Ketersediaan vaksin Covid-19 untuk anak di banyak daerah tidak merata. Akibatnya, cakupan vaksinasi anak usia 12-17 tahun belum maksimal. Problem ini agar dituntaskan sebelum memulai vaksinasi pada anak usia 6-11 tahun.
Oleh
ESTER LINCE NAPITUPULU
·6 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Vaksinasi Covid-19 untuk anak memberikan perlindungan dari penyebaran Covid-19 sehingga anak semakin sehat dan aman dalam melakukan aktivitas terbatas di luar rumah seperti pembelajaran tatap muka atau PTM terbatas. Meski keinginan dan kesiapan anak-anak untuk divaksinasi cukup tinggi, kesempatan yang tidak merata membuat capaian vaksinasi untuk anak yang saat ini berjalan bagi kelompok usia 12-17 tahun masih belum optimal.
Hasil survei Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) terhadap 62.000 responden anak yang dilakukan pada 3-9 Agustus 2021 menunjukkan, anak-anak usia 12-17 tahun mau divaksin, tetapi ketersediaan vaksin di daerahnya belum ada. Padahal, mayoritas (88 persen) responden bersedia divaksin, hanya 3 persen yang menolak divaksin dan 9 persen yang ragu-ragu divaksin akibat, salah satunya, pilih-pilih merek vaksin. Hasil survei mengindikasi bahwa vaksin anak usia 12-17 tahun masih terpusat di kota-kota besar dan di Pulau Jawa.
Komisioner KPAI Retno Listyarti di Jakarta, Sabtu (6/11/2021), menyampaikan bahwa KPAI mendorong adanya percepatan vaksinasi anak usia 12-17 tahun. Sebab, hingga awal November 2021 pencapaiannya masih rendah, yaitu 4,5 juta anak yang sudah divaksin dari target 26 juta anak. Jika vaksinasi anak usia 12-17 tahun belum dapat dituntaskan pada Desember 2021, program vaksinasi anak usia 6-11 tahun akan tertunda.
Retno juga menyambut positif izin penggunaan darurat vaksin Covid-19 dari Sinovac untuk anak usia 6-11 tahun oleh Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM). KPAI mengapresiasi kerja keras BPOM dan para ahlinya yang akhirnya memberikan izin penggunaan vaksin Sinovac untuk anak usia 6-11 tahun.
Jika vaksinasi anak usia 12-17 tahun belum dapat dituntaskan pada Desember 2021, program vaksinasi anak usia 6-11 tahun akan tertunda.
”KPAI sangat berterimakasih pada kepedulian BPOM untuk melindungi anak-anak Indonesia melalui pemberian izin vaksin anak. Apalagi, PTM terbatas sudah digelar hampir di seluruh daerah yang sudah memasuki level PPKM 1–3. Sekolah tatap muka secara bertahap akan membuat anak berpotensi menyebarkan Covid-19 setelah beraktivitas di luar rumah dan menularkannya kepada orang lain. Hal ini menjadi kekhawatiran dan harus menjadi perhatian bersama,” tutur Retno.
Ia menambahkan, KPAI mendorong Kementerian Kesehatan untuk dapat segera memberikan vaksinasi anak usia 6-11 tahun. Para orangtua diminta untuk mengizinkan anak-anak mereka divaksin, jangan ditunda dan jangan pilih-pilih merek vaksin. KPAI yakin bahwa vaksin Covid-19 yang ada aman, berkhasiat, dan bermutu.
”Ingat, vaksin adalah hak anak-anak Anda. Berikan haknya, izinkan dan antar anak-anak Anda untuk divaksin. Vaksin Sinovac sudah digunakan untuk anak usia 6-11 tahun di sejumlah negara, seperti China, Chile, Kolombia dan Kuba,” ujar Retno.
KPAI mengusulkan pemberian vaksin anak berbasis sentra sekolah agar anak-anak merasa aman dan nyaman untuk divaksin. Hal ini juga berdasarkan hasil wawancara KPAI pada anak-anak yang usia 12-17 tahun, saat mereka sedang antre vaksin di sentra sekolah.
Secara terpisah, Ketua Umum Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Piprim B Yanuraso mengatakan, IDAI memberikan rekomendasi pemberian vaksin Coronavac buatan Sinovac untuk anak usia 6 tahun ke atas. Hal ini sangat penting karena proporsi anak terinfeksi Covid-19 berdasarkan data Satgas Nasional Covid-19 per 1 November sekitar 13 persen. Ditambah lagi, PTM terbatas sudah berjalan, termasuk bagi anak-anak di bawah usia 12 tahun.
”Anak selain bisa tertular juga bisa menjadi penular ke orang-orang di sekitar termasuk kepada warga lansia yang berisiko maupun orang dengan penyakit penyerta. Imunisasi anak usia 6 tahun ke atas untuk memutus penyebaran virus Covid-19 sangat penting,” kata Piprim.
