertarik dengan dunia jurnalisme.
Menurut Ashadi, Daniel merupakan orang yang sangat berdedikasi tinggi dan selalu ingin dilihat sehat oleh orang-orang terdekatnya. Bahkan, kondisinya yang tengah sakit tidak banyak diketahui rekan-rekannya. Daniel juga selalu menginstruksikan rekan-rekannya untuk memimpin jalannya kegiatan ketika berhalangan hadir dalam sebuah acara tanpa menyebutkan ia tengah sakit.
Dalam salah satu bukunya, yakni Cendekiawan dan Kekuasaan dalam Negara Orde Baru, kata Ashadi, Daniel juga menunjukkan sikap untuk tetap bertahan di luar kekuasaan. Bahkan, sikap ini tetap dipertahankan meski penguasa tersebut merupakan figur yang sangat dekat dengan dirinya.
Pendiskusi yang baik
Pendiri Kalyanamitra sekaligus penulis buku ini Myra Diarsi mengatakan, Daniel memiliki kebiasaan menyelipkan kosakata bahasa Inggris dalam setiap perbincangan. Setiap kalimat yang keluar dari mulut Daniel, diakui Myra, sangat menarik dan kerap membuat rekan-rekannya terhibur.
KOMPAS/ LASTI KURNIA
Pakar politik Daniel Dhakidae (tengah), Direktur Eksekutif CSIS Philips Jusario Vermonte (kiri), dan Direktur Politik dan Komunikasi Bapennas Wariki Sutikno (kanan) menjadi pembicara pada diskusi di Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Tanah Abang, Jakarta, Rabu (13/1/2016). Diskusi membahas kebijakan publik, cendekiawan, dan kekuasaan.
”Kecendekiawanan Daniel sangat menonjol karena beliau ketika berbicara seperti sudah dipikirkan. Inilah yang membuat lawan ataupun kawan bicara Daniel benar-benar menunggu sampai beliau selesai berbicara sebelum menanggapi. Belakangan kami juga mengetahui bahwa Daniel seorang pendiskusi yang sangat baik untuk persoalan sosial dan politik,” ujarnya.
Selain itu, tambah Myra, Daniel juga selalu haus akan ilmu. Hal ini ditunjukkan saat Daniel rela datang ke kantor dan perpusatakaan Kalyanamitra saat lembaga yang fokus pada isu perempuan ini baru berdiri. Sebagian buku tersebut dipelajari di kantor Kalyanamitra dan sebagian lainnya sempat dibawa ke harian Kompas ketika Daniel menjabat Kepala Penelitian dan Pengembangan.
”Suatu ketika kami sempat berdebat tentang representasi perempuan. Perdebatan menyimpulkan bahwa kesetaraan jender bukan sekadar persamaan persentase, tetapi terdapat akses yang berimbang. Ini salah satu pembahasan yang menarik dan mendalam dengan Daniel Dhakidae,” ucapnya.