Menggugah Literasi Guru di Surabaya lewat Gerakan Satu Sekolah Satu Buku
Gerakan literasi mulai dari anak-anak hingga dewasa terus digencarkan oleh Dinas Pendidikan Kota Surabaya, salah satunya dengan rutin menggelar lomba menulis buku untuk mendukung program Satu Sekolah Satu Buku.
Dinas Pendidikan Kota Surabaya terus menggugah minat literasi masyarakat dari semua kalangan. Meningkatkan literasi dilakukan melalui program Satu Sekolah Satu Buku (E-Book) atau (Sasek Saebo) untuk mendorong minat menulis guru, baik berupa cerita pendek, cerita bergambar, maupun bahan ajar.
Mengajak para guru taman kanak-kanak, sekolah dasar, dan sekolah menengah pertama untuk menulis buku, menurut Kepala Dinas Pendidikan Kota Surabaya Supomo, Minggu (21/11/2021), sejak 2018, lomba menulis buku digelar serangkaian peringatan Hari Guru Nasional, yang diperingati 28 November setiap tahun. Cara ini unutuk menumbuhkan budaya menulis dan membaca para guru, pengawas, dan penilik sekolah.
Jadi, peserta lomba menulis buku pun terus bertambah, yang awal hanya puluhan kini malah mencapai ratusan didominasi tenaga pendidik. Isi dari buku pun tidak terlalu sulit, tetapi dimulai dari yang sepele, antara lain bisa keseharian para guru atau kisah nyata yang bisa dijadikan sebagai bahan ajar.
Buku tersebut pun bisa dituangkan dalam bentuk cerpen, artikel, ataupun cerita bergambar untuk menunjang proses mengajar di sekolah. Peminat guru untuk ikut menulis buku, setiap tahun bertambah, seperti 2020 ada 1.000 orang dari penjaga sekolah, penilik sekolah, tetapi didimonasi guru. Lomba menulis buku 2021 ini, guru yang mengajukan karya tulisnya dalam berbagai konsep lebih dari 1.000 peserta.
Kepala Bidang Guru dan Tenaga Kependidikan Dispendik Surabaya Mamik Suparmi menjelaskan, karya buku sangat beragam, mulai dari antologi atau kumpulan tulisan, kumpulan esai dan cerita penden, kumpulan artikel, hingga hasil karya tulis ilmiah dan inovasi guru.
Buku yang rata-rata 50-60 halaman ada yang digarap bersama meski dalam menulis dilkaukan oleh setiap guru di sekolah serupa. Maka, banyak buku yang ikut dalam lomba tersebut berupa ontologi meski banyak juga yang buku ditulis sendiri oleh seorang guru.
Menurut dosen sekaligus sastrawan Shoim Anwar dari Universitas PGRI Adi Buan, gerakan literasi tidak hanya melulu mengajak anak mau membaca. Justru guru pun mulai dari guru TK, SD, sampai SMP perlu secara rutin mengasah kemampuan literasi mereka dengan membuat karya buku.
Kearifan lokal
Paling utama konten dalam tulisan yang kelak dibukukan idealnya menonjolkan kearifan lokal, dan diusahakan menghindari kata atau kalimat berbahasa asing. ”Buku ini, kan, untuk siswa di Kota Surabaya, jadi mulai dari judul hingga penutup harus menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Paling penting lagi ada ketersinggungan antara judul dan isi buku,” katanya.
Menurut penulis cerpen, antara lain, ”Musyawarah Para Bajingan” (1992) dan ”Pot dalam Otak Kepala Desa” (1993) ini, calon penulis dari guru ini masih ada yang membuat judul bahasa asing, dan ironisnya antara judul dan isi sama sekali tak bersinggungan. Padahal, konten dari cerita pendek atau bahan ajar yang dalam bentuk buku luar biasa bagus, apalagi sarat dengan kearifan lokal.
Baca juga : Surabaya dan Telkomsel Terus Genjot Literasi Warga
Isi buku tidak melulu harus mengulas bahan ajar, tetapi bisa berupa dongeng, cerita pendek yang bahkan sebagai cermin dari kehidupan atau pengalaman, dan cerita bergambar. Program Satu Sekolah Satu Buku (E-Book) atau Sasek Saebo yang terus digencarkan Dinas Pendidikan Kota Surabaya sejak 2018 relatif bisa memunculkan calon-calon penulis buku yang kreatif dan sesuai dengan zamannya.
Hari Guru
Karya buku para guru yang ikut lomba dalam rangka Hari Guru Nasional setiap tahun, menurut Shoim, semakin bagus, keasliannya pun tak lagi diragukan, termasuk kreativitas dalam menuangkan ide dan gagasan, terutama guru TK luar biasa menarik. ”Murid pasti langsung serius mengikuti pelajaran yang dilakukan gurunya, seperti layaknya sedang mendongeng,” katanya.
Buku ini, kan, untuk siswa di Kota Surabaya, jadi mulai dari judul hingga penutup harus menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Paling penting lagi ada ketersinggungan antara judul dan isi buku.
Terus menggugah kreativitas guru dalam menulis cerita pendek atau dongeng yang semua bermuara pada gerakan literasi, menurut Inge Ariani Safitri dari Kumpul Dongeng Surabaya, karya para guru semakin hari semakin mengesankan.
”Penulis buku yang memang guru kian bisa mengutarakan isi pikirannya dalam bahan ajar yang diberikan kepada siswa seperti bercerita atau mendongeng,” ujarnya.
Seperti diungkap Nur Evy Yuliani, guru SMP Negeri 15 Surabaya yang tahun ini menulis buku berjudul SPEKTA (Sekumpulan Cerita di Kota Surabaya), isi buku memang semua yang ada dan terjadi di kota ini. ”Misi saya lewat buku yang berisi lima judul cerita seluruhnya mengenai Surabaya agar wawasan siswa kian luas, terutama terkait kota ini,” katanya.
Gerakan literasi di Kota Surabaya yang sudah menyandang sebagai kota literasi sejak 2014, setiap tahun dalam rangka menyambut Hari Dongeng Nasional, tepat 28 November 2021 mendatang, mengajak anak-anak agar gemar menulis dan membaca. Salah satunya dengan mendongeng.
Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kota Surabaya pun menggelar Festival Dongeng Surabaya sekaligus peluncuran buku Ragam Indonesia dan Gerakan Seribu Mendongeng karya Arek Suroboyo (Gendis Sewu Karso) pada Sabtu (20/11/2021).
Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi mengaku bangga dengan penampilan dari para talenta anak-anak di Kota Surabaya. Menurut dia, ajakan meningkatkan literasi pada anak, melalui penampilan dongeng, bisa membantu membudayakan kegiatan membaca dan menulis di kalangan masyarakat.
Baca juga : 1.430 Titik Layanan Literasi di Surabaya
”Sesuatu ajakan, jika disampaikan kepada anak-anak dengan cara didongengkan, pasti lebih cepat dipahami sekaligus neningkatkan literasi anak,” ujarnya. Oleh karena itu, Pemkot Surabaya bakal menggelar penampilan dongeng di Balai RW. Cara demikian, menurut Eri, mempermudah untuk menambah literasi anak-anak di setiap kampung.
”Jadi, nanti di balai RW diagendakan setiap Sabtu dan Minggu ada acara mendongeng, pemantik anak-anak sekitar kampung atau RW itu untuk berkumpul dan berkenalan, sosialisasi, sehingga bisa memunculkan keberanian untuk berkomunikasi,” katanya.
Mantan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Kota (Bappeko) Surabaya itu menerangkan, pertunjukan dongeng yang nantinya digelar secara rutin tersebut bisa menjadi kekuatan Kota Surabaya untuk menciptakan para pemimpin yang hebat. ”Ini diawali dari keberanian anak-anak untuk tampil melalui mendongeng di depan umum,” kata bapak dari dua anak ini.
Mendongeng
Dengan demikian, membiasakan budaya membaca dari anak-anak otomatis bisa menjadikan Surabaya menjadi kota literasi yang hebat. Penampilan anak-anak di balai RW akan dengan cepat menyebar ke seluruh penjuru kota seluas 326 kilometer persegi ini.