Pemberian vaksin Covid-19 pada anak 6 tahun ke atas, dilakukan secara intramuskular atau disuntikkan melalui otot dengan dosis 0,5 ml sebanyak dua kali dengan jarak pemberian antardosis empat minggu. Adapun beberapa kontraindikasi vaksinasi Covid-19 pada anak adalah anak-anak dengan masalah kronik berat, defisiensi imun yang berat, autoimun yang tidak terkontrol, anak yang sedang menjalani kemoterapi/radioterapi, sedang mendapat obat yang menekan sistem kekebalan tubuh (iminosupresan) berat atau sitostastiska, demam, atau sembuh dari Covid kurang dari 3 bulan, pascaimunisasi lain kurang dari satu bulan. Kemudian kehamilan remaja, dan anak-anak dengan hipertensi maupun diabetes melitus yang tidak terkendali, atau penyakit kronik atau kelainan kongenital yang tidak terkendali.
”Pada kasus penyakit kronik yang masih bisa dikendalikan dan masih stabil nanti bisa dikonsultasikan dengan dokter yang biasa merawat untuk mendapatkan surat layak vaksin. Pada prinsipnya, anak-anak dengan kelainan bawaan lebih butuh vaksinasi Covid ini dibandingkan anak-anak yang sehat. IDAI mendorong agar cakupan vaksinasi untuk anak ditingkatkan,” papar Piprim.
Persepsi siswa
KPAI melakukan survei singkat tentang ”Persepsi Peserta Didik Terkait Vaksinasi Anak Usia 12-17 Tahun.” Survei yang dilakukan dengan menggunakan aplikasi Google form ini diikuti oleh 86.286 partisipan/ responden dari jenjang pendidikan SD/ MI/ SLB (10 persen), SMP/ MTs/ SLB (40 persen), MA/ SMA/ SMA/ SLB (50 persen). Partisipan berasal dari 34 provinsi di Indonesia, bahkan diikuti juga peserta didik dari Sekolah Indonesia Luar negeri (SILN), yaitu SILN Singapura dan SILN Filipina.
Survei dilaksanakan pada 3–9 Agustus 2021. Hasilnya, 88 persen dari 86.286 responden menyatakan kesediannya untuk divaksin, 9 persen ragu-ragu, dan 3 persen responden menolak vaksin. Namun, dari mereka bersedia di vaksin, baru 36 persen yang sudah mendapatkan vaksin, sedangkan 64 persennya belum divaksin.
Dari jumlah 64 persen yang belum divaksin tersebut, separuh lebih responden menyatakan belum divaksin karena belum mendapatkan vaksin. Data ini kemungkinan menggambarkan bahwa ada persoalan distribusi yang belum merata di berbagai daerah di Indonesia.
Sementara alasan responden yang bersedia divaksin, antara lain, agar tubuh memiliki antibodi terhadap virus Covid-19 sehingga jika tertular gejalanya menjadi ringan; memiliki kekebalan terhadap virus SARS-CoV-2; dan agar segera dapat mengikuti PTM terbatas sebab pembelajaran jarak jauh (PJJ) saat ini dinilai kurang efektif serta susah untuk dimengerti.
Sementara alasan responden tidak bersedia divaksin ialah khawatir pada efek vaksin sehingga merasa tidak perlu divaksin dan yang penting menerapkan protokol kesehatan; memiliki penyakit penyerta sehingga secara medis tidak bisa divaksin; tidak yakin dengan merek vaksin tertentu; yakin bahwa kalau terinfeksi Covid-19 gejalanya ringan bahkan kadang tidak bergejala; divaksin juga tidak menjamin tidak tertular Covid-19; dan tidak diizinkan orangtua untuk vaksin.
Selain melakukan survei, KPAI juga mengawasi langsung pelaksanaan vaksinasi di sejumlah sekolah di wilayah DKI Jakarta, diantaranya, SMPN 161 Jakarta Selatan, SMPN 88 Jakarta Barat, SMPN 270 dan SMPN 30 Jakarta Utara, SMAN 22 Jakarta Timur, SDN Pasar Baru 07 dan SMAN 20 Jakarta Pusat.
Dari hasil pengawasan itu tidak ditemukan kasus vaksinasi anak yang berefek berat di setiap sentra pengawasan vaksinasi anak. Namun, di Bali ada 2 kasus anak mengalami pusing dan terjatuh setelah divaksin, tepatnya saat observasi pascavaksin dan langsung mendapatkan pertolongan. Setelah diperiksa di rumah sakit, ternyata anak mengaku belum sarapan dan tidur terlalu larut sehingga usai divaksin pusing dan jatuh pingsan.