Perkembangan Vaksinasi Covid-19 bagi Anak Masih Lambat
Vaksinasi Covid-19 bagi anak-anak usia sekolah berjalan lambat. Padahal, vaksinasi menjadi bagian dari strategi pembelajaran tatap muka yang aman dan sehat.
Oleh
ESTER LINCE NAPITUPULU
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Vaksinasi anak usia sekolah perlu dipercepat karena pembelajaran tatap muka atau PTM terbatas terus meningkat. Apalagi, Badan Pengawas Obat dan Makanan atau BPOM telah menerbitkan izin penggunaan darurat vaksin Covid-19 bagi anak untuk usia 6-11 tahun sehingga mendukung pembelajaran tatap muka yang aman dan sehat.
Sayangnya, pelaksanaan vaksin anak berjalan lambat. Anak-anak berusia 12-17 tahun yang seharusnya sudah mendapat vaksin Covid-19 agar aman dan sehat beraktivitas di sekolah saat pandemi Covid-19 cakupannya masih di bawah 20 persen.
Berdasarkan dasbor vaksin Kementerian Kesehatan pada Senin (1/11/2021) pukul 12.00 WIB, kelompok usia 12-17 tahun ada 26.705.490 anak. Untuk vaksin dosis satu baru 16,41 persen atau sekitar 4,3 juta anak, sedangkan vaksin dosis dua 12,82 persen atau 3,42 juta anak. Untuk tenaga pendidik, vaksin dosis pertama 2.680.057 orang dan dosis kedua 2.275.235 orang.
Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) Satriwan Salim mengatakan, vaksin untuk anak disambut positif. Apalagi, kini, vaksinasi Covid-19 bagi anak usia 6-11 tahun atau di jenjang SD akan segera dilakukan.
”Kami menyambut baik rencana Kementerian Kesehatan memberikan vaksin bagi anak 6-11 tahun. Dalam konteks usia sekolah, 6-11 tahun ini adalah siswa SD. Vaksinasi usia pelajar 6-17 tahun semestinya jauh-jauh hari dilakukan mengingat 70 persen lebih sekolah di Indonesia melakukan PTM terbatas,” kata Satriwan.
Namun, dari pantauan P2G, perkembangan vaksinasi Covid-19 bagi pelajar 12-17 tahun amat lambat. Secara nasional, capaian vaksinasi pelajar 12-17 tahun baru sekitar 16 persen dari total 26 juta target vaksinasi (data per 20 Oktober 2021). Di sisi lain, sekolah mulai menggelar PTM terbatas.
Hal itu berarti 70 persen sekolah yang sudah menggelar PTM terbatas belum memenuhi minimal 80 persen siswanya divaksin. Sejak awal, P2G menyayangkan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim yang menjelaskan vaksinasi pelajar bukan syarat sekolah PTM terbatas.
Menurut Satriwan, vaksinasi anak usia 6-11 tahun dikhawatirkan bernasib sama dengan vaksinasi usia 12-17 tahun yang berjalan lambat. Bahkan, di jenjang PAUD dan SD, sekolah sudah dibuka, tetapi vaksinasinya belum dilakukan. Meski demikian, demi kesehatan anak jenjang SD, P2G mengimbau agar orangtua mengizinkan anaknya divaksin.
Sosialisasi
Sosialisasi wajib dilakukan agar orangtua mendapat informasi yang valid mengenai vaksinasi anak 6-11 tahun dari pemerintah, pemerintah daerah, dan sekolah kepada orangtua agar orangtua bersedia anaknya divaksinasi.
Dalam survei nasional yang dilakukan P2G pada Juli 2021 di 168 kabupaten atau kota mengenai sikap orangtua terkait vaksinasi pelajar 12-17 tahun, 13,2 persen orangtua tidak mengizinkan anaknya divaksin dan 23,5 persen ragu-ragu.
Secara terpisah, komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Bidang Pendidikan, Retno Listyarti, mengatakan, KPAI mendukung vaksin anak usia 6-12 tahun segera diberikan ketika BPOM sudah menyatakan keamanannya. Vaksinasi ini penting untuk mendukung keamanan dan keselamatan anak-anak PAUD/TK dan SD yang akan mengikuti PTM .
Menurut Retno, KPAI sudah merekomendasikan kepada Kemendikbudristek dan Kementerian Agama untuk memastikan pendidik dan peserta didik sudah divaksinasi sebelum PTM digelar. KPAI merasa heran pemerintah daerah dan pemerintah pusat menggelar tatap muka untuk PAUD/TK dan SD, padahal para siswa belum divaksin dan anak usia itu sulit dikontrol perilakunya.
Terkait hal itu, KPAI mendorong pemerintah pusat mempercepat vaksinasi kepada peserta didik usia 12-17 tahun. Sekolah atau madrasah harus dipastikan vaksinasinya mencapai minimal 70 persen dari populasi di sekolah. Kalau hanya guru yang divaksin, kekebalan komunitas belum terbentuk.
Hal itu disebabkan jumlah guru hanya sekitar 10 persen dari jumlah siswa. Sementara kekebalan kelompok terbentuk jika minimal 70 persen populasi sudah divaksin. Hal ini sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
”Pemerintah pusat harus memastikan penyediaan vaksinasi anak merata di seluruh Indonesia. Sebab, dari survei singkat KPAI pada Agustus 2021, vaksinasi anak didominasi Pulau Jawa dan itu pun lebih menyasar anak-anak di perkotaan,” kata Retno.
Berdasarkan data di laman https://sekolah.data.kemdikbud.go.id, per 1 November pukul 12.00 WIB sudah 59 persen atau 321.756 satuan pendidikan yang merespons. Masih ada 40,17 persen atau 216.072 satuan pendidikan belum merespons dari total 537.072 satuan pendidikan.
Vaksinasi anak didominasi Pulau Jawa dan itu pun lebih menyasar anak-anak di perkotaan.
Untuk jenjang SD sudah 77,47 persen sekolah yang merespons atau 149.312 sekolah. Di semua jenjang dari PAUD hingga SMA/SMK sederajat sudah menggelar PTM terbatas. Untuk jenjang SMP hingga SMA/SMK sederajat di atas 50 persen. Adapun di jenjang SD sudah 48,70 persen dari sekolah yang melapor melaksanakan PTM terbatas.
Dalam berbagai kesempatan kunjungan ke daerah, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Anwar Makarim mengatakan, PTM terbatas harus ditingkatkan agar dampak kehilangan kemampuan belajar atau learning loss pada anak tidak semakin besar. Karena itu, akselerasi vaksinasi pendidik dan tenaga pendidikan tetap diprioritaskan.
”Prioritas pertama, seperti arahan Pak Presiden, segera untuk mengakselerasi vaksinasi, menjaga protokol kesehatan, dan sekolah sudah harus tatap muka secara terbatas,” kata Nadiem dalam kunjungan kerja ke Sumatera Utara, beberapa waktu lalu.