Sejarah Kota Lama Semarang dikemas dengan cara berbeda dari biasanya. Balai Arkeologi DI Yogyakarta mengonversi sejarah menjadi komik, film animasi, dan film dokumenter.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·3 menit baca
Kota Lama Semarang di Jawa Tengah berakar dari sejarah berusia ratusan tahun, jauh ketika Kerajaan Mataram masih ada di Nusantara. Beberapa sisa sejarah kota masih ada, tetapi ada juga yang sudah hilang dan tidak lagi dikenali generasi baru. Upaya mendekatkan sejarah bagi kaum muda pun dilakukan.
Pertanyaannya, bagaimana agar pemuda-pemudi tertarik pada sejarah? Menyuguhkan buku tebal dinilai kurang tepat. Menurut data Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO), indeks minat baca di Indonesia pada 2012 hanya 0,001. Artinya, hanya 1 dari 1.000 orang yang punya minat baca tinggi.
Tantangan lain adalah pendeknya rentang perhatian (attention span) generasi saat ini. Rata-rata rentang perhatian orang ialah 8 detik. Jika suatu konten dinilai tidak menarik dalam waktu 8 detik, konten tersebut akan diabaikan.
Adapun generasi saat ini akrab dengan konten visual. Konten yang divisualisasikan secara menarik pun umumnya menarik perhatian audiens.
Sejarah Kota Lama Semarang akhirnya dikemas dengan cara berbeda dari biasanya. Balai Arkeologi DI Yogyakarta mengonversi sejarah menjadi komik, film animasi, dan film dokumenter. Pengerjaannya melibatkan perguruan tinggi, lembaga riset, serta SMA dan SMK.
Komik itu berjudul Oudestad van Samarangh: 500 Tahun Perjalanan Kota Semarang. Publik dapat membaca komik setebal lebih kurang 40 halaman tersebut di laman berkalaarkeologi.kemdikbud.go.id.
Salah satu ilustrator komik, Damara Alif Pradipta, menjelaskan, sejarah Kota Lama Semarang diceritakan dari sudut pandang tokoh bernama Arjo Kuncoro. Arjo terseret ke dunia dalam sebuah buku tua peninggalan keluarga. Di dunia khayal itu, Arjo dipandu melompati zaman, menyusuri kota, dan dijelaskan banyak hal tentang cikal bakal Semarang.
”Genre komik ini science-fiction dengan bumbu drama,” kata Damara pada peluncuran Rumah Peradaban Kota Lama Semarang secara daring, Jumat (22/10/2021). ”Komik ini bukan hanya presentasi hasil penelitian. Ada juga cerita agar pembaca tertarik. Komik ini bisa jadi media belajar yang asyik sehingga informasi mudah diserap,” tambahnya.
Komik ini tentang sejarah Kota Lama Semarang yang dimulai sejak abad ke-17. Sejarah ini dibagi dalam tiga fase; Prabenteng, Benteng Kota, dan Pasca-benteng Kota.
Sesuai namanya, Semarang dulu memiliki benteng yang dibangun Belanda setelah mendapat izin dari Amangkurat II. Benteng pertama bernama De Vijfhoek. Benteng kemudian dirombak, diperluas, dan akhirnya dihancurkan oleh Belanda untuk membuka kota.
Sejarah tersebut juga menjadi dasar pembuatan film animasi dan film dokumenter. Semua karya audio visual ini dapat diakses di kanal Youtube Balar Jogja.
Film animasi merupakan hasil kolaborasi Balai Arkeologi DIY dengan perguruan tinggi. Sementara itu, film dokumenter dikerjakan bersama siswa SMA/SMK di Semarang.
Para siswa dibagi dalam lima kelompok, lalu diberi lokakarya tentang perfilman dan arkeologi, didampingi, serta diminta mendiskusikan karya yang akan mereka buat sesuai tema masing-masing. Semua proses dilakukan secara daring. Sementara itu, perekaman dilakukan tim Balai Arkeologi DIY.
”Informasi soal Kota Lama Semarang diberi (ke publik) berdasarkan penelitian dan dikemas dalam tiga media,” kata Kepala Balai Arkeologi DIY Sugeng Riyanto. ”Kota Lama Semarang bukan sekadar kumpulan gedung tua. Ada banyak nilai di sana karena sudah menghadapi banyak dinamika dan perubahan zaman,” tambahnya.
Pelestari cagar budaya Albertus Kriswandhono mengapresiasi hasil penelitian Balai Arkeologi DIY. Keterbatasan akibat pandemi Covid-19 dinilai mendorong kreativitas, cara baru berkreasi, dan bentuk kreasi baru.
Menurut dia, hasil penelitian ini perlu ditindaklanjuti agar tidak berhenti di produksi komik dan film. Hasil penelitian dapat disampaikan ke pengelola museum, kemudian dikomunikasikan ke publik melalui museum.
”Pertanyaannya adalah, what’s next untuk Kota Lama Semarang?” kata penerima anugerah Pelestari Cagar Budaya dan Permuseuman dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada 2015 itu.