Pastikan Perempuan Dapat Akses Pemberdayaan Ekonomi
Di masa pandemi, jumlah pekerja perempuan meningkat, menyusul berkurangnya pendapatan keluarga. Sejumlah upaya dilakukan pemerintah untuk mendorong perempuan bisa mendapatkan pelatihan.
Oleh
Sonya Hellen Sinombor
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah masih berupaya mengurangi ketimpangan jender di Tanah Air dengan berbagai cara. Salah satunya dengan mendorong semua pihak agar memastikan perempuan mendapatkan akses terhadap faktor-faktor penunjang pemberdayaan ekonomi, termasuk pembiayaan dan peningkatan literasi digital.
”Untuk mencapai pemberdayaan ekonomi perempuan yang optimal, dibutuhkan sinergi yang kuat antara pemerintah, pemerintah daerah, lembaga masyarakat, dunia usaha, dan media,” ujar Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) I Gusti Ayu Bintang Darmawati, Kamis (14/10/2021), saat menjadi pembicara kunci pada Webinar ”Indonesia’s Experience on Women Empowering Women in the Pandemic Situation”.
Rangkaian kegiatan Pertemuan Tingkat Menteri Urusan Perempuan ASEAN ke-empat yang berlangsung pada 5-15 Oktober 2021 ini juga menghadirkan pembicara kunci Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah. Acara ini digelar Kementerian PPPA dan Presidium Asosiasi Pimpinan Tinggi (PIMTI) Perempuan Indonesia.
Menteri PPPA menegaskan, akses perempuan terhadap pemberdayaan ekonomi penting. Di sisi lain, berbagai indeks dan data menunjukkan ketimpangan jender, termasuk dalam bidang ekonomi. Misalnya, tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) perempuan hanya 54,03 persen dibandingkan dengan laki-laki yang sudah mencapai 82,14 persen (Sakernas Badan Pusat Statistik/BPS, Februari 2021).
Studi yang lebih mendalam menunjukkan perempuan sebenarnya justru terdampak lebih besar dan mendapat beban tambahan akibat pandemi.
”Perempuan juga lebih banyak bekerja pada sektor pekerjaan informal, yang lebih rentan dalam hal jaminan sosial dan perlindungan hak perempuan,” kata Bintang.
Bahkan, berdasarkan Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) pada 2019, perempuan masih lebih rendah daripada laki-laki dalam mengakses produk dan layanan keuangan, yaitu 75,15 persen berbanding 77,24 persen.
Selain itu, berdasarkan data BPS, jumlah perempuan pengguna internet pun lebih sedikit daripada laki-laki, yaitu 46,87 persen dibandingkan dengan 53,13 persen.
”Pandemi Covid-19 memperburuk keadaan yang sudah ada. Laporan UN Women tentang Menghitung Biaya Covid-19 menggambarkan bahwa perempuan mengalami pemotongan substansial dalam pendapatan yang berasal dari bisnis keluarga, yang merupakan jenis pendapatan yang sangat mereka andalkan,” kata Bintang.
Untuk membuka akses perempuan, sejumlah strategi dilakukan Kementerian PPPA bersama para pemangku kepentingan, antara lain melakukan advokasi jender secara masif dan terstruktur dalam penyusunan dan pelaksanaan kebijakan inklusi keuangan dan melaksanakan pelatihan-pelatihan kewirausahaan yang berspektif jender.
Selain itu, mendukung perempuan UMKM agar tahan dan berkembang pada masa pandemi, termasuk melalui pelatihan literasi digital, serta melakukan asistensi kepada perempuan pelaku usaha agar dapat mendapatkan akses pada layanan keuangan mikro.
Perempuan lebih terdampak
Menaker Ida Fauziyah menegaskan, pandemi berdampak besar di sektor pekerjaan, termasuk perempuan. ”Beberapa data menunjukkan, jumlah pekerja perempuan yang terdampak pandemi lebih kecil daripada laki-laki, tapi beberapa studi yang lebih mendalam justru menunjukkan perempuan sebenarnya justru terdampak lebih besar dan mendapat beban tambahan akibat pandemi,” ucapnya.
Pandemi mengakibatkan banyak perempuan yang bekerja mengalami penurunan, bahkan kehilangan pendapatan. Hal tersebut menambah tantangan perempuan di sektor tenaga kerja, selain tantangan yang ada seperti masih stagnannya tingkat partisipasi angkatan kerja, diskriminasi upah dan pemenuhan hak di tempat kerja, pelecehan dan kekerasan di tempat kerja, serta stigma bahwa perempuan kurang produktif dan menjadi beban di tempat kerja.
Saat ini penduduk usia kerja lebih dari 200 juta orang dan sekitar 102 juta orang (50 persen) perempuan. Namun, jika melihat jumlah angkatan kerja yang mencapai 139,8 juta orang, hanya ada 40 persen perempuan.
”Ini karena tingkat partisipasi angkatan kerja perempuan masih berada jauh di bawah laki-laki,” ujarnya. Ia pun menyatakan bahwa TPAK perempuan hanya menunjukkan peningkatan kecil dalam beberapa tahun terakhir.
Kendati demikian, di masa pandemi, jumlah pekerja perempuan meningkat, menyusul berkurangnya pendapatan keluarga. Sejumlah upaya dilakukan pemerintah untuk mendorong perempuan bisa mendapatkan pelatihan agar bisa mengakses pekerjaan lebih luas.