Selain itu, Wali Kota Eri juga mengajak semua masyarakat Kota Surabaya untuk ikut serta membuat Kota Surabaya menjadi kota yang aman dan nyaman terhadap anak-anak. Sebab, ia menginginkan semua anak di Kota Surabaya bisa terlibat dan mengisi semua kegiatan.
”Ini awal perjuangan dan tak boleh menyerah untuk menciptakan orang hebat di masa depan. Jadi, dicanangkan Surabaya sebagai kota literasi dan memiliki para penulis dan pendongeng yang hebat,” katanya.
Gerakan mendongeng di setiap kegiatan juga disambut Bunda Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Kota Surabaya, Rini Indriyani, dengan mengatakan bakal membiasakan diri untuk mendongeng kepada anak-anak di posyandu. ”Kami ada posyandu, dalam sebulan rutin mengadakan pertemuan untuk bercerita kepada anak-anak. Konsep mendongeng sangat cocok karena ada unsur bermain dan bernyanyi,” katanya.
Jadi, nanti di balai RW diagendakan setiap Sabtu dan Minggu ada acara mendongeng sebagai pemantik perjumapaan anak-anak sekitar kampung atau RW itu.
Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan (Dispusip) Kota Surabaya Musdiq Ali Suhudi menerangkan, Festival Dongeng Surabaya merupakan festival yang rutin digelar setiap tahun. Melalui acara tersebut, ia berharap bisa menambah semangat literasi dan inspirasi untuk Kota Surabaya. Bersamaan dengan kegiatan ini. juga dilakukan peluncuran beberapa buku, hasil tulisan dari bibit-bibit penulis Kota Surabaya.
Baca juga : Dengan DILS, Semua Perpustakaan di Surabaya Terintegrasi
”Korelasi menulis dengan perpustakaan adalah membudayakan membaca pada aktivitas masyarakat. Semakin masyarakat Surabaya banyak membaca, semakin luas wawasannya,” kata Musdiq.
Apalagi ada sarana untuk terus menggugah minat membaca warga. Selain ada perpustakaan, di kota dengan penduduk 2,9 juta jiwa ini juga terdapat 532 Taman Bacaan Masyarakta (TBM). TBM tersebar di hampir seluruh wilayah kota pahlawan, antara lain di balai RW, rumah susun, dan beberapa taman, antara lain Taman Bungkul, Taman Prestasi, dan Taman Flora. Kehadiran TBM hingga di kampung-kampung untuk mendekatkan akses literasi bagi warga, termasuk mengoperasikan perpustakaan keliling dengan sepeda motor dan mobil
Musdiq menjelaskan, Festival Dongeng Surabaya adalah puncak acara Gendis Sewu Kota Surabaya. Hasilnya, terdapat 41 hasil karya Gendis Sewu berupa antologi cerpen, novel, puisi, vlogetry dan vlog story, CD video mendongeng dan video kegiatan mengatasi perekonomian melalui produk prakarya untuk cegah stunting.
Genre atau aliran dan tema, antara lain, adalah Roman Historis Surabaya, Kearifan Lokal Surabaya, Strategi Ubah Perilaku untuk Cegah Stunting, Bangga UMKM Surabaya. Tak hanya itu, dalam kegiatan acara Festival Dongeng Surabaya juga terdapat Penandatanganan Mokup Peluncuran Buku Ragam Indonesia dari Kumpul Dongeng dan Hasil Karya Gendis Sewu Karso Dispusip serta penyerahan bantuan buku dari Penerbit Elex Media Komputindo untuk Perpustakaan PKK Kota Surabaya.
Berbagai cara pun ditempuh Kota Surabaya untuk mengokohkan sebagai kota literasi. Lewat gerakan Sasek Saebo juga diharapkan penulis penulis andal terus tumbuh, yang diawali dari guru. Seperti salah satu kutipan Pramoedya Ananta Toer terkait dengan budaya menulis yang sarat makna, ”Orang boleh pandai setinggi langit, tetapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah”.