Pembelajaran Pendidikan Anak Usia Dini Indonesia masih digelar secara klasikal. Anak cenderung dipaksa belajar untuk segera bisa membaca, menulis, dan menghitung.
Oleh
ESTER LINCE NAPITUPULU
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Pendidikan anak usia dini penting untuk meletakkan fondasi kesiapan anak belajar. Namun, keberadaan jenjang pendidikan anak usia dini masih tertinggal, aksesnya terbatas, dan belum mengintegrasikan layanan tumbuh kembang anak secara utuh.
Ketua Umum Ikatan Doktor PAUD Indonesia (Ikad PAUDI) Sukiman memaparkan, PAUD penting untuk jenjang berikutnya dalam pendidikan. Namun, masih banyak isu yang perlu ditangani bersama oleh para ahli PAUD Indonesia, terutama para doktor PAUD lulusan dalam dan luar negeri.
Sejumlah isu utama penyelenggaraan PAUD yang dikritisi Ikad PAUDI yakni pembelajaran PAUD yang masih diwarnai kertas-pensil dan bersifat klasikal. Pembelajaran yang berpusat pada anak umumnya masih bersifat wacana dan belum terimplementasi dalam praktik. Selain itu, penyelenggaraan PAUD yang holistik-integratif juga belum dipahami dan dijalankan sepenuhnya oleh pengelola PAUD.
“Ada isu guru PAUD juga yang perannya masih dominan mengajar, bukan sebagai fasilitator dengan menempatkan anak didik sebagai subyek pembelajaran. Insentif guru PAUD juga masih sangat rendah dan karirnya belum jelas,” papar Sukiman dalam acara Musyawarah Besar Ikad PAUDI, Sabtu hingga Minggu (7/11/2021).
Memasuki usia dua tahun, Ikad PAUDI ingin memperkuat penelitian dan pegembangan praktik-praktik baik penyelenggaraan PAUD. Selain itu, Ikad PAUDI juga akan melakukan pendidikan, pelatihan, dan pembimbingan praktik baik penyelenggaraan PAUD kepada guru, orangtua, dan masyarakat luas melalui berbagai media.
Ketua Dewan Pembina Ikad PAUDI Fasli Jalal mengatakan, sebelum bersekolah ke jenjang SD, anak-anak Indonesia harus mendapat pendidikan dan pengembangan holistik-integratif di jenjang PAUD. Standar dan kurikulum, proses pembelajaran yang baik hingga asesmen anak usia dini harus disesuaikan dengan tumbuh kembang anak. Implementasinya harus didukung dengan tersedianya guru-guru PAUD yang berkualitas.
Menurut Fasli, banyak permainan dan seni budaya tradisional yang bisa dimanfaatkan pendidik PAUD untuk menstimulasi anak. Untuk itu, para guru butuh didampingi dan dilatih agar dapat menyusun modul pembelajaran yang mengembangkan motorik kasar-halus dan kemampuan anak usia dini lainnya dengan memanfaatkan apa yang ada di sekitar anak.
Bermain-Belajar
Sementara itu, Direktur PAUD, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Muhammad Hasbi mengatakan, akses anak usia dini untuk mengenyam PAUD baru berkisar 42 persen. Jumlah ini terendah dari jenjang SD, SMP, dan SMA/SMK sederajat karena sudah ada yang mencapai 95 persen.
Kesiapan bersekolah (PAUD) ini masih dilandasi isu miskonsepsi, pemaksaan calistung atau membaca, menulis, menghitung untuk masuk SD nanti
Menurut Hasbi, penyelenggaraan PAUD berkualitas menjadi kesempatan terbaik untuk membuat perbedaan SDM Indonesia dalam jangka panjang. “Peletakan batu pertama di jenjang PAUD untuk menghadirkan fondasi pendidikan yang lebih baik guna menghasilkan SDM unggul. Namun, kesiapan bersekolah ini masih dilandasi isu miskonsepsi, pemaksaan calistung atau membaca, menulis, menghitung untuk masuk SD nanti,” ujar Hasbi.
Padahal, PAUD berkualitas yang diharapkan harus memastikan terjadinya stimulasi yang mampu meningkatkan perkembangan anak-anak pada aspek kognitif, bahasa dan literasi, sosial emosional, motorik kasar dan halus; serta mampu menanamkan nilai-nilai agama, budi pekerti, dan perilaku hidup bersih sehat.
Kegiatan pembelajaran beragam dan dilakukan melalui cara yang sesuai untuk anak usia dini. Kebijakan Merdeka Belajar diterjemahkan menjadi merdeka bermain di PAUD. Kegiatan bermain-belajar dapat menggunakan obyek sekitar, berbasis proyek dan pendekatan multi bahasa berbasis bahasa ibu.
Anak-anak harus mengalami belajar-bermain, yakni setiap kegiatan perlu menunjukkan keterkaitannya dengan aspek perkembangan yang ingin dikuatkan. Ada interaksi positif antara pendidik dan anak untuk dapat mewujudkan situasi yang menyenangkan dan nyaman. Kegiatan yang dilakukan kontekstual dan bermakna.
Di PAUD berkualitas juga harus terpenuhi kebutuhan esensial anak usia dini dalam memastikan pemenuhan layanan pendidikan, kesehatan, perlindungan, dan kesejahteraan anak. Wujud PAUD holistik integratif, antara lain ada kelas untuk orangtua, pemeriksaan kesehatan anak (pengukuran tinggi badan dan berat badan), deteksi dini tumbuh kembang dan koordinasi dengan Puskesmas/Posyandu, memiliki fasilitas sanitasi , memberikan program makanan tambahan bergizi, hingga memantau kepemilikan akta lahir anak/nomor induk kependudukan.
Mengandalkan Peran Masyarakat
Nasruddin, Koordinator Kelompok Kerja Transformasi Pembelajaran Direktorat Guru PAUD dan Pendidikan Masyarakat, Ditjen Guru dan Tenaga Kependidikan, Kemendikbudristek, layanan PAUD masih mengandalkan peran serta masyarakat. Sekitar 98 persen PAUD dimiliki masyarakat/swasta, hanya dua persen milik pemerintah.
Layanan PAUD yang mengandalkan masyarakat masih mengalami keterbatasan dalam penyediaan guru PAUD berkualitas. Dari sisi kualifikasi pendidikan, guru PAUD yang sudah S1 masih di bawah 50 persen. Dari jumlah tersebut baru sepertiga yang program studinya linier dengan PAUD.
Upaya untuk meningkatkan kualitas guru PAUD yang pendidikannya beragam dari SD sampai S1 dilakukan Kemendikbudristek dengan mengembangkan pendidikan dan pelatihan (diklat) berjenjang serta diklat teknis sesuai kebutuhan guru selama 10 tahun. Di masa pandemi, tawaran diklat bagi guru diperluas dengan moda daring kombinasi dari yang sebelumnya hanya luring.
“Dulu hanya diklat luring sehingga jangkauan terbatas. Sekarang dikembangkan dengan kombinasi, ada daring dengan pembimbingan praktik dan tugas mandiri,” kata Nasruddin.
Baca juga: Pemulihan Dampak PJJ di PAUD dan SD Mulai Dilakukan
Guna mendukung peningkatan kualifikasi guru PAUD minimal S1,Kemendikbudristek juga mengeluarkan kebijakan rekognisi pembelajaran lampau (RPL). Hasil diklat guru PAUD nantinya bisa dikonversi menjadi satuan kredit semester (SKS) di perguruan tinggi, sehingga beban SKS guru bisa dikurangi